Suara Warga

Sebaiknya DPRD yang Pilih Saya

Artikel terkait : Sebaiknya DPRD yang Pilih Saya

Pemilihan langsung oleh rakyat atau pemilihan oleh DPRD? Kalau saya calon bupati atau walikota maka saya akan memilih untuk pemilihan oleh DPRD. Bukan karena saya sepaham dengan Mbak Nurul Arifin dan Abi-abi di PKS yang berpendapat bahwa pemilihan lewat DPRD dapat menghemat sekian triliun duit negara. Bukan itu alasan saya. Saya memilih untuk dipilih oleh DPRD karena hitung-hitung ekonomis lebih mudah, jelas, dan praktis.

Saya tidak perlu mengeluarkan dana untuk cetak baliho photo muda saya dengan senyum yang paling ganteng. Photo baliho saya tidak pelu jadi penunggu perempatan jalan, penghuni pohon besar, atau penunggu tiang listrik agar dikenal rakyat. Buat apa saya dikenal rakyat, bukan merekakan yang mau pilih saya. Saya juga tidak perlu menyiapkan anggaran untuk sablon kaos, nasi bungkus, uang bensin dan lainnya yang terkait pengerahan massa. Saya tidak perlu beli uniform lengkap baretnya buat satgas, relawan, brigade, barisan atau apapun namanya. Tidak perlu juga saya blusukan untuk pencitraan atau bikin tabloid untuk menghujat pasangan lain. Bikin capek saja, toh bukan rakyat yang mau menentukan nasib saya untuk jadi bupati.

Yang perlu saya lakukan adalah membangun komunikasi, silaturahmi dan lobi-lobi politik sedini mungkin dengan para anggota Dewan yang terhormat. Persoalannya komunikasi dan silaturami berbekal air liur tidaklah cukup. Semua butuh D U I T. Namun itu bukanlah masalah, karena hitung-hitung kali dan bagi angka-angka matematikanya lebih mudah dan jelas.

Mudah saja, kalau anggota DPRD kabupaten ada 50 orang berarti minimal 27 orang harus bisa dalam genggaman saya. Kalau perorang butuh diamplopi 500 juta berarti saya harus siapkan sekitar 15 milyar. Lebih murah dan hasilnya sudah jelas, tinimbang 15 milyar buat pesan baliho, mobilisasi massa dan isi amplop serangan fajar dengan hasil spekulasi dan tidak jelas.

Satu dua hari jelang penentuan di Dewan, tim saya tidak perlu siapkan strategi serangan fajar. Tidak perlu bagi-bagi honor saksi dan sowan ke PPK. Yang perlu dijalankan adalah strategi culik, amankan, karantina dan kasih kenyang. Orang-orang saya akan mengkarantina 27 orang anggota dewan yang telah saya pegang. Mereka “diamankan” di hotel paling mewah plus hp termahal lengkap dengan nomor khusus untuk komunikasi khusus agar mereka tidak terkontaminasi asupan dari calon lain. Selama karantina tentunya mereka akan mendapat jaminan luar dalam lahir bathin. Kalau ada yang takut dosa atau tidak mau terima “mentah”nya bisa diberikan dalam bentuk paket umrah atau plesiran ke eropa sekeluarga yang penting ada jaminan suaranya tidak lari.

Kalau rezki dan umur panjang saya terpilih jadi Bupati maka saya akan duduk manis di ruangan menunggu kunjungan orang-orang yang telah memilih saya. Saya akan panggil semua kepala dinas untuk mendengar penjelasan bagi-bagi paket proyek dan utamanya sisipan untuk pengembalian modal yang 15 m.

Saya tidak perlu blusukan ke kampung-kampung mendengar aspirasi rakyat. Toh, bukan mereka yang pilih saya. Sampaikan saja aspirasi mereka ke anggota legislatif yang mereka pilih. Yang perlu saya lakukan adalah memastikan bahwa mereka segelintir orang yang telah memilih saya dan juga yang belum memilih saya mendapat servis yang baik. Hal ini penting untuk menjaga kelangsungan dan mengamankan posisi agar tetap nyaman jadi bupati..

“Pak…Pak..bangun sudah nyampe..! Akh ternyata saya hanya mimpi ketiduran di mobil sepulang

dari kantor. Untung hanya mimpi…kalau benar itu terjadi, mau jadi apa negeri ini..




Sumber : http://ift.tt/1COWJXL

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz