Jokowi-JK Hadapi Tantangan Besar dan Berat Pemerintahannya
Ir. H. Joko Widodo insya Allah pada 20 Oktober 2014 akan dilantik menjadi Presiden RI ke 7, dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla, akan dilantik menjadi Wakil Presiden RI Lagi.
Saat ini menurut pengakuan Jokowi, Presiden terpilih, sebagaimana diberitakan berbagai media, bersama JK, Wakil Presiden terpilih, sedang menyusun kabinet (menteri) yang akan memimpin berbagai kementerian.
Dalam dialog Indonesia pagi di TV ONE beberapa waktu lalu, saya bersama M. Qodari telah diminta mengulas tentang tantangan pemerintahan baru.
Pemerintahan baru Jokowi-JK akan menghadapi tantangan yang sangat berat. Tantangan (challenge) tersebut setidaknya dapat dibagi kepada tiga kelompok besar.
Pertama, tantangan internal, yaitu PDI Perjuangan dan partai-partai politik yang mengusung Jokowi-JK, para relawan yang jumlahnya sangat banyak, yang terdiri dari akademisi, Purnawirawan TNI/POLRI, aktivis pergerakan mahasiswa, Ormas, aktivis buruh, aktivis LSM, musisi dan lain sebagainya. Semuanya merasa berjasa menghantarkan Jokowi-JK menjadi pemenang dalam pilpres 9 Juli 2014. Mereka sekarang sedang berjuang untuk meraih kekuasaan seperti menteri dan berbagai jabatan lain di pemerintahan Jokowi-JK.
Kedua, tantangan eksternal, yaitu rakyat yang telah memilih dan bahkan yang tidak memilih Jokowi-JK, sangat tinggi ekspektasi mereka terhadap pemerintahan Jokowi-JK. Mereka menunggu realisasi dari janji-janji Presiden terpilih dan Wakil Presiden terpilih yang telah disampaikan dalam kampanye pilpres. Selain itu, koalisi Merah-Putih, yang kalah menggolkan Prabowo-Hatta menjadi Presiden RI dan Wakil Presiden RI, tetapi mereka menguasai parlemen (DPR RI dan DPRD) sekarang dan parlemen baru yang akan dilantik 1 Oktober 2014.
Ketiga, tantangan pembangunan. Ini juga sangat berat dihadapi karena selama 10 tahun pemerintahan Presiden SBY banyak sekali masalah yang tidak diselesaikan, tetapi hanya menutup masalah dengan masalah baru yang muncul sehingga bertumpuk-tumpuk masalah.
Komunikasi dan Dialog
Dari tiga tantangan yang disebutkan diatas, paling berat dihadapi adalah mereka yang tergabung dalam koalisi Merah-Putih. Kelompok ini merupakan gabungan dari kelompok Islam modernis yang dimotori para mantan aktivis HMI yang berada di Golkar, Gerindra, PAN, PKS dan Partai Demokrat, serta Purnawirawan TNI/POLRI, pebisnis, kelompok kepentingan dan lain sebagainya.
Kelompok ini berhadapan dengan PDI Perjuangan yang berintikan kelompok nasionalis, Kristen/Katolik, disokong kelompok Islam tradisional yang direpresentasikan PKB, kemudiaan didukung Partai Nasdem, Hanura dan PKPI.
Koalisi Merah-putih ini sudah pasti menguasai DPR (parlemen nasional) karena jumlah mereka mayoritas. Begitu juga pemerintah daerah yang hampir pasti, pemilihan gubernur, bupati dan walikota melalui DPRD karena dalam pembahasan UU pemilukada walaupun banyak ditentang berbagai kelompok, tetapi koalisi ini tetap bersikukuh pada pendapat mereka bahwa pemilihan kepala daerah harus dikembalikan kepada DPRD sesuai sila keempat dari Pancasila yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Bagaimana mengatasi perbedaan yang tajam tersebut. Pertama, harus ada komunikasi para elit politik dari kedua kelompok. Kedua, dialog intensif dari kedua kelompok tersebut. Ketiga, negosiasi. Suka tidak suka harus ada negosiasi antara koalisi Merah-Putih dan PDIP plus partai-partai pendukung Jokowi-JK. Negosiasi sangat diperlukan, sehingga menghasilkan “win-win solution” untuk kebaikan masyarakat, bangsa dan negara. Keempat, akomodasi kekuasaan.
Akomodasi Kekuasaan
Untuk mengurangi ketegangan kelompok Jokowi-JK Vs koalisi Merah-Putih, maka mesti ada komunikasi antar elit kedua kelomok, yang dilanjutkan dengan dialog dan akomodasi kekuasaan.
Akomodasi kekuasaan tidak mungkin dilakukan secara langsung misalnya mengangkat Mahfud MD, ketua pemenangan Prabowo-Hatta menjadi menteri kehakiman, karena akan menimbulkan pro-kontra dari kedua belah pihak, dan saya yakin Pak Mahfud tidak akan mau menerima jabatan apapun saat ini dari Jokowi-JK untuk menjaga perasaan koalisi Merah-Putih.
Akan tetapi, bisa dilakukan dengan mengangkat beberapa menteri dari kalangan aktivis yang profesional yang sudah dikenal luas, yang pasti bisa diterima dan dapat menjadi partnership dengan para anggota parlemen di DPR RI dari koalisi Merah-Putih.
Hal tersebut saya sudah kemukakan kepada Buya Prof Dr Syafii Maarif, penasehat Kantor Transisi Jokowi-JK pada saat bersilaturrahim dengan beliau 8/9/2014 di kantor Kompolnas RI Jakarta.
Kalau hanya memilih pembantu Jokowi-JK yang profesional tanpa memiliki jaringan yang kuat di semua partai politik yang berkuasa di Senayan, maka akan menjadi bulan-bulanan di parlemen dan pasti pemerintahan baru akan terseok-seok, sebab menteri bukan hanya mengurus pekerjaan pisik dan memimpin kementerian, tetapi juga mengurus politik untuk melancarkan amanat yang dipercayakan kepadanya.
Semoga Pak Jokowi dan Pak JK jeli melihat fenomena politik di parlemen, sehingga sukses memilih para menteri yang tidak saja profesional dan pakar dalam bidangnya, tetapi juga memiliki jaringan luas dan teman di partai-partai politik yang berkuasa di parlemen, serta memiliki kemampuan lobby yang baik, sehingga tugas yang dipercayakan dapat diemban dengan baik dan sukses.
Allahu a’lam bisshawab
Sumber : http://ift.tt/XfgZkE
Saat ini menurut pengakuan Jokowi, Presiden terpilih, sebagaimana diberitakan berbagai media, bersama JK, Wakil Presiden terpilih, sedang menyusun kabinet (menteri) yang akan memimpin berbagai kementerian.
Dalam dialog Indonesia pagi di TV ONE beberapa waktu lalu, saya bersama M. Qodari telah diminta mengulas tentang tantangan pemerintahan baru.
Pemerintahan baru Jokowi-JK akan menghadapi tantangan yang sangat berat. Tantangan (challenge) tersebut setidaknya dapat dibagi kepada tiga kelompok besar.
Pertama, tantangan internal, yaitu PDI Perjuangan dan partai-partai politik yang mengusung Jokowi-JK, para relawan yang jumlahnya sangat banyak, yang terdiri dari akademisi, Purnawirawan TNI/POLRI, aktivis pergerakan mahasiswa, Ormas, aktivis buruh, aktivis LSM, musisi dan lain sebagainya. Semuanya merasa berjasa menghantarkan Jokowi-JK menjadi pemenang dalam pilpres 9 Juli 2014. Mereka sekarang sedang berjuang untuk meraih kekuasaan seperti menteri dan berbagai jabatan lain di pemerintahan Jokowi-JK.
Kedua, tantangan eksternal, yaitu rakyat yang telah memilih dan bahkan yang tidak memilih Jokowi-JK, sangat tinggi ekspektasi mereka terhadap pemerintahan Jokowi-JK. Mereka menunggu realisasi dari janji-janji Presiden terpilih dan Wakil Presiden terpilih yang telah disampaikan dalam kampanye pilpres. Selain itu, koalisi Merah-Putih, yang kalah menggolkan Prabowo-Hatta menjadi Presiden RI dan Wakil Presiden RI, tetapi mereka menguasai parlemen (DPR RI dan DPRD) sekarang dan parlemen baru yang akan dilantik 1 Oktober 2014.
