Koalisi Permanen atau Pemanen?
Untuk Indonesia yang lebih baik dan demi nama rakyat, kata masing-masing wakil rakyat [entah rakyat yang mana] yang saat Pileg dan Pilpres sibuk dan intens sekali menyuarakan janji sorga pada kita, yang kian ke sini, kian kita ketahui bahwa itu hanyalah suara koar-koar yang menggaung di padang pasir. Lenyap. Hilang. Tak berbekas. Semua janji bagaikan kaleng bekas. Sampah!
Kalau semasa Pileg dan Pilres mereka sibuk menyuarakan janji sejahtera pada kita, kini bukti menunjukkan fakta bahwa mereka kini [sedang] sibuk pasang strategi demi kesejahteraan kelompok dan diri pribadi. Lagi getol mengamankan kursi.
Muslihat koalisi kian membiaskan niat ‘kebaikan’ demi rakyat ini. Mulai dari UU MD3 yang telah menjadi UU no. 17 tahun 2014 agar tak gampang tersentu oleh Pemburu Pejabat Korupsi (baca: KPK) hingga main-main BBM bersubsidi. Merasa terusik oleh mesin transisi hingga mengukuhkan diri menjadi koalisi abadi. Padahal banyak ahli mengakui bahwa koalisi abadi tidak sesuai dengan demokrasi yang mereka teriakan sendiri. Koalisi Merah-Putih hanyalah sebuah konspirasi.
MD3 seolah alat agar KPK dilemahkan. Biar anggota dewan yang terhormat tidak gampang dijerat. Bahkan kini UU Pilkada mulai digoyang. Katanya walau tak menguasai pemerintahan yang penting berkuasa di Gedung DPR Senayan.
Usai MD3 menjadi bahasan, Priyo Agung katakan, “Koalisi Merah-Putih adalah kemenangan pertama. MD3 adalah kemenangan kedua. Dan kita tunggu kemenangan ketiga (Pilpres_kala itu).” Namun kemenangan ketiga yang ditunggu sudah berlalu. Berbagai cara harus ditempuh. Titah rakyat kini menjadi abu-abu.
UU Pilkada adalah konspirasi Koalisi Merah-Putih untuk mengamankan kekuasaan hingga daerah paling bawah. Tentu dengan begitu pejabat yang dipilih adalah yang sesuai selera mereka. Seperti Demokrat yang hobi memelihara menteri sekelas Jero Wacik yang sangat bijaksana.
Banyak pejabat yang katanya wakil rakyat [sekali lagi, entah rakyat yang mana] adalah orang-orang pilihan_pilihan KPK_banyak berada di koalisi Merah-Putih yang sekarang mandek berkoar-koar akan janji manis karena tak terpilih.
Rakyat Indonesia adalah rakyat yang cerdas saya rasa. Gaya OrBa atau strategi adu domba ala kolonial Belanda sudah kadaluarsa. Tampuk kekuasaan ada di tangan kita_rakyat Indonesia_bukan koalisi yang memutar fakta sejarah. Yang hendak merenggut ruh demokrasi dengan mengubah UU Pilkada yang dulu mereka tolak [katanya] demi kita. Mengapa setelah kalah, kita tak lagi menjadi prioritas utama?
Sumber : http://ift.tt/1CJzT3O