Suara Warga

Tidak Ada Agenda SBY dalam RUU Pilkada

Artikel terkait : Tidak Ada Agenda SBY dalam RUU Pilkada

Ili dan Iin bertemu di warung kopi Bu Minah. Tumben. Biasanya juga duduk di cafe di seputaran Kemang. Ini bukan soal penghematan. Ini soal hutang gorengan sebulan lalu yang baru mau dibayar setelah gajian pagi tadi.



Sambil menunggu uang kembalian Bu Minah, Iin membuka percakapan sambil membuka halaman tengah sebuah koran ibukota.

Iin : Masa Presiden SBY dibilang punya kepentingan dalam RUU Pilkada?

Ili : Gimana tidak dituduh punya kepentingan? Usulan pemilihan kepala daerah melalui DPRD itu kan berhubungan dengan pelemahan presiden?

Iin : Maksudnya bagaimana?

Ili : Bisa jadi wakil partai-partai pemenang pemilu di daerah akan saling bersepakat memilih kepala daerah yang berasal dari partai mereka.

Iin : Terus?

Ili : Jika menghitung kekuatan politik dalam kelompok yang berseberangan dengan teman-teman mereka dalam Pilpres, bisa jadi kan kepala daerah datang lebih banyak dari partai-partai itu.

Iin : Lha, bukannya kepala daerah itu bawahan Presiden? Kalau presiden memerintahkan ini dan itu, ya harus dilaksanakan dong. Lagipula, jika kepala daerah dipilih DPRD, kekuatan legitimasi dia akan melemah. Susah dia melawan Presiden. Kalau sekarang bisa bergaya seperti raja kecil.

Ili : Kok Raja Kecil?

Iin : Lha, elo liat aja. Presiden perintahnya a, kepala daerah kebijakannya b. Karena dia bilang….ngapain loyal….wong kita sama-sama dipilih rakyat ini?

Ili : Ah….itu kan bisa-bisanya kamu aja. RUU Pilkada ini seperti agenda politik balas dendam dan gerakan sakit hati.

Iin : Waduuuhhh…..kok kesana kesimpulannya?

Ili : Lha iya lah. Karena kalah dalam Pilpres, terus bikin agenda Pilkada lewat DPRD.

Iin : Yeaaah…..Mas-ku yang ganteng. Gini ya? RUU Pilkada itu sudah dibahas setahun silam. Bahkan agenda revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 sudah dibahas sejak tahun 2005. Sudah ada kesepakatan revisinya sejak lama.

Ili : Jadi, apa alasannya itu bukan agenda politik tersembunyi?

Iin : Sejak semula sudah disepakati bahwa Pilkada langsung itu menyimpan dua masalah. Pertama, politik uang memberi pelajaran buruk pada masyarakat bahwa pemilihan pemimpin cukup pake duit. Kedua, pilkada langsung menyedot anggaran APBD terutama jika kepala daerah lama mencalonkan diri.

Ili : Wah…..permainan logika yang indah.

Iin : Aduh Mas….andaikata jagoan gue menang Pemilu….apa gue akan bilang bahwa RUU ini agenda politik yang kalah? Gak kan?

Ili : Kesimpulannya?

Iin : Sebenarnya….sila keempat Pancasila secara jelas mengatakan bahwa demokrasi kita adalah demokrasi permusyawaratan perwakilan. Pemilihan pemimpin daerah melalui musyawarah para wakil justru Indonesia banget.

Ili : Jadi menurut elo, DPRD layak memilih kepala daerah?

Iin : Sangat layak Mas. Tapi bukan DPRD yang terpilih dengan UU Pemilu ini.

Ili : Maksudnya?

Iin : Merubah prosedur pemilihan kepala daerah dalam RUU Pilkada harus diikuti dengan perubahan UU Pemilu DPRD.

Ili : Jadi Presiden SBY tidak punya kepentingan dalam RUU Pilkada?

Iin : Jelas tidak. Kan sebentar lagi pelantikan Presiden baru.

Ili : Hmmmmm……elo ntar bayar angkot ya?

Iin : Bu Minah bilang gak ada kembalian. Utang gue malah masih banyak.




Sumber : http://ift.tt/WQrNoU

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz