Jokowi “Not A New Hope”
Siapa berbangga atas terpilihnya Jokowi Dodo menjadi presiden ke-7 Republik Indonesia, wajah yang tanpa wibawa, lusuh, kurus dan ndeso. Bagi para pendukungnya, Jokowi disanjung bagai dewa, bahkan banyak yang memberi ia gelar “manusia setengah dewa.” Pemimpin yang merakyat, itulah alasan mengapa ia dipilih menjadi presiden RI pada pemilu yang lalu, bahkan bermunculan kelompok-kelompok orang di seluruh penjuru tanah air yang menamakan diri “relawan Jokowi-JK” untuk mendukungnya. Bersiaplah untuk dipimpin olehnya.
Kabarnya, salah satu majalah terkemuka di Amerika menuliskan di halaman sampul depannya “A New Hope” dengan latar gambar Jokowi. Wajah itu menunjukkan tatapan penuh wibawa namun tak bisa ditutupi “wajah rakyat” yang melekat dalam dirinya. Harapan baru untuk Indonesia, itulah kira-kira tema besar yang dipampangkan di depan Istana. Sebagai suksesor SBY yang akan melanjutkan estafet pembangunan negeri ini, ia diwariskan potensi besar negeri ini untuk bisa tumbuh menjadi bangsa yang besar. Namun bukan hanya potensi besar, segudang masalah juga menjadi warisan turun-temurun dari para pejabat sebelumnya. Kisah lama yang tak kunjung usai adalah korupsi yang berkorelasi dengan kemiskinan penduduk negeri ini.
Wajah lusuh Jokowi memang seperti mewakili lusuhnya wajah-wajah kaum miskin di Indonesia. Orang-orang di pinggiran sungai dan kali, orang-orang di pinggiran hutan yang tak terjangkau, para petani, nelayan, pemulung, pengamen yang berjuang untuk mendapat kesejahteraan. Jokowi dipercaya akan mampu memperbaiki nasib rakyat Indonesia lewat kegemarannya mengunjungi masyarakat. Kesederhanaannya diharapkan menjadi awal baru pemerintahan yang berpihak kepada rakyat, bukan mengedepankan kepentingan orang-orang terdekat. Jika selama ini pejabat selalu identik dengan kemewahan, terpisah jurang yang jauh dengan rakyatnya, maka Jokowi diharapkan menjadi pemimpin baru yang membangun jembatan penghubung antara rakyat dengan pemimpinnya.
Sanjungan-sanjungan tinggi yang dialamatkan kepadanya adalah tanggungjawab teramat besar. Semakin tinggi harapan bagi kita, maka semakin besar tanggung jawab untuk memenuhi setiap harapan itu. Seperti kata paman Ben dalam film Sider Man “with great power comes great responsibility.” Jokowi kini bukan lagi Walikota Solo, bukan pula Gubernur DKI yang hanya mengurus dan menanggungjawabi kota Solo dan Jakarta. Jokowi kini adalah presiden, dengan kekuasaan yang semakin besar, tanggungjawab pun kian besar.
Jokowi A New Hope? Tidak, menurut saya bukanlah harapan baru. Dari dulu, sejak negeri Indonesia berdiri, kita telah memiliki harapan untuk Indonesia yang akan terus maju. Melalui para pemimpin yang silih berganti menjadi pengambil kebijakan di negeri ini, keberhasilan dan kegagalan silih berganti. Sejak rezim orde baru, kita terus berharap akan hadirnya pemimpin dengan visi menjadikan Indonesia menjadi bangsa yang besar, bangsa yang adil dan makmur.
Kini harapan lama mulai terjawab, munculnya pemimpin-pemimpin berintegritas adalah cicilan jawaban atas harapan itu. Jokowi masih salah satu dari sekian banyak pemimpin yang benar-benar mencintai negeri ini. Dialah yang akan menjadi pemimpin bagi orang-orang yang jujur, bersih dan mencintai bangsa dan negara ini. Harapan lama diletakkan di pundaknya, kian dekatnya jarak antara harapan dengan jawaban atas harapan diharapkan akan dilakukan oleh Jokowi-JK. Harapan lama akan lahirnya pemimpin yang mencintai rakyat ada di hadapan kita, dan dia adalah kita karena Jokowi adalah kita. Pemimpin yang lahir dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, Jokowi bukanlah harapan baru, tapi jawaban baru atas harapan lama. Semoga.
Salam Kompasiana…
Sumber : http://ift.tt/1w9RuNr