Andai Jokowi yang Menggugat
Ada pertanyaan yang menganjal. Apakah tim Jokowi-JK, saat persidangan MK nanti juga akan membeberkan pelbagai kecurangan Pilpres yang mengakibatkan kerugian di pihak Jokowi-JK. Saya tidak tahu pasti. Bisa iya, bisa tidak. Pilihan keduanya bisa saja terjadi. Jika, iya, motifnya apa? toh sebagai pihak Terkait, terasa aneh jika meminta MK untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang atau Penghitungan Suara Ulang. Wong, sudah menang. Tapi jika tidak, apakah menutup atau membiarkan begitu saja beberapa kecurangan yang merugikan dirinya. Karena dianggap tidak penting lagi.
Sepengetahuan saya, tim Jokowi-JK sebelum tanggal 22 Juli 2014 telah menginventarisir beberapa bentuk kecurangan. Salah satu diantaranya menginventarisir dokumen formulir C1 yang aneh bin janggal. Dan formulir model C1 PPWP beserta lampirannya adalah alat bukti yuridis yang dapat dipergunakan dalam persidangan MK. Beberapa diantaranya, dapat kita tengok:
(gambar 1). Hasil penghitungan suara di TPS 17, Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, DKI. Prabowo-Hatta tertulis memperoleh 497 suara, dan Jokowi-JK memperoleh 193 suara. Tetapi mengapa jumlah suara sah 490 (?), seharusnya 690. Ada yang salah. Bisa jadi, KPPS salah menjumlahkannya. Di banyak TPS, kesalahan penjumlahan ini banyak ditemui. Tapi, mari kita lihat model C1 Plano (gambar 2), sebagai sumber data utama sebelum dipindahkan atau ditulis kembali di lampiran model C1.
Perolehan suara Prabowo-Hatta 297 dan Jokowi-JK memperoleh 193. Jika penulisannya benar di lampiran model C1, sudah klop jumlah suara sah 490. Tapi mengapa perolehan Prabowo Hatta yang mendapat 297 ditulis 497, atau bertambah 200 suara. Jadi pertanyaan, apakah saksi Agus Prasetyo yang mewakili Jokowi-JK, tidak mengajukan keberatan? Bagaimana bisa angka 2 (ratusan) ditulis 4 (ratusan).
Kita lihat lagi kejanggalan lain. (gambar 3). Hasil penghitungan suara di TPS 32, Kota Batu, Ciomas, Bogor. Prabowo-Hatta memperoleh 122 suara, dan Jokowi-JK memperoleh 192 suara. Tetapi mengapa jumlah suara sah 414 (?), seharusnya 314. Ah, mungkin petugas KPPS ngantuk jadi salah tulis.
Kita buka model C1 Plano (gambar 4). Perolehan suara Prabowo-Hatta 122 dan Jokowi-JK memperoleh 292. Bila berdasarkan data primer ini, maka jumlah suara sah memang 414. Kesalahannya perolehan sura Jokowi-JK yang mendapat 292 suara, ditulis menhadi 192 suara atau hilang 100 suara. Jadi pertanyaan, apakah saksi Esih S yang mewakili Jokowi-JK, tidak mengajukan keberatan?
Contoh kejanggalan lainnya di TPS 10, Pecekelan, Sapuran, Wonosobo, Jateng (gambar 5). Penulisan angka 1 (ratusan) pada perolehan suara Prabowo Hatta, nampak sekilas seperti angka 6 (ratusan). Bila saksi Suyanti tidak melakukan koreksi, bisa saja petugas PPS desa Pacekelan, akan merekap menjadi 6 bukan 1. Atau Prabowo Hatta bertambah 500 suara.
Lalu bagaimana kita bisa menafsirkan lampiran model C1 pada gambar 6. Suara Tidak Sah 410 lebih besar dari suara sah 328, bahkan lebih besar dari perolehan Jokowi-JK yang memperoleh 0 suara.
Di TPS 1, Rumah Kampung, Lawe Alas, Aceh Tenggara, jumlah suara sah 234 (gambar 7). Sementara pada form3 model C1, total suara sah 134 (gambar 8). Terjadi ketidakcocokan angka, atau ada penambahan 100 suara. Dan saya tidak tahu 100 suara itu ditambahkan kepada Prabowo atau Jokowi. Hanya model C1 Plano yang bisa menjawabnya.
Bila dicermati gambar 9, hasil penghitungan suara di TPS 5, Gerung, Mesanggok, Lombok Barat, NTB, ada bekas tipe-x, pada kolom ratusan. Baik perolehan Prabowo, Jokowi maupun suara sah.
