MACHIAVELLISME dan Realitas Politik Indonesia
Refleksi pileg & pilpres:
MACHIAVELLISME dan Realitas Politik Indonesia
Machiavellisme dan politik hampir tidak bisa dipisahkan, ia melekat bagai dua sisi dari satu mata uang yang sama. Dalam ungkapan sehari-hari orang sering mengatakannya : “jika politik dianalogikan sebagai permainan sepak bola, selain dibutuhkan kemahiran menggocek (sebagai seni), maka tidak menjadi penting lagi “cara” memasukkan bola ke dalam gawang (mencetak gol) apakah dari depan, samping atau bahkan dari belakang gawang”. Begitulah realitas politik yang dalam hitungan detik akan berubah menjadi sejarah, menghalalkan segala cara menjadi cara-cara yang diangap sah juga.
Machiavellisme 1) sesungguhnya merupakan filsafat tentang kenegaraan dan pemerintahan, yang dicetuskan oleh Niccolo Machiavelli, dimana aliran ini menganggap bahwa segala sesuatu yang dilakukan demi pemerintahan dan negara, apapun itu, adalah sah dan baik untuk dilakukan. Dari segi moral, Machiavellisme dipandang sebagai filsafat yang menekankan nilai guna saja atau pragmatis. Dalam perkembangannya terminologi machiavellisme ini tidak hanya untuk modus yang digunakan sebuah negara dan pemerintahan yang otoritarian saja, ia juga menjadi modus operandi kekuatan-kekuatan politik dalam meraih kekuasaan.
Maka ketika kita mencari padanan realitasnya, kita akan menemui “machiavellis” dalam ragam gradasinya, peristiwa bagi-bagi uang atau apapun yang bernilai ekonomis pada calon pemilih (money politics) atau pada otoritas pemilu, mencoblos sisa surat suara, memeberi kesempatan bagi mayat untuk memberi suara (panggilan terhadap orang yg sudah tiada) dan sebagainya. Bentuk lain dari penggunaan “cara haram yang seolah dihalalkan” (machiavellist) kerap terjadi pada fase kampanye yang seharusnya digunakan untuk menjual ide, gagasan dan program alias kampanye, tapi justru digunakan untuk saling menjatuhkan. Yang mengerikan munculnya penggunaan jargon-jargon yang berpotensi menyulut perang saudara atau memecah belah bangsa, menggunakan idiom-idiom keagamaan yang tidak pada tempatnya meletakan seorang tokoh pujaan sebagai titisan tuhan, mendesak Tuhan untuk memenangkan kelompok yang didukungnya.
Begitulah yang kita saksikan, pemilihan umum yang disepakati sebagai media perebutan kekuasaan secara beradab, sering menstimulasi munculnya kembali naluri-naluri primitif manusia yang justru menggambarkan kemunduran peradaban dan kebudayaan itu sendiri. Karenanya adalah sebuah keniscayaan untuk memperkuat kedudukan hukum dan ketegasan penegakannya dalam rangka menjaga tidak terjadinya kemunduran peradaban umat manusia. Kita berharap apa yang terjadi di belahan dunia lain tidak terjadi di negara kesatuan republik indonesia yang kita cintai ini. Jangan biarkan Pemilu menjadi penyebab awal terjadinya perpecahan dalam masyarakat, penghancuran sebuah kelompok, penghukuman massal bahkan pemusnahan dalam rangka merebut kekuasaan. Audzubillah Mindalik.(Kupang300814)
1) Sesuai dengan Oxford Dictionary, istilah Machiavellisme diambil dari buku Machiavelli yang berjudul The Prince. Machiavellisme menjadi dasar sebuah pemerintahan yang absolut dan otoriter. (ensiklopedi Indonesia karangan Hassan Sadhilly halaman 2074)
Sumber : http://ift.tt/1CfTSXo