Surat Buat Jokowi-JK; Titik Terang Menteri Agama ke Depan
TITIK TERANG CALON MENTERI AGAMA
Oleh; Ali Hasan Siswanto
Koalisi tanpa syarat sebagai batas kepemimpinan Jokowi-JK akan diuji secara langsung oleh public Indonesia. Apakah realitas ideal politik atau hanya sekedar market popularitas dalam pencalonannya. Mengingat kultur politik Indonesia di kenal dengan bagi-bagi kekuasaan sebagai konpensasi pada para partai politik pendukung. Pada taraf ini kepemimpinan Jokowi-JK harus mencerminkan kepemimpinan rakyat bukan kepemimpinan golongan partai politik tertentu.
Politik dagang sapi yang selama ini dipertontonkan jarang menyisakan problem korupsi para pejabat. Keterwakilan partai politik dalam jabatan menteri, setidaknya era kepemimpinan SBY terjerat prilaku koruptif. Hal ini, dikarenakan politik daganng sapi akan melahirkan jabatan menteri sebagai sapi perah partai politik. Tapak tilas kementerian selama ini menjadi pelajaran penting bagi Jokowi-JK untuk penyusunan kabinetnya. Oleh karena itu, salah satu tugas dasar Jokowi-JK yang dipastikan menang oleh KPU sebelum keluarnya keputusan MK adalah penyusunan kabinet yang bermartabat. Kabinet profesional dan memiliki integritas akan mengangkat pamor kinerja Jokowi-JK kedepan, bukan sekedar keterwakilan parpol (jawa pos, 26 Juli).
Profesional dan Integritas menuju Indonesia Bermartabat
Upaya Jokowi-JK menyusun kabinet bermartabat. profesional dan memiliki integritas dilakukan dengan cara menjaring berbagai masukan dari masyarakat. Langkah ini mendapatkan apresiasi semua lapisan masyarakat, karena dengan demikian diharapkan munculnya putra bangsa yang siap mengabdikan keahliannya dsebagai menteri untuk membangun bangsa yang bermartabat.
Kementerian yang mendapat sorotan tajam adalah kementerian agama. Kementerian ini dianggap sebagai kementerian yang sarat dengan praktif korupsi dan perilaku culas yang tidak mencerminkan perilaku agamawan. Sesuai dengan ketentuan kriteria Menteri Agama erapemeeintahan Jokowi-Jusuf Kalla yang disampaikan Juru bicara Jusuf Kalla, Poempida Hidayatulloh bahwa kriteria Menteri Agama secara umum harus disegani dan diterima oleh semua kelompok agama dan golongan lapisan masyarakat. hal ini didasari oleh banyaknya agama dan kompleksitas keberagamaan Indonesia.
Islam sebagai agama mayoritas bangsa Indonesia harus mampu menaungi agama yang lain. perjalanan menteri agama yang selalu dijabat oleh orang dengan identitas agama islam sebagai bukti bahwa agama islam mampu bersanding dengan agama lain dengan prinsip bahu membahu dan beraikap toleran. pada taraf ini islam sebgai agama menjadi bukti rahmatan lilalamin bagi semua.
Penunjukan menteri agama yang berlatar belakang agama islam masih memiliki sisa persoalan keberagamaan didalamnya. Paling tidak posisi menteri agama dihadapkan pada dua keompok keberagamaan terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Apabila berasal dari kalangan Nahdliyin, maka ia dituntut mampu berdialog dengan muhammadiyah, begitu juga sebaliknya. Selain berdialog juga harus mampu mengayomi kelompok-kelompok di internal umat islam maupun kelompok-kelompok agama lain. Oleh karena itu profesionalitas, Integritas dan kredibilitas menjadi pertimbangan utama menentukan Menteri Agama
Sejauh ini yang nama-nama yang berkibar dan dipandang layak untuk mengisi posisi Menteri Agama adalah Azyumardi Azra (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), HM Ridwan Nasir (Mantan Rektor IAIN (Sekarang UIN) Sunan Ampel Surabaya/Wakil Rais Syuriah PWNU Jatim), Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama yang sekarang), dan Siti Musdah Mulia (Intelektual Muslim Perempuan/Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Melihat empat nama tersebut, Jokowi telah memastikan bahwa Menteri Agama dari kalangan Ahlussunnah Waljamaah atau Nahdlatul Ulama (NU) bila dirinya mendapat mandat dari rakyat jadi presiden. Menurut penulis, dari empat nama tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Azyumardi Azra adalah sosok ilmuwan yang dibuktikan dengan dirinya sebagai Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan beliau tinggal di Jakarta yang dekat dengan media cetak dan elektronik sehingga popular di kalangan masyarakat. Realitas yang sama dialami oleh Siti Musdah Mulia yang juga seorang Intelektual Muslim Perempuan dengan predikat Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Namun kedua tokoh tersebut menemukan resistensi dari kalangan pesantren sebagai basis keagamaan rakyat Indonesia. Azyumardi Azra yang selama ini menjaga jarak dengan dunia pesantren tidak akan mampu berdialog dengan dialog bermartabat dengan irama pesantren yang mayoritas Nahdliyin. Sedangkan Siti Musdah Mulia adalah perempuan yang masih dalam perdebatan controversial di kalangan pesantren dan akademisi muslim Indonesia tentang keabsahan kepemimpiinan perempuan. Pada taraf ini, kedua tokoh tersebut tidak mungkin mampu menopang efektifitas kepemimpinan Jokowi-JK kedepan.
Berbeda dengan Lukman Hakim Saifuddin yang populer di kalangan masyarakat semenjak penunjukannya sebagai Menteri Agama sekarang yang menggantikan Suryadharma Ali yang diduga terjerat kasus korupsi. Ini menjadi bukti bahwa penunjukkan Lukman Hakim Saifuddin dengan latar belakang partai politik yang sama dengan Suryadharma Ali adalah bagian dari konpensasi politik. Apalagi bacgroud partai politik Lukman Hakim Saifuddin tidak mendukung pencalonan Jokowi-Jk. Pada taraf ini, Lukman Hakim akan menjadi batu sandungan bagi kepemimpinan Jokowi-JK.
Berbeda dengan ketiga tokoh diatas, Prof. Dr. H.M Ridlwan Nasir yang memiliki bacgroud populis di seluruh lapisan masyarakat. Beliau adalah seorang ilmuwan dengan predikat gelar akademik sebagai Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya. Mauidhoh (Teori) dan uswah (praktik) keberagamaan menjadi alur keberagamaan masyarakat di sekitarnya. Selain sebagai ilmuan, beliau juga sebagai manajer yang mempu menjalankan roda pemerintahan secara apik dan bermartabat. Hal ini dibuktikan dengan dua periode kepemimpinan beliau sebagai rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Berdasarkan salah satu kriteria Menteri Agama yang dipatok Jokowi harus berasal dari kalangan Nahdliyin, maka beliaqu adalah sosok yang mengabdikan kehidupannya demi kemaslahatan umat melalui NU, mulai dari Tanfidiyah maupun Syuriah, dan sampai saat ini beliau sebagai Wakil Rais Syuriah PWNU Jawa Timur sebagai basis kalangan Nahdliyyin. Selain alasan diatas yang menjadikan Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir menjabat sebagai Menteri Agama, terdapat beberapa rekam jejak yang juga patut dipertimbangkan yaitu sebagai team seleksi KPU pusat dan tercatat pada tahun 2002 mengikuti diklat kepemimpinan tingkat nasional di KSA Lemhannas X.
Sosok Moderat dan Toleran
Kelayakan Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir sebagai Menteri Agama juga ditopang oleh paham dan sikap keagamaannya yang moderat dan toleran. Berdiri di atas semua golongan dan perbedaan baik inter agama maupun antar agama. Paham dan sikap ini ditempa di lingkungan pondok pesantren. Beliau dilahirkan di lingkungan pesantren yang sarat dengan muatan agama toleran dan rahmatan lilalamin. Beliau tercatat sebagai salah satu alumni senior pondok pesantren Tebuireng Jombang. Pesantren dengan kharisma KH.Hasyim Asyari ini telah melahirkan tokoh fenomenal sepanjang abad Indonesia ini dengan sikap toleransi keberagamaannya yaitu Abdurrahman Wahid. Jejak pemahaman Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir tidak jauh berbeda dengan guru-gurunya yang berdiri di atas semua golongan dan memperhatikan kelompok atau golongan marjinal.
Perpaduan pengalaman manajerial birokrasi, integritas, kapabelitas, profesionalitas diri dan praktik intelektualitas keberagamaan yang moderat menjadi pertimbangan penting untuk menempatkan Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir sebagai Menteri Agama Republik Indonesia. Jika Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, maka semua lapisan masyarakat yang memiliki ideolog moderat akan mendukung beliau untuk menjaga keberlangsungan NKRI dan menciptakan Indonesia sebagai Negara yang bermartabat di mata dunia.
Akhirnya, otoritas menunjuk calon pengisi jabatan Menteri Agama dalam kabinet mendatang berada di tangan Jokowi-JK. Tapi penulis yakin, Jokowi-JK akan memilih secara tepat untuk Islam keindonesiaan dengan empat pilar kebangsaan.
