Suara Warga

Geliat Sesat Pansus Pilpres di DPR

Artikel terkait : Geliat Sesat Pansus Pilpres di DPR

(ilustrasi: springfieldart.museum) (ilustrasi: springfieldart.museum)



Walau sekadar rekomendasi dari Komisi II DPR. Geliat sesat pembentukan Pansus Pilpres 2014 mulai terlihat. Pembahasan yang berujung fihak PDI-P menolak rekomendasi Pansus Pilpres ini terkesan diada-adakan. Ketok palu MK akan gugatan Koalisi Merah Putih pimpinan Prabowo yang ditolak. Sepertinya tidak membuat anggota Koalisi Merah Putih tinggal diam. Mungkin atas semua lobi dan permainan belakang layar, wacana Pansus Pilpres saat ini menapaki tahap rekomendasi. Pansus ini nantinya akan (kembali) melakukan penyelidikan terkait kecurangan dalam Pilpres.

“Komisi II DPR merekomendasikan pembentukan pansus pilpres dilakukan untuk melakukan penyelidikan terkait data-data pemilih, proses penghitungan dan pergerakan suara dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) ke KPU, serta penggunaan anggaran hingga IT yang digunakan,” kata Ketua Komisi II Agun Gunandjar Sudarsa ketika membacakan kesimpulan rapat. (berita: kompas.com)

Saat kita semua merasa Pilpres telah usai saat ketok palu MK menolak gugatan. Tapi tidak bagi mereka, Komisi II yang dengan bangga menenteng kata ‘Wakil Rakyat’ dalam jabatannya. Rakyat yang mana? Saat publik pusing menggoreng anggaran keluarga yang membengkak seiring naiknya BBM dan LPG. Saat publik siap menyongsong dan mengkritisi pemerintahan baru. Saat kita masih berharap ada perbaikan di negri ini. Mereka yang menyebut diri mereka ‘Wakil Rakyat’ masih bergeliat sesat mencoba (kembali) menyelidiki kecurangan TSM di Pilpres. Lihat saja hasil karya ‘menyelidiki’ di Pansus Century yang nol hasil signifikan. Sudah lama dan terkatung-katung, Pansus Century seolah menggeliat mendekati ‘kematiannya’.

Kini dengan sigap DPR ingin mencoba gaya ‘menyelidik’ lagi hal yang telah nyata diselidiki pada gugatan ke MK dahulu. Serupa dagelan yang coba dipentaskan ramai-ramai anggota Komisi II DPR ini. Motifnya berbau kepentingan politis dan non-pro rakyat. Namun toh, ada beberapa motif yang lagi-lagi tercium dari rekomendasi pembentukan Pansus Pilpres ini.

Yang pertama adalah kepentingan politis kubu Prabowo. Sudah menjadi rahasia umum, jika koalisi gemuk Prabowo adalah mayoritas di DPR. Dengan ‘hanya’ PDI-P, Hanura, dan PKB menjadi ‘kawan’. Koalisi dari kubu Jokowi memang rentan ‘di-bully’ secara politis. Lihat saja ‘bully politis’ ini pertama muncul dalam wacana RUU Perubahan MPR, DPD, dan DPRD (RUU MD3). RUU MD3 ini intinya akan mengimpotensi hak PDI-P untuk menunjuk ketua DPR. Dan ‘bully politis’ ini pun berlanjut dengan wacana Pansus Pilpres. Sempat disangka wacana dagelan semata. Ternyata sudah sampai tahap rekomendasi. Publik umum mungkin tidak mengikuti semua berita rapat di DPR. Tapi dengan jelas melihat amisnya kepentingan politik. Apalagi setelah gugatan Koalisi Merah Putih Prabowo ditolak di PTUN.

Kedua, adalah motif tidak pro-rakyat. Pembentukan Pansus seperti sudah menjadi stigma di fikir publik, adalah proyek ‘lembur’ anggota DPR. Lihat saja Pansus Century yang dasar kerjanya ‘menyelidiki’ ala DPR. Pansus ini menghamburkan anggaran 2,7 miliar. Pansus Century bentukan tahun 2009 ini, toh hasilnya tidak signifikan. Dan terkesan malah hambar. Apalagi jika memang akan dibentuk Pansus Pilpres 2014 nanti. Berapa miliar lagi duit rakyat terhamburkan? Apa masih kurang gaji DPR plus-plus yang selama ini diterima? Fikir publik mungkin sudah antipati pada kinerja DPR. Serupa ucapan Gus Dur dulu yang menyebut anggota DPR adalah serupa anak TK. Dagelan Pansus Pilpres 2014 serupa seorang anak merengek meminta permen (ditambah).

Sudahlah, publik sudah pusing (muak) membahas kecurangan Pilpres yang dituduhkan. Bukti atau faktanya? Yang katanya Terstruktur, Sistematis dan Masif hanya hiasan orasi saja. Serupa propaganda penyulut jiwa-jiwa yang tersesat untuk menggugat. Menggugat sesuatu yang nisbi nilai faktanya. Geliat-geliat rasa tidak puas dan anti legowo pihak Koalisi Merah Putih Prabowo memang belum padam. Fikir dan hati mereka sudah membatu dengan menuduh dan menggugat. Menuduh sesuatu yang dianggap ‘konspirasi’ non-sense. Menggugat kecurangan yang ternyata hanya sekadar ucapan dan katanya.

Let It Go Wo…

Salam,

Solo. 01 September 2014

09:39 pm




Sumber : http://ift.tt/Y5TLhM

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz