Mobil Dinas Menteri: Umur Teknis dan Umur Ekonomis
Salah satu stasiun televisi pagi ini memberitakan telah ditetapkannya pengadaan mobil dinas untuk dipakai Menteri Kabinet Jokowi-JK nantinya. Mensesneg Sudi Silalahi menyatakan bahwa pengadaan tersebut merupakan kewajiban pemerintahan sekarang, agar saat menteri bekerja, mobil sudah tersedia. Mobil yang dipilih sesuai prosedur yang berlaku adalah Mercedes Benz dengan harga di atas Rp 1 milyar per unitnya. Hebatnya, Jokowi malah menolak mobil baru tersebut, dan lebih memilih mobil lama agar lebih efisien. Kalau mereka gak mau pakai, ya silakan, balas Sudi Silalahi. Serba salah, kan? Sebagai perbandingan, masih menurut stasiun tv yang sama, Menteri di Malaysia, mendapat mobil produksi dalam negeri dengan harga equivalen Rp 300 juta.
Tapi terlepas dari hal itu, berkaca pada kebijakan di kebanyakan perusahaan besar, lazim ada pengadaan mobil dinas untuk pejabat setingkat Kepala Cabang sampai Direksi dan Komisaris. Dalam pembukuan perusahaan, mobil dinas umumnya diasumsikan mempunyai umur ekonomis 5 tahun. Konsekuensinya, secara akuntansi, mobil dinas yang tercantum pada aktiva tetap di neraca perusahaan, pada awal tahun ke enam, sudah tidak punya nilai lagi. Pembukuannya sebagai biaya operasional dilakukan setiap tahun, masing-masing 20 persen dari harga beli, sehingga pada akhir tahun ke lima, sudah habis disusutkan.
Lalu, apakah dengan begitu, perusahaan langsung membeli yang baru? Belum tentu. Biasanya secara periodik petugas Logistik membawa ke rekanan yang menservis mobil untuk mengetahui kelayakan mobil secara teknis. Nah, lazimnya umur teknis mobil bisa mencapai 8 tahun, bahkan 10 tahun kalau perawatannya bagus. Jadi, si pejabat tetap menggunakan mobil tersebut, sampai secara teknis sudah kurang layak. Perusahaan baru melelang mobil-mobil tersebut setelah berumur 8 tahun, dan tentu saat dilelang, sudah tersedia mobil baru.
Namun, saat ini banyak pula perusahaan yang memakai pola COP (Car Ownership Program), di mana si pejabat mendapat mobil dinas, yang dibayarin kantor, dan setelah 5 tahun, mobil tersebut menjadi milik si pejabat secara pribadi. Artinya, bila si pejabat masih belum memasuki usia pensiun, pejabat tersebut tetap memakai mobil tersebut ke kantor, tapi atas nama milik sendiri. Perusahaan tinggal berkewajiban untuk membeli mobil baru bila ada staf baru yang dipromosikan jadi pejabat, sehingga berhak atas mobil dinas.
Kembali ke soal mobil menteri, kita harapkan semoga Jokowi konsisten dengan menggunakan mobil lama jika kondisinya masih layak secara teknis. Lebih bagus lagi, kalau pemerintahan SBY belum terlanjur membeli, membuat perjanjian dengan si penjual, bahwa pembelian akan berlaku efektif sekiranya ada persetujuan dari menteri baru. Atau minimal ada klausula, mobil bisa dikembalikan dengan denda administrasi yang minimal.
Sumber : http://ift.tt/1xG9dkh
Tapi terlepas dari hal itu, berkaca pada kebijakan di kebanyakan perusahaan besar, lazim ada pengadaan mobil dinas untuk pejabat setingkat Kepala Cabang sampai Direksi dan Komisaris. Dalam pembukuan perusahaan, mobil dinas umumnya diasumsikan mempunyai umur ekonomis 5 tahun. Konsekuensinya, secara akuntansi, mobil dinas yang tercantum pada aktiva tetap di neraca perusahaan, pada awal tahun ke enam, sudah tidak punya nilai lagi. Pembukuannya sebagai biaya operasional dilakukan setiap tahun, masing-masing 20 persen dari harga beli, sehingga pada akhir tahun ke lima, sudah habis disusutkan.
Lalu, apakah dengan begitu, perusahaan langsung membeli yang baru? Belum tentu. Biasanya secara periodik petugas Logistik membawa ke rekanan yang menservis mobil untuk mengetahui kelayakan mobil secara teknis. Nah, lazimnya umur teknis mobil bisa mencapai 8 tahun, bahkan 10 tahun kalau perawatannya bagus. Jadi, si pejabat tetap menggunakan mobil tersebut, sampai secara teknis sudah kurang layak. Perusahaan baru melelang mobil-mobil tersebut setelah berumur 8 tahun, dan tentu saat dilelang, sudah tersedia mobil baru.
Namun, saat ini banyak pula perusahaan yang memakai pola COP (Car Ownership Program), di mana si pejabat mendapat mobil dinas, yang dibayarin kantor, dan setelah 5 tahun, mobil tersebut menjadi milik si pejabat secara pribadi. Artinya, bila si pejabat masih belum memasuki usia pensiun, pejabat tersebut tetap memakai mobil tersebut ke kantor, tapi atas nama milik sendiri. Perusahaan tinggal berkewajiban untuk membeli mobil baru bila ada staf baru yang dipromosikan jadi pejabat, sehingga berhak atas mobil dinas.
Kembali ke soal mobil menteri, kita harapkan semoga Jokowi konsisten dengan menggunakan mobil lama jika kondisinya masih layak secara teknis. Lebih bagus lagi, kalau pemerintahan SBY belum terlanjur membeli, membuat perjanjian dengan si penjual, bahwa pembelian akan berlaku efektif sekiranya ada persetujuan dari menteri baru. Atau minimal ada klausula, mobil bisa dikembalikan dengan denda administrasi yang minimal.
Sumber : http://ift.tt/1xG9dkh