Penikmat MOROLOGI dan filsafat moral politik
Sumber : http://ift.tt/1v2kJoT
Oleh; Ali Hasan Siswanto
Koalisi tanpa syarat sebagai batas kepemimpinan Jokowi-JK akan diuji secara langsung oleh public Indonesia. Apakah realitas ideal politik atau hanya sekedar market popularitas dalam pencalonannya. Mengingat kultur politik Indonesia di kenal dengan bagi-bagi kekuasaan sebagai konpensasi pada para partai politik pendukung. Pada taraf ini kepemimpinan Jokowi-JK harus mencerminkan kepemimpinan rakyat bukan kepemimpinan golongan partai politik tertentu.
Politik dagang sapi yang selama ini dipertontonkan jarang menyisakan problem korupsi para pejabat. Keterwakilan partai politik dalam jabatan menteri, setidaknya era kepemimpinan SBY terjerat prilaku koruptif. Hal ini, dikarenakan politik daganng sapi akan melahirkan jabatan menteri sebagai sapi perah partai politik. Tapak tilas kementerian selama ini menjadi pelajaran penting bagi Jokowi-JK untuk penyusunan kabinetnya. Oleh karena itu, salah satu tugas dasar Jokowi-JK yang dipastikan menang oleh KPU sebelum keluarnya keputusan MK adalah penyusunan kabinet yang bermartabat. Kabinet profesional dan memiliki integritas akan mengangkat pamor kinerja Jokowi-JK kedepan, bukan sekedar keterwakilan parpol (jawa pos, 26 Juli).
Profesional dan Integritas menuju Indonesia Bermartabat
Upaya Jokowi-JK menyusun kabinet bermartabat. profesional dan memiliki integritas dilakukan dengan cara menjaring berbagai masukan dari masyarakat. Langkah ini mendapatkan apresiasi semua lapisan masyarakat, karena dengan demikian diharapkan munculnya putra bangsa yang siap mengabdikan keahliannya dsebagai menteri untuk membangun bangsa yang bermartabat.
Kementerian yang mendapat sorotan tajam adalah kementerian agama. Kementerian ini dianggap sebagai kementerian yang sarat dengan praktif korupsi dan perilaku culas yang tidak mencerminkan perilaku agamawan. Sesuai dengan ketentuan kriteria Menteri Agama erapemeeintahan Jokowi-Jusuf Kalla yang disampaikan Juru bicara Jusuf Kalla, Poempida Hidayatulloh bahwa kriteria Menteri Agama secara umum harus disegani dan diterima oleh semua kelompok agama dan golongan lapisan masyarakat. hal ini didasari oleh banyaknya agama dan kompleksitas keberagamaan Indonesia.
Islam sebagai agama mayoritas bangsa Indonesia harus mampu menaungi agama yang lain. perjalanan menteri agama yang selalu dijabat oleh orang dengan identitas agama islam sebagai bukti bahwa agama islam mampu bersanding dengan agama lain dengan prinsip bahu membahu dan beraikap toleran. pada taraf ini islam sebgai agama menjadi bukti rahmatan lilalamin bagi semua.
Penunjukan menteri agama yang berlatar belakang agama islam masih memiliki sisa persoalan keberagamaan didalamnya. Paling tidak posisi menteri agama dihadapkan pada dua keompok keberagamaan terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Apabila berasal dari kalangan Nahdliyin, maka ia dituntut mampu berdialog dengan muhammadiyah, begitu juga sebaliknya. Selain berdialog juga harus mampu mengayomi kelompok-kelompok di internal umat islam maupun kelompok-kelompok agama lain. Oleh karena itu profesionalitas, Integritas dan kredibilitas menjadi pertimbangan utama menentukan Menteri Agama
Sejauh ini yang nama-nama yang berkibar dan dipandang layak untuk mengisi posisi Menteri Agama adalah Azyumardi Azra (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), HM Ridwan Nasir (Mantan Rektor IAIN (Sekarang UIN) Sunan Ampel Surabaya/Wakil Rais Syuriah PWNU Jatim), Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama yang sekarang), dan Siti Musdah Mulia (Intelektual Muslim Perempuan/Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Melihat empat nama tersebut, Jokowi telah memastikan bahwa Menteri Agama dari kalangan Ahlussunnah Waljamaah atau Nahdlatul Ulama (NU) bila dirinya mendapat mandat dari rakyat jadi presiden. Menurut penulis, dari empat nama tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Azyumardi Azra adalah sosok ilmuwan yang dibuktikan dengan dirinya sebagai Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan beliau tinggal di Jakarta yang dekat dengan media cetak dan elektronik sehingga popular di kalangan masyarakat. Realitas yang sama dialami oleh Siti Musdah Mulia yang juga seorang Intelektual Muslim Perempuan dengan predikat Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Namun kedua tokoh tersebut menemukan resistensi dari kalangan pesantren sebagai basis keagamaan rakyat Indonesia. Azyumardi Azra yang selama ini menjaga jarak dengan dunia pesantren tidak akan mampu berdialog dengan dialog bermartabat dengan irama pesantren yang mayoritas Nahdliyin. Sedangkan Siti Musdah Mulia adalah perempuan yang masih dalam perdebatan controversial di kalangan pesantren dan akademisi muslim Indonesia tentang keabsahan kepemimpiinan perempuan. Pada taraf ini, kedua tokoh tersebut tidak mungkin mampu menopang efektifitas kepemimpinan Jokowi-JK kedepan.
