KPU Berterimakasih Digugat Prabowo-Hatta
Barangkali banyak yang berharap bila pengumuman hasil Pemilihan Presiden pada tanggal 22 Juli 2014 yang lalu, menjadi anti klimaks dari pesta rakyat lima tahunan ini. Setelah itu, pesta usia dan semua kembali ke kehidupan normal, bekerja, berbisnis, mendidik, bertani, belajar sembari memastikan stabilitas pemerintahan hingga transisi kepemimpinan dari Presiden lama ke Presiden baru agar Indonesia terus melaju. Tapi apa nyana, penetapan hasil Pilpres oleh KPU tersebut toh akhirnya belum final.
KPU nampak berupaya menepati tenggat dan hendak menyelisihi KPU periode-periode sebelumnya yang punya reputasi sering molor, walaupun sebenarnya pasal 158 UU Pilpres membolehkan alias sah bilamana KPU mengundur pengumuman hasil Pilpres hingga 30 hari pasca pemungutan suara atau 9 Agustus 2014 mengingat perdebatan di tingkat kabupaten bahkan TPS. Toh pada akhirnya, upaya KPU tersebut sia-sia. Laiknya pisang bakar yang diangkat cepat dari atas bara, hasilnya malah mentah dan harus dipanggang kembali.
Pun demikian kejadian atas hasil pilpres yang menuai gugatan di Mahkamah Konstitusi. Akhirnya, KPU bekerja dua kali dibuat oleh ketergesaannya sendiri. Salah satu fungsi dari rapat pleno nasional adalah menyelesaikan semua sengketa yang dipermasalahkan oleh saksi kedua pasangan calon. Artinya, setelah pleno atau penetapan hasil Pilpres, semestinya tak ada lagi yang dipermasalahkan. Ini sungguh berbeda dengan apa yang hari-hari ini kita saksikan di media. Tim Prabowo-Hatta membuka mata public bahwa ternyata masih banyak yang belum selesai dari proses pilpres kemarin.
Cacat dan bolong di berbagai sisi penyelenggaraan Pilpres ini tentu saja malah melemahkan legitimasi hasil Pilpres sehingga berimplikasi pada terkoyaknya reputasi serta menodai integritas Husni Kamil Manik Cs sebagai orang yang paling bertanggungjawab pada pesta demokrasi ini. Sesuatu yang tadinya tertutup rapat di ruang sidang pleno KPU, malah jadi terekspose luas oleh sorotan media dari ruang sidang MK. Bahkan disiarkan live oleh stasiun televisi dengan durasi panjang sehingga masyarakat bisa mengikuti setiap permasalahannya secara sangat detail. Pada titik ini, kinerja KPU ditelanjangi. Integritas KPU terkoreksi.
Sebagai masyarakat, kita tentu saja berterima kasih kepada media yang telah memberikan pelajaran berharga terkait proses politik dan proses hukum di MK atas tayangan dan pemberitaan yang begitu massif dan mencerahkan. Bagi kita, proses sidang di MK merupakan bagian dari pendidikan politik untuk semakin mendewasakan kita berdemokrasi. Lebih dari itu, megastruktur demorkasi kita akan terbangun secara sehat dan berkualitas dengan ditegakkannya proses hukum di MK. Artinya, pasca tuntasnya proses gugat menggugat di MK, KPU akhirnya menjadi bersih. Kesalahan terkait legitimasi yang tadinya bisa menjadi beban di pundak pemerintahan mendatang siapapun yang akhirnya final di tetapkan nanti, bisa diputihkan kembali.
Sidang-sidang gugatan Pilpres di MK, seperti proses pencucian dan penyucian semua komponen yang terlibat di dalam Pilpres, baik itu kedua pasang kandidat, terlebih lagi KPU sebagai penyelenggara. Bila sidang gugatan di MK ini telah usia, maka beban penyelenggaraan Pilpres dianggap telah usai. Dalam hal ini, KPU tentu saja harus berterima kasih kepada tim penggugat, yakni Prabowo-Hatta karena telah di beri ruang untuk melakukan klarifikasi dan membuka setranspran serta seakuntabel mungkin hasil kerja mereka.
Harapan manfaatnya tentu sangat positif, yakni agar hasil kerja KPU terkait Pilpres tak menjadi ganjalan pemerintahan mendatang. Jadi mari kita sama-sama mengikuti dan memaknai proses sengketa Pilpres di MK ini secara positif dan konstruktif dalam bangunan demokrasi Indonesia.
Sumber : http://ift.tt/1vJLSgP