Saat Masyarakat Butuh, Nasib BPKN dan BPSK Ironis !
Maraknya praktik penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang dan pelayanan di Indonesia kian meradang. Kondisi tersebut merupakan tantangan besar khususnya bagi badan atau lembaga peradilan dan hukum Indonesia. Jumlah kasus atau aduan masyarakat kepada lembaga peradilan dan hukum tampaknya menjadi indikator mengenai kualitas dari pelayanan negara kepada masyarakat, mulai hal yang kecil hingga kasus yang kronis.
Saat ini, kerapkali terjadi kasus penipuan khususnya dalam bertransaksi, mulai dari jual beli barang hingga kualitas jasa pelayanan umum. Ini juga menjadi indikator kualitas perlindungan konsumen yang tak lama terus digalakkan oleh pemerintah. Perhatian pemerintah sebenarnya mengenai perlindungan konsumen sudah terbentuk sekitar tahun 2000-an. Buktinya, pemerintah berhasil membentuk 3 lembaga yang secara khusus menangani permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat sebagai konsumen barang dan fasilitas negara, yaitu Badan Perlindungan Konsumen Negara (BPKN), Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). Ketiga lembaga tersebut secara formal berada dibawah naungan Kementerian Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen. Perindag).
Peranan dari ketiga lembaga tersebut sebenarnya sangat berarti bagi masyarakat mengingat banyaknya kejadian yang merugikan masyarakat sebagai konsumen, utamanya BKPN dan BPSK. Perlu diketahui bahwa antara BKPN dan BPSK memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan, meskipun secara fungsi hampir sama yakni menerima aduan masyarakat untuk menyelesaikan suatu sengketa transaksi. BKPN berdiri berdasarkan UU no.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen serta PP no. 57 tahun 2001 tentang pembentukan BKPN. Sebenarnya, harusnya BKPN beroperasi mulai tahun 2001-an, tetapi nyatanya dapat aktif pada tahun 2004 sesuai landasan operasional Keppres no. 150 tahun 2004 tertanggal 5 Oktober 2004. BKPN kemudian membentuk lembaga independen yang fungsinya sebagai instrumen memberikan saran serta pertimbangan kepada pemerintah dalam bidang perlindungan konsumen.
Lain halnya dengan BKPN, BPSK hadir ke masyarakat sebagai sebuah lembaga non-struktural yang memiliki fungsi khusus, yakni menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan. Keanggotaan BPSK juga cukup ramping dengan terdiri dari 3 komponen, yaitu pemerintah, konsumen, dan unsur pelaku usaha. Prinsip pelayanan yang dimiliki oleh BPSK adalah cepat, murah, dan sederhana. Menurut Keppres no.8 tahun 2005, data terakhir (2011) menyebutkan bahwa jumlah BPSK di Indonesia mencapai 22 unit yang tersebar di setiap wilayah II (Kabupaten/Kota) Indonesia. Dan menurut Aman Sinaga, wakil dari BPSK DKI Jakarta yang diwawancarai oleh sebuah stasiun radio menyebutkan bahwa jumlah BPSK di Indonesia sebenarnya sekitar 170-an, hanya saja yang aktif sampai tahun 2014 ini adalah sekitar 70-an BPSK (10/09/2014).
Di masyarakat, BPKN dan BPSK memang memiliki peranan yang sangat besar, terutama dalam menangani masalah kecil tetapi serius. Namun, nasib kedua lembaga ini masih terkatung-katung di dalam tatanan pemerintahan sebagai lemabaga penanganan perlindungan konsumen. Buktinya, dari segi jumlah saja BPKN sangat terbatas di Indonesia, begitu pula jumlah BPSK, di Papua saja masih belum dibangun kantor BPSK. Jangankan di Papua, di DKI Jakarta saja kantor BPSK pun sampai pindah-pindah kantor lantaran terkena gusur berkali-kali, kata Bapak Aman Sinaga. Beliau juga menuturkan bahwa BPSK telah mengajukan rencananya untuk mendapatkan tempat yang tetap untuk kantor BPSK kepada Pemprov DKI yang baru, tetapi nyatanya sampai sekarang belum terealisasi. Padahal kondisi ini bukan urusan kebutuhan BPSK sendiri melainkan masyarakat sebab kepada BPSK lah masyarakat dapat mengadukan permasalahnnya.
Tidak hanya BPKN, BPSK pun sangat sering menerima aduan dari masyarakat terhadap jasa atau transaksi pelayanan publik, bahkan seperti yang termuat dalam Solopos, BPSK terpaksa menutup jasa pelayanannya lantaran kebanyakan masyarakat yang melapor kasus sementara dari segi SDM, kuantitas pegawai belum memenuhi. Sungguh ironis.
Lembaga BPKN (YLKI), BPSK, dan LPKSM, semuanya memang memiliki andil penuh dalam penuntasan perkara yang diadukan oleh masyarakat. Beberapa diantara aduan masyarakat yang biasa ditampung oleh lembaga tersebut, misalnya masalah laporan warga Lubuklinggau (Sumatera Selatan) terkait tindakan kecurangan agen LPG 12 kg yang secara sengaja isinya dikurangi sehingga seorang warga langsung melapor, mereka merasa dirugikan lantaran dengan harga LPG 12 kg yang sebesar Rp. 130.000,- cepat habis hanya dengan pamakaian beberapa hari; dari Papua, seorang bapak melapor adanya kecurangan pembelian pulsa PLN, ia membeli dengan nominal 100.000, tetapi pada saat mulai dipakai terbaca 95.000, bahkan Papua Barat malah hanya tinggal 89.000 saja; Seorang warga juga melaporkan bahwa biaya pengurusan SIM kendaraan di Rote dikenakan biaya sebesar Rp. 150,000, padahal di daerah Kupang harganya dikenakan hanya Rp. 80.000 ; kemudian, seorang warga juga melaporkan keresahannya terhadap pelayanan pesawat terbang di beberapa dearah yang maskapainya banyak delay lebih dari 1 jam; dan terakhir pada hari ini di DKI Jakarta sesuai dengan informasi dari Pak Aman Sinaga (10/09/2014), terdapat laporan warga yang resah akibat penebangan pohon di daerah Matraman. Inilah beberapa contoh kasus riil dari warga kepada BPSK sekaligus BPKN.
Banyaknya pengaduan tersebut setidaknya secara langsung menunjukkan urgensi perhatian penuh pemerintah mengenai keberadaan sekaligus kondisi BPKN dan BPSK di seluruh Indonesia, baik dari segi infrastrukturnya maupun penambahan jumlah tenaga pelayanannya. Hal ini dimaksudkan agar kinerja BPKN dan BPSK sebagai wadah pengaduan masyarakat dapat secara aktif dan berkualitas dalam pelayanannya. Pemerintah hendaknya sesegera mungkin mengadakan semacam kerjasama dengan pemerintah daerah agar peranan BPKN tidak terkucilkan alias dapat “masuk” berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, dan untuk BPSK seharusnya pemerintah melakukan sosialisasi lebih intensif kepada masyarakat betapa pentingnya peranan dan fungsi lembaga BPSK bagi kasus yang menyangkut perlindungan konsumen di masyarakat. Juga, pemerintah seyogyanya menambah jumlah infrastruktur BPSK khususnya agar mampu menyebar secara merata di seluruh nusantara, salah satunya di Papua dan Papua Barat.
Sumber : http://ift.tt/1tuFrbZ
Saat ini, kerapkali terjadi kasus penipuan khususnya dalam bertransaksi, mulai dari jual beli barang hingga kualitas jasa pelayanan umum. Ini juga menjadi indikator kualitas perlindungan konsumen yang tak lama terus digalakkan oleh pemerintah. Perhatian pemerintah sebenarnya mengenai perlindungan konsumen sudah terbentuk sekitar tahun 2000-an. Buktinya, pemerintah berhasil membentuk 3 lembaga yang secara khusus menangani permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat sebagai konsumen barang dan fasilitas negara, yaitu Badan Perlindungan Konsumen Negara (BPKN), Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). Ketiga lembaga tersebut secara formal berada dibawah naungan Kementerian Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen. Perindag).
Peranan dari ketiga lembaga tersebut sebenarnya sangat berarti bagi masyarakat mengingat banyaknya kejadian yang merugikan masyarakat sebagai konsumen, utamanya BKPN dan BPSK. Perlu diketahui bahwa antara BKPN dan BPSK memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan, meskipun secara fungsi hampir sama yakni menerima aduan masyarakat untuk menyelesaikan suatu sengketa transaksi. BKPN berdiri berdasarkan UU no.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen serta PP no. 57 tahun 2001 tentang pembentukan BKPN. Sebenarnya, harusnya BKPN beroperasi mulai tahun 2001-an, tetapi nyatanya dapat aktif pada tahun 2004 sesuai landasan operasional Keppres no. 150 tahun 2004 tertanggal 5 Oktober 2004. BKPN kemudian membentuk lembaga independen yang fungsinya sebagai instrumen memberikan saran serta pertimbangan kepada pemerintah dalam bidang perlindungan konsumen.