Berbeda dengan Lukman Hakim Saifuddin yang populer di kalangan masyarakat semenjak penunjukannya sebagai Menteri Agama sekarang yang menggantikan Suryadharma Ali yang diduga terjerat kasus korupsi. Ini menjadi bukti bahwa penunjukkan Lukman Hakim Saifuddin dengan latar belakang partai politik yang sama dengan Suryadharma Ali adalah bagian dari konpensasi politik. Apalagi bacgroud partai politik Lukman Hakim Saifuddin tidak mendukung pencalonan Jokowi-Jk. Pada taraf ini, Lukman Hakim akan menjadi batu sandungan bagi kepemimpinan Jokowi-JK.
Berbeda dengan ketiga tokoh diatas, Prof. Dr. H.M Ridlwan Nasir yang memiliki bacgroud populis di seluruh lapisan masyarakat. Beliau adalah seorang ilmuwan dengan predikat gelar akademik sebagai Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya. Mauidhoh (Teori) dan uswah (praktik) keberagamaan menjadi alur keberagamaan masyarakat di sekitarnya. Selain sebagai ilmuan, beliau juga sebagai manajer yang mempu menjalankan roda pemerintahan secara apik dan bermartabat. Hal ini dibuktikan dengan dua periode kepemimpinan beliau sebagai rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Berdasarkan salah satu kriteria Menteri Agama yang dipatok Jokowi harus berasal dari kalangan Nahdliyin, maka beliaqu adalah sosok yang mengabdikan kehidupannya demi kemaslahatan umat melalui NU, mulai dari Tanfidiyah maupun Syuriah, dan sampai saat ini beliau sebagai Wakil Rais Syuriah PWNU Jawa Timur sebagai basis kalangan Nahdliyyin. Selain alasan diatas yang menjadikan Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir menjabat sebagai Menteri Agama, terdapat beberapa rekam jejak yang juga patut dipertimbangkan yaitu sebagai team seleksi KPU pusat dan tercatat pada tahun 2002 mengikuti diklat kepemimpinan tingkat nasional di KSA Lemhannas X.
Sosok Moderat dan Toleran
Kelayakan Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir sebagai Menteri Agama juga ditopang oleh paham dan sikap keagamaannya yang moderat dan toleran. Berdiri di atas semua golongan dan perbedaan baik inter agama maupun antar agama. Paham dan sikap ini ditempa di lingkungan pondok pesantren. Beliau dilahirkan di lingkungan pesantren yang sarat dengan muatan agama toleran dan rahmatan lilalamin. Beliau tercatat sebagai salah satu alumni senior pondok pesantren Tebuireng Jombang. Pesantren dengan kharisma KH.Hasyim Asyari ini telah melahirkan tokoh fenomenal sepanjang abad Indonesia ini dengan sikap toleransi keberagamaannya yaitu Abdurrahman Wahid. Jejak pemahaman Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir tidak jauh berbeda dengan guru-gurunya yang berdiri di atas semua golongan dan memperhatikan kelompok atau golongan marjinal.
Perpaduan pengalaman manajerial birokrasi, integritas, kapabelitas, profesionalitas diri dan praktik intelektualitas keberagamaan yang moderat menjadi pertimbangan penting untuk menempatkan Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir sebagai Menteri Agama Republik Indonesia. Jika Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, maka semua lapisan masyarakat yang memiliki ideolog moderat akan mendukung beliau untuk menjaga keberlangsungan NKRI dan menciptakan Indonesia sebagai Negara yang bermartabat di mata dunia.
Akhirnya, otoritas menunjuk calon pengisi jabatan Menteri Agama dalam kabinet mendatang berada di tangan Jokowi-JK. Tapi penulis yakin, Jokowi-JK akan memilih secara tepat untuk Islam keindonesiaan dengan empat pilar kebangsaan.
Penikmat MOROLOGI dan filsafat moral politik
Sumber : http://ift.tt/1v2kJoT