Do’a kami bagi Indonesia tentang JOKOWI.
Gambar kreasi dari sumber yang jelas.
Do’a kami bagi Indonesia tentang JOKOWI.
Jangan tanya dari mana asal dan alasannya bila kemudian muncul satu keyakinan. Satu keyakinan yang mendasari satu dikap untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Keyakinan yang muncul ini memang hanya berdasarkan satu rangkaian pengalaman hidup yang tercatat sampai lebih dari setengah abad.
Pengalaman hidup yang akan begitu saja menjawab pertanyaan bahwa binatang itu seekor cicak walaupun baru melihat ujung ekornya yang bergerak. Pengenalan secara empiris membuat sebuah keyakinan muncul dan menjadi sebuah hipotesa yang diyakini kebenarannya.
Begitu pula tentang Tokoh Joko Widodo.
Tohoh yang melejit dengan membawa berbagai kontroversi, popularitas yang tidak sebanding dengan peran yang pernah dilakukan. Tokoh yang misterius karena semua yang mengarah pada sosok dirinya menjadi bercabang.
Akan tetapi, kalau kebetulan seseorang yang hidup dan mengalami apa yang terjadi di Indonesia pada tahun 1963 – 1965 khususnya di Jawa Tengah. Lebih khusus lagi bila orang tersebut hidup dan dibesarkan dikalangan ulama Nahdlatul Ulama yang tinggal dekat dengan basis-basis kekuatan Partai Komunis Indonesia dan sepak terjang Barisan Tani Indonesia (BTI), Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dan Pemuda Rakyat (PR) yang menjadi tulang punggung kekuatan PKI pada basis akar rumput. Begitu lekatnya gerak-gerik PKI yang pernah menjadi ancaman bagi hidupnya bahkan hanya dengan sedikit ciri yang ditunjukkan bau PKI pasti sudah tercium.
Saat begitu gencar kampanye hitam yang ditujukan bagi Jokowi, bahwa Jokowi anak Cina yang punya nama Oey Hong Liong, atau nama asli Jokowi yang Wie Jo Koh yang leluhurnya bernama Wie Jok Nyam semua adalah berita bohong semata. Tapi yang mengherankan mengapa berita bohong itu dipelihara sampai mendekati masa Pemilihan Presiden ?
Kalau pihak Jokowi mau, dalam waktu 2 x 24 jam, kampanye hitam pasaran itu akan bisa dibantah dan dibersihkan tanpa bekas, tapi mengapa justru dipelihara? apakah hanya digunakan untuk menempatkan Jokowi sebagai yang terdzalimi? Ternyata jawabnya adalah TIDAK !
Kalau pada tahun 1963 – 1965, para aktivis PKI dan organisasi sayapnya, sangat menonjol ditengah masyarakat di Jawa Tengah dengan penuh kebanggaan, sering melakukan intimidasi terhadap orang kecil yang bukan PKI maka pada awal ORDE BARU mereka sembunyi dengan berpindah tempat dan mengganti nama.Sebagian dari mereka adalah Golongan B, karena Golongan A tidak mungkin menyembunyikan diri. Sedangkan golongan C, justru yang paling banyak ditangkapi karena mereka hanya ikut-ikutan dan tidak bisa berbuat banyak.
Tahun 1985, kembali ada screening bebas G 30 S PKI , anak seorang nahdliyyin yang banyak berhadapan secara langsung dengan kegarangan PKI, yang ayahandanya menjadi target pembantaian PKI itu, kemudian mandapat amanah ikut melakukan screening diinstansi tempatnya bekerja. Data orang-orang terlibat PKI yang tercatat di KODIM, terpampang dihadapan matanya. Ada nama Gerwani golongan C dan PKI golongan B. Nam-nama itu ternyata adalah nama mertua, sahabat dekatnya yang ia yakini jauh dari ideology PKI.
Sangat mengenal PKI dan anak PKI seperti mengenal seekor cicak walaupun baru melihat ujung ekornya kemudian meyakini bahwa itu adalah cicak. Walaupun sejak Presiden Gus Dur, PKI sudah direhabilitasi. Tapi bagi saksi hidup dan yang merasakan langsung pahitnya intimidasi PKI, terhadap kalangan santri. ( Yang tidak dirasakan oleh Gus Dur karena masa itu tinggal di luar negeri ) tidak akan pernah melupakan bahwa kembalinya PKI berarti ancaman bagi kalangan santri.
Tulisan ini sama sekali bukan menghakimi atau menuduh, tapi hanya merupakan satu bentuk intuisi yang terjadi karena adanya kontak berkelanjutan atas sebuah kejadian yang secara empiris menyimpulkan bahwa apa yang terjadi pada nama Wijiatno alias Noto Miharjo dan apa yang dilakukan oleh Joko Widodo selama ini serta cara duduk dan tatapan mata Sujiatmi sama bentuk dan bangunya dengan apa yang dihadapi saat berhadapan dengan keluarga PKI golongan B.
Tapi manusia itu hanya ciptaan Tuhan, bahkan Sahabat Umar Bin Chattab pun semula adalah kafir Qurais yang memusuhi Rasulullah. Bila Allah memberikan hidayah, apapun akan terjadi qun faya qun.
Akan tetapi tidak bagi CSIS, sebagai sebuah lembaga kajian yang didirikan dengan maksud serta tujuan mencari inovasi yang mengkhususkan untuk memojokkan Islam melalui Program de Islamisasi, CSIS adalah wadah bagi Abu Lahhab- Abu Lahhab modern.
Kami hanya bisa berdo’a semoga Allah berkenan mengeluarkan Joko Widodo dari kelompok Abu Lahhab Modern, dan memberikan hidayah untuk menjadi Muslim yang benar. Dan mengeluarkan Indonesia dari kungkungan Konglomerat Hitam / Taypan Hoakiau serta tekanan Adi Daya Amerika Serikat.
Salam Prihatin untuk Jokowi dan Indonesia.
Sumber : http://ift.tt/1kBi80I
Do’a kami bagi Indonesia tentang JOKOWI.
Jangan tanya dari mana asal dan alasannya bila kemudian muncul satu keyakinan. Satu keyakinan yang mendasari satu dikap untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Keyakinan yang muncul ini memang hanya berdasarkan satu rangkaian pengalaman hidup yang tercatat sampai lebih dari setengah abad.
Pengalaman hidup yang akan begitu saja menjawab pertanyaan bahwa binatang itu seekor cicak walaupun baru melihat ujung ekornya yang bergerak. Pengenalan secara empiris membuat sebuah keyakinan muncul dan menjadi sebuah hipotesa yang diyakini kebenarannya.
Begitu pula tentang Tokoh Joko Widodo.
Tohoh yang melejit dengan membawa berbagai kontroversi, popularitas yang tidak sebanding dengan peran yang pernah dilakukan. Tokoh yang misterius karena semua yang mengarah pada sosok dirinya menjadi bercabang.
Akan tetapi, kalau kebetulan seseorang yang hidup dan mengalami apa yang terjadi di Indonesia pada tahun 1963 – 1965 khususnya di Jawa Tengah. Lebih khusus lagi bila orang tersebut hidup dan dibesarkan dikalangan ulama Nahdlatul Ulama yang tinggal dekat dengan basis-basis kekuatan Partai Komunis Indonesia dan sepak terjang Barisan Tani Indonesia (BTI), Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dan Pemuda Rakyat (PR) yang menjadi tulang punggung kekuatan PKI pada basis akar rumput. Begitu lekatnya gerak-gerik PKI yang pernah menjadi ancaman bagi hidupnya bahkan hanya dengan sedikit ciri yang ditunjukkan bau PKI pasti sudah tercium.
Saat begitu gencar kampanye hitam yang ditujukan bagi Jokowi, bahwa Jokowi anak Cina yang punya nama Oey Hong Liong, atau nama asli Jokowi yang Wie Jo Koh yang leluhurnya bernama Wie Jok Nyam semua adalah berita bohong semata. Tapi yang mengherankan mengapa berita bohong itu dipelihara sampai mendekati masa Pemilihan Presiden ?
Kalau pihak Jokowi mau, dalam waktu 2 x 24 jam, kampanye hitam pasaran itu akan bisa dibantah dan dibersihkan tanpa bekas, tapi mengapa justru dipelihara? apakah hanya digunakan untuk menempatkan Jokowi sebagai yang terdzalimi? Ternyata jawabnya adalah TIDAK !
Kalau pada tahun 1963 – 1965, para aktivis PKI dan organisasi sayapnya, sangat menonjol ditengah masyarakat di Jawa Tengah dengan penuh kebanggaan, sering melakukan intimidasi terhadap orang kecil yang bukan PKI maka pada awal ORDE BARU mereka sembunyi dengan berpindah tempat dan mengganti nama.Sebagian dari mereka adalah Golongan B, karena Golongan A tidak mungkin menyembunyikan diri. Sedangkan golongan C, justru yang paling banyak ditangkapi karena mereka hanya ikut-ikutan dan tidak bisa berbuat banyak.
Tahun 1985, kembali ada screening bebas G 30 S PKI , anak seorang nahdliyyin yang banyak berhadapan secara langsung dengan kegarangan PKI, yang ayahandanya menjadi target pembantaian PKI itu, kemudian mandapat amanah ikut melakukan screening diinstansi tempatnya bekerja. Data orang-orang terlibat PKI yang tercatat di KODIM, terpampang dihadapan matanya. Ada nama Gerwani golongan C dan PKI golongan B. Nam-nama itu ternyata adalah nama mertua, sahabat dekatnya yang ia yakini jauh dari ideology PKI.
Sangat mengenal PKI dan anak PKI seperti mengenal seekor cicak walaupun baru melihat ujung ekornya kemudian meyakini bahwa itu adalah cicak. Walaupun sejak Presiden Gus Dur, PKI sudah direhabilitasi. Tapi bagi saksi hidup dan yang merasakan langsung pahitnya intimidasi PKI, terhadap kalangan santri. ( Yang tidak dirasakan oleh Gus Dur karena masa itu tinggal di luar negeri ) tidak akan pernah melupakan bahwa kembalinya PKI berarti ancaman bagi kalangan santri.
Tulisan ini sama sekali bukan menghakimi atau menuduh, tapi hanya merupakan satu bentuk intuisi yang terjadi karena adanya kontak berkelanjutan atas sebuah kejadian yang secara empiris menyimpulkan bahwa apa yang terjadi pada nama Wijiatno alias Noto Miharjo dan apa yang dilakukan oleh Joko Widodo selama ini serta cara duduk dan tatapan mata Sujiatmi sama bentuk dan bangunya dengan apa yang dihadapi saat berhadapan dengan keluarga PKI golongan B.
Tapi manusia itu hanya ciptaan Tuhan, bahkan Sahabat Umar Bin Chattab pun semula adalah kafir Qurais yang memusuhi Rasulullah. Bila Allah memberikan hidayah, apapun akan terjadi qun faya qun.
Akan tetapi tidak bagi CSIS, sebagai sebuah lembaga kajian yang didirikan dengan maksud serta tujuan mencari inovasi yang mengkhususkan untuk memojokkan Islam melalui Program de Islamisasi, CSIS adalah wadah bagi Abu Lahhab- Abu Lahhab modern.
Kami hanya bisa berdo’a semoga Allah berkenan mengeluarkan Joko Widodo dari kelompok Abu Lahhab Modern, dan memberikan hidayah untuk menjadi Muslim yang benar. Dan mengeluarkan Indonesia dari kungkungan Konglomerat Hitam / Taypan Hoakiau serta tekanan Adi Daya Amerika Serikat.
Salam Prihatin untuk Jokowi dan Indonesia.
Sumber : http://ift.tt/1kBi80I