Suara Warga

Jika Si Doel Tanpa Mandra

Artikel terkait : Jika Si Doel Tanpa Mandra

Minggu pertama awal bulan syawal, ada sebuah peristiwa yang menarik untuk penulis komentari, yaitu kunjungan silaturahmi Rano Karno (RK) sebagai PLT Gubernur Banten yang berkeling melakukan silaturahmi kepada beberapa elemen strategis yang berada di kota Serang seperti tokoh tokoh kunci masyarakat dan beberapa Perguruan Tinggi yang dikenal sebagai tempat bersarangnya akademisi yang biasanya vocal terhadap pelaksanaan kepemerintahan di Propinsi Banten.

Disebut menarik, karena selama banten berdiri menjadi propinsi yang mandiri, hamper tidak pernah ada seorang pucuk pimpinan pemerintah propinsi yang mau bersusah payah untuk melakukan kunjungan silaturahmi Idul fitri langsung ke tengah tengah masyarakat, sehingga apa yang dilakukan oleh Rano Karno mengundang banyak komentar atau anggapan dari masyarakat baik di media massa maupun di media social. Ada yang menanggapi positif sebagai bentuk baru blusukan yang ditularkan dari seniornya di PDIP yaitu Joko Widodo, namun ada juga yang memandang sinis bahwa kunjungan tersebut sebagai bagian dari pencitraan dalam rangka menggalang dukungan baik untuk kelancaran dalam menjalankan pemerintahan Propinsi Banten, maupun dukungan untuk pemilihan gubernur tahun 2017. Meskipun menurut penulis kalau untuk dukungan pilgub tahun 2017 tentunya masih terlalu subuh untuk dibicarakan.

Terlepas dari niatan atau strategi yang sedang dimainkan oleh bang Doel, yang penting untuk disimak pada saat saat ini adalah, apakah Rano Karno sebagai Gubernur definitive kelak akan dapat didampingin oleh wakil gubernur atau karena alasan peraturan maka bang Doel akan mengemudikan oplet bernama Banten ini sendirian tanpa didampingi mandra sebagai kernet sekaligus kondektur.

Bila merujuk kepada peraturan yang terkait dengan hal tersebut, yaitu UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 35 ayat 1 yang berbunyi “Apabila kepala daerah diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), Pasal 31 ayat (2), dan Pasal 32 ayat (7) jabatan kepala daerah diganti oleh wakil kepala daerah sampai berakhir masa jabatannya dan proses pelaksanaannya dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Paripurna DPRD dan disahkan oleh Presiden”. Maka Rano Karno dapat dilantik menjadi gubernur definitif setelah Guber Banten definitif yaitu Ratu Atut Choisyiah (RAC) mendapatkan keputusan pengadilan yang tetap atau pasti yang dalam istilah hukum dinamakan ‘inkrah’. Sedangkan ‘inkrah’nya keputusan hokum tersebut hanya Allah SWT dan hakim yang mengetahui, karena selain proses persidangan yang tidak kita ketahui kapan akan dilakukan vonis yang menetapkan RAC sebagai terpidana, masih terbuka kemungkinan RAC sebagai terdakwa melakukan banding pada tingkat pengadilan yang lebih tinggi. Atau sekalipun RAC tidak ingin mengajukan banding karena melihat pengalaman dari terdakwa kasus korupsi yang sudah sudah, justru hasil banding tersebut malah membuat hukuman bertambah, namun jaksa penuntut masih bisa mengajukan banding. Dan bila ini terjadi maka sangat mungkin akan memakan waktu dan perjalanan yang masih panjang.

Padahal, pada ayat 2 pasal tersebut ada kalimat yang berbunyi “Apabila terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan, kepala daerah mengusulkan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah”. Artinya jika masih tersisa waktu lebih dari 18 bulan maka Bang Doel boleh diampingi oleh wakil gubernur, atau jika sisa masa jabatannya kurang dari 18 bulan maka bang Doel tidak diperkenankan memiliki pendamping untuk menemaninya memegang kendali pemerintahan propinsi Banten.

Mari kita berhitung dengan waktu riil yang dimiliki bang Doel berdasarkan saat pertama dilantik yaitu pada 11 januari 2012, meskipun belum tentu SK pengangkatan pada tanggal tersebut, namun paling tidak kita bisa gunakan bulan januari tahun 2012 sebagai titik 0 kilometer pasangan RAC-RK, sehingga waktu berakhir masa tugas pasangan tersebut adalah pada bulan Desember 2017. Sehingga titik kritis apakah RK boleh didampingi wakil adalah bulan Juni tahun 2016. Jika melihat sekilas, masih banyak waktu bagi RK dan partai pengusung serta DPRD Banten untuk memilah dan memilih calon pendamping RK kedepan. Namun apabila membaca headline hasil wawancara eksklusif sebuah Koran local di Banten dengan RAC, maka tersirat informasi bahwa yang bersangkutan tidak akan begitu saja menerima vonis yang kelak akan dijatuhkan oleh hakim tipikor, sehingga proses hukum masih akan berproses sebagai jalan untuk mencari dan menemukan keadilan yang dirasakan oleh semua pihak. Sehingga bila ini terjadi maka akan sangat mungkin memakan waktu hingga melewati titik kritis tersebut diatas.

Jadi peluang berharap RK didampingi oleh seorang wakil Gubernur hampir sama dengan peluang bahwa RK akan mengendalikan Pemerintah Banten sendirian. Namun demikian ada baiknya kita mengulas seberapa penting peran seorang wakil kepala daerah.

Berdasarkan ayat 1 pasal 26 UU.32/2004 tugas seorang wakil kepala daerah adalah : a. membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah; b. membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup; c.memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi; d.memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota; e. memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah; f. melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah; dan g.melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan.

Dari tugas tugas tersebut, ternyata tidak dapat dianggap remeh tugas seorang wakil gubernur. Terutama, tugas untuk mengkordinasikan, melakukan pemantauan sekaligus evaluasi, dan member saran serta melaporkannya kepada sang gubernur selaku pemegang tanggung jawab utama pemerintahan propinsi. Padahal jika kita berkaca pada perjalanan pasangan RAC-RK ini, makatugas RK sebagai wakil dalam menjalankan roda pemerintahan-pun masih tampak kurang efektif terutama pada persoalan kordinasi, pemantauan dan evaluasi. Hal ini tercermin dari pernyataan RK bahwa dia akan focus kepada administrasi pelaporan penggunaan keuangan daerah, tapi ternyata masih menghasilkan opini ‘tidak memberikan pendapat’ atau ‘disclaimer’ dari BPK sebagai hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi Banten tahun Anggaran 2013.

Dari contoh kecil tersebut, dapat dibayangkan bila RK menjadi ‘lone ranger’ tanpa didampingi seorang wakil yang memang mengemban tugas untuk mengkordinasikan dan memantau jalannya pelaksanaan pemerintahan sebagai hasil dari kebijakan sang Gubernur.

Hampir mirip dengan peran si Doel sebagai sopir oplet yang harus focus mengantarkan penumpang ke tujuannya dengan melewati sejumlah rute jalan yang dilalui, maka RK sebagai gubernurpun membutuhkan mandra yang bertugas langsung melayani penumpang dan mem’provokasi’ penumpang untuk naik ke dalam opletnya, seraya mengawasi sepanjang perjalanan apakah ada calon penumpang, sekaligus mewaspadai apakah ada polisi yang akan menilang. Sehingga jika si Doel tanpa Mandra maka dapat dibayangkan betapa repotnya harus mengemudikan oplet sambil teriak teriak dan menarik ongkos dari penumpangnya, belum lagi bila ternyata oplet mengalami pecah ban atau mogok dijalan.

Meskipun demikian, semua tulisan ini berpulang kembali kepada seluruh public banten sebagai penumpang atau masyarakat banten. Apakah cukup nyaman di sopiri oleh bang Doel sendirian, ataukah harus ditemani mandra sebagai kernet sekaligus kondektur. Atau justru