Lain halnya dengan BKPN, BPSK hadir ke masyarakat sebagai sebuah lembaga non-struktural yang memiliki fungsi khusus, yakni menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan. Keanggotaan BPSK juga cukup ramping dengan terdiri dari 3 komponen, yaitu pemerintah, konsumen, dan unsur pelaku usaha. Prinsip pelayanan yang dimiliki oleh BPSK adalah cepat, murah, dan sederhana. Menurut Keppres no.8 tahun 2005, data terakhir (2011) menyebutkan bahwa jumlah BPSK di Indonesia mencapai 22 unit yang tersebar di setiap wilayah II (Kabupaten/Kota) Indonesia. Dan menurut Aman Sinaga, wakil dari BPSK DKI Jakarta yang diwawancarai oleh sebuah stasiun radio menyebutkan bahwa jumlah BPSK di Indonesia sebenarnya sekitar 170-an, hanya saja yang aktif sampai tahun 2014 ini adalah sekitar 70-an BPSK (10/09/2014).
Di masyarakat, BPKN dan BPSK memang memiliki peranan yang sangat besar, terutama dalam menangani masalah kecil tetapi serius. Namun, nasib kedua lembaga ini masih terkatung-katung di dalam tatanan pemerintahan sebagai lemabaga penanganan perlindungan konsumen. Buktinya, dari segi jumlah saja BPKN sangat terbatas di Indonesia, begitu pula jumlah BPSK, di Papua saja masih belum dibangun kantor BPSK. Jangankan di Papua, di DKI Jakarta saja kantor BPSK pun sampai pindah-pindah kantor lantaran terkena gusur berkali-kali, kata Bapak Aman Sinaga. Beliau juga menuturkan bahwa BPSK telah mengajukan rencananya untuk mendapatkan tempat yang tetap untuk kantor BPSK kepada Pemprov DKI yang baru, tetapi nyatanya sampai sekarang belum terealisasi. Padahal kondisi ini bukan urusan kebutuhan BPSK sendiri melainkan masyarakat sebab kepada BPSK lah masyarakat dapat mengadukan permasalahnnya.
Tidak hanya BPKN, BPSK pun sangat sering menerima aduan dari masyarakat terhadap jasa atau transaksi pelayanan publik, bahkan seperti yang termuat dalam Solopos, BPSK terpaksa menutup jasa pelayanannya lantaran kebanyakan masyarakat yang melapor kasus sementara dari segi SDM, kuantitas pegawai belum memenuhi. Sungguh ironis.
Lembaga BPKN (YLKI), BPSK, dan LPKSM, semuanya memang memiliki andil penuh dalam penuntasan perkara yang diadukan oleh masyarakat. Beberapa diantara aduan masyarakat yang biasa ditampung oleh lembaga tersebut, misalnya masalah laporan warga Lubuklinggau (Sumatera Selatan) terkait tindakan kecurangan agen LPG 12 kg yang secara sengaja isinya dikurangi sehingga seorang warga langsung melapor, mereka merasa dirugikan lantaran dengan harga LPG 12 kg yang sebesar Rp. 130.000,- cepat habis hanya dengan pamakaian beberapa hari; dari Papua, seorang bapak melapor adanya kecurangan pembelian pulsa PLN, ia membeli dengan nominal 100.000, tetapi pada saat mulai dipakai terbaca 95.000, bahkan Papua Barat malah hanya tinggal 89.000 saja; Seorang warga juga melaporkan bahwa biaya pengurusan SIM kendaraan di Rote dikenakan biaya sebesar Rp. 150,000, padahal di daerah Kupang harganya dikenakan hanya Rp. 80.000 ; kemudian, seorang warga juga melaporkan keresahannya terhadap pelayanan pesawat terbang di beberapa dearah yang maskapainya banyak delay lebih dari 1 jam; dan terakhir pada hari ini di DKI Jakarta sesuai dengan informasi dari Pak Aman Sinaga (10/09/2014), terdapat laporan warga yang resah akibat penebangan pohon di daerah Matraman. Inilah beberapa contoh kasus riil dari warga kepada BPSK sekaligus BPKN.
Banyaknya pengaduan tersebut setidaknya secara langsung menunjukkan urgensi perhatian penuh pemerintah mengenai keberadaan sekaligus kondisi BPKN dan BPSK di seluruh Indonesia, baik dari segi infrastrukturnya maupun penambahan jumlah tenaga pelayanannya. Hal ini dimaksudkan agar kinerja BPKN dan BPSK sebagai wadah pengaduan masyarakat dapat secara aktif dan berkualitas dalam pelayanannya. Pemerintah hendaknya sesegera mungkin mengadakan semacam kerjasama dengan pemerintah daerah agar peranan BPKN tidak terkucilkan alias dapat “masuk” berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, dan untuk BPSK seharusnya pemerintah melakukan sosialisasi lebih intensif kepada masyarakat betapa pentingnya peranan dan fungsi lembaga BPSK bagi kasus yang menyangkut perlindungan konsumen di masyarakat. Juga, pemerintah seyogyanya menambah jumlah infrastruktur BPSK khususnya agar mampu menyebar secara merata di seluruh nusantara, salah satunya di Papua dan Papua Barat.
Sumber : http://ift.tt/1tuFrbZ