Hampir sama dengan gambar 10, di Tanggamus, Lampung. Penulisan angka pada kolom Prabowo dan kolom Suara Sah, seperti dimodifikasi.
Beberapa contoh alat bukti di atas hanya sebagian kecil yang sudah diinventarisir. Tergantung kita menafsirkan masing-masing.
Salam Kompasiana
Sumber : http://ift.tt/1p5xqdT
Sepengetahuan saya, tim Jokowi-JK sebelum tanggal 22 Juli 2014 telah menginventarisir beberapa bentuk kecurangan. Salah satu diantaranya menginventarisir dokumen formulir C1 yang aneh bin janggal. Dan formulir model C1 PPWP beserta lampirannya adalah alat bukti yuridis yang dapat dipergunakan dalam persidangan MK. Beberapa diantaranya, dapat kita tengok:
(gambar 1). Hasil penghitungan suara di TPS 17, Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, DKI. Prabowo-Hatta tertulis memperoleh 497 suara, dan Jokowi-JK memperoleh 193 suara. Tetapi mengapa jumlah suara sah 490 (?), seharusnya 690. Ada yang salah. Bisa jadi, KPPS salah menjumlahkannya. Di banyak TPS, kesalahan penjumlahan ini banyak ditemui. Tapi, mari kita lihat model C1 Plano (gambar 2), sebagai sumber data utama sebelum dipindahkan atau ditulis kembali di lampiran model C1.
Perolehan suara Prabowo-Hatta 297 dan Jokowi-JK memperoleh 193. Jika penulisannya benar di lampiran model C1, sudah klop jumlah suara sah 490. Tapi mengapa perolehan Prabowo Hatta yang mendapat 297 ditulis 497, atau bertambah 200 suara. Jadi pertanyaan, apakah saksi Agus Prasetyo yang mewakili Jokowi-JK, tidak mengajukan keberatan? Bagaimana bisa angka 2 (ratusan) ditulis 4 (ratusan).
Kita lihat lagi kejanggalan lain. (gambar 3). Hasil penghitungan suara di TPS 32, Kota Batu, Ciomas, Bogor. Prabowo-Hatta memperoleh 122 suara, dan Jokowi-JK memperoleh 192 suara. Tetapi mengapa jumlah suara sah 414 (?), seharusnya 314. Ah, mungkin petugas KPPS ngantuk jadi salah tulis.
Kita buka model C1 Plano (gambar 4). Perolehan suara Prabowo-Hatta 122 dan Jokowi-JK memperoleh 292. Bila berdasarkan data primer ini, maka jumlah suara sah memang 414. Kesalahannya perolehan sura Jokowi-JK yang mendapat 292 suara, ditulis menhadi 192 suara atau hilang 100 suara. Jadi pertanyaan, apakah saksi Esih S yang mewakili Jokowi-JK, tidak mengajukan keberatan?
Contoh kejanggalan lainnya di TPS 10, Pecekelan, Sapuran, Wonosobo, Jateng (gambar 5). Penulisan angka 1 (ratusan) pada perolehan suara Prabowo Hatta, nampak sekilas seperti angka 6 (ratusan). Bila saksi Suyanti tidak melakukan koreksi, bisa saja petugas PPS desa Pacekelan, akan merekap menjadi 6 bukan 1. Atau Prabowo Hatta bertambah 500 suara.
Lalu bagaimana kita bisa menafsirkan lampiran model C1 pada gambar 6. Suara Tidak Sah 410 lebih besar dari suara sah 328, bahkan lebih besar dari perolehan Jokowi-JK yang memperoleh 0 suara.
Di TPS 1, Rumah Kampung, Lawe Alas, Aceh Tenggara, jumlah suara sah 234 (gambar 7). Sementara pada form3 model C1, total suara sah 134 (gambar 8). Terjadi ketidakcocokan angka, atau ada penambahan 100 suara. Dan saya tidak tahu 100 suara itu ditambahkan kepada Prabowo atau Jokowi. Hanya model C1 Plano yang bisa menjawabnya.
Bila dicermati gambar 9, hasil penghitungan suara di TPS 5, Gerung, Mesanggok, Lombok Barat, NTB, ada bekas tipe-x, pada kolom ratusan. Baik perolehan Prabowo, Jokowi maupun suara sah.
Hampir sama dengan gambar 10, di Tanggamus, Lampung. Penulisan angka pada kolom Prabowo dan kolom Suara Sah, seperti dimodifikasi.
Beberapa contoh alat bukti di atas hanya sebagian kecil yang sudah diinventarisir. Tergantung kita menafsirkan masing-masing.
Salam Kompasiana
Sumber : http://ift.tt/1p5xqdT