Ketiga, tantangan pembangunan. Ini juga sangat berat dihadapi karena selama 10 tahun pemerintahan Presiden SBY banyak sekali masalah yang tidak diselesaikan, tetapi hanya menutup masalah dengan masalah baru yang muncul sehingga bertumpuk-tumpuk masalah.
Komunikasi dan Dialog
Dari tiga tantangan yang disebutkan diatas, paling berat dihadapi adalah mereka yang tergabung dalam koalisi Merah-Putih. Kelompok ini merupakan gabungan dari kelompok Islam modernis yang dimotori para mantan aktivis HMI yang berada di Golkar, Gerindra, PAN, PKS dan Partai Demokrat, serta Purnawirawan TNI/POLRI, pebisnis, kelompok kepentingan dan lain sebagainya.
Kelompok ini berhadapan dengan PDI Perjuangan yang berintikan kelompok nasionalis, Kristen/Katolik, disokong kelompok Islam tradisional yang direpresentasikan PKB, kemudiaan didukung Partai Nasdem, Hanura dan PKPI.
Koalisi Merah-putih ini sudah pasti menguasai DPR (parlemen nasional) karena jumlah mereka mayoritas. Begitu juga pemerintah daerah yang hampir pasti, pemilihan gubernur, bupati dan walikota melalui DPRD karena dalam pembahasan UU pemilukada walaupun banyak ditentang berbagai kelompok, tetapi koalisi ini tetap bersikukuh pada pendapat mereka bahwa pemilihan kepala daerah harus dikembalikan kepada DPRD sesuai sila keempat dari Pancasila yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Bagaimana mengatasi perbedaan yang tajam tersebut. Pertama, harus ada komunikasi para elit politik dari kedua kelompok. Kedua, dialog intensif dari kedua kelompok tersebut. Ketiga, negosiasi. Suka tidak suka harus ada negosiasi antara koalisi Merah-Putih dan PDIP plus partai-partai pendukung Jokowi-JK. Negosiasi sangat diperlukan, sehingga menghasilkan “win-win solution” untuk kebaikan masyarakat, bangsa dan negara. Keempat, akomodasi kekuasaan.
Akomodasi Kekuasaan
Untuk mengurangi ketegangan kelompok Jokowi-JK Vs koalisi Merah-Putih, maka mesti ada komunikasi antar elit kedua kelomok, yang dilanjutkan dengan dialog dan akomodasi kekuasaan.
Akomodasi kekuasaan tidak mungkin dilakukan secara langsung misalnya mengangkat Mahfud MD, ketua pemenangan Prabowo-Hatta menjadi menteri kehakiman, karena akan menimbulkan pro-kontra dari kedua belah pihak, dan saya yakin Pak Mahfud tidak akan mau menerima jabatan apapun saat ini dari Jokowi-JK untuk menjaga perasaan koalisi Merah-Putih.
Akan tetapi, bisa dilakukan dengan mengangkat beberapa menteri dari kalangan aktivis yang profesional yang sudah dikenal luas, yang pasti bisa diterima dan dapat menjadi partnership dengan para anggota parlemen di DPR RI dari koalisi Merah-Putih.
Hal tersebut saya sudah kemukakan kepada Buya Prof Dr Syafii Maarif, penasehat Kantor Transisi Jokowi-JK pada saat bersilaturrahim dengan beliau 8/9/2014 di kantor Kompolnas RI Jakarta.
Kalau hanya memilih pembantu Jokowi-JK yang profesional tanpa memiliki jaringan yang kuat di semua partai politik yang berkuasa di Senayan, maka akan menjadi bulan-bulanan di parlemen dan pasti pemerintahan baru akan terseok-seok, sebab menteri bukan hanya mengurus pekerjaan pisik dan memimpin kementerian, tetapi juga mengurus politik untuk melancarkan amanat yang dipercayakan kepadanya.
Semoga Pak Jokowi dan Pak JK jeli melihat fenomena politik di parlemen, sehingga sukses memilih para menteri yang tidak saja profesional dan pakar dalam bidangnya, tetapi juga memiliki jaringan luas dan teman di partai-partai politik yang berkuasa di parlemen, serta memiliki kemampuan lobby yang baik, sehingga tugas yang dipercayakan dapat diemban dengan baik dan sukses.
Allahu a’lam bisshawab
Sumber : http://ift.tt/XfgZkE