Suara Warga

Sistem Hukum Penal tak Kokoh dalam Pemberantasan Korupsi

Artikel terkait : Sistem Hukum Penal tak Kokoh dalam Pemberantasan Korupsi

Korupsi dan Partai Politik, merupakan suatu kalimat yang pas jika berbicara mengenai hubungan sebab-akibat dalam korupsi. Banyak sudah terjadi peristiwa kasus korupsi yang disebabkan oleh anggota partai politik dalam era demokrasi. Penegakan hukum dan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta pembentukan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), layaknya obat yang bekerja untuk mengobati atau mencegah kerusakan imunitas negara. Karena Indonesia saat ini telah diancam sakit berkepanjangan akibat sistem demokrasi yang tak kunjung bersih dari kuman.

Namun dengan munculnya obat tersebut, apakah korupsi bisa dibasmi dan negara bisa menjadi sehat?. Rasanya memang naif jika terlalu berharap untuk menyelesaikan kasus demi kasus korupsi dengan mengharapkan hukum Indonesia saat ini. Koruptor dari partai politik memang sudah banyak yang dijerat hukum. Tapi apakah dengan penangkapan para koruptor dari partai politik akan mengakibatkan jera bagi tempat mereka sebelumnya bernaung. Jawabannya adalah tidak, ketika melihat para koruptor dari partai politik semakin berlomba-lomba untuk melakukan kejahatan terlembaga tersebut (Korupsi).

Dasariah hukum di Indonesia saat ini dengan tidak jeranya para koruptor adalah sistem hukum penal yang dipakai oleh negara. Sistem hukum penal dari buku yang ditulis oleh Haryatmoko tentang Etika Politik dan Kekuasaan adalah suatu sistem hukum yang lebih menakankan individu sebagai subjek atau pelaku korupsi dibanding dengan tempat mereka bernaung yakni partai politik, organisasi, korps serta institusi. Para pelaku diadili sedemikian rupa, tetapi partai politik tempat mereka bernaung luput dari masalah hukum. Akibatnya, tak ada pembelajaran yang ditarik oleh sutu partai politik tersebut, bahkan sebab-akibat yang ditimbulkan bisa saja dari partai politik tersebut. Misalnya, korupsi dilakukan pelaku untuk meningkatkan keuangan partai disamping biaya mahal demokrasi.

Para pelaku korupsi yang rata-rata berorientasi pada kebutuhan hidup dan pola konsumsi menjadikan suatu partai politik menjadi kendaraan untuk mengeruk pundi-pundi rupiah negara demi keuntungan mereka sendiri maupun partai politik. Sistem hukum penal, yang diterapkan oleh negara tak mampu membendung praktek korupsi tersebut karena hanya menghukum pelaku saja, tanpa memberi sanksi bagi partai politik di dalamnya. Apakah dengan sistem hukum ini, pemberantasan korupsi bisa digencarkan dan Indonesia menjadi bersih dari korupsi. Cita-cita tersebut merupakan tanggung jawab bagi penyelanggara negara atau kita sebagai masyarakat didalamnya untuk memperbaiki bahkan merubah sebuah sistem hukum penal yang dianggap telah gagal untuk meberantas korupsi di Ibu Pertiwi.




Sumber : http://ift.tt/1vzYd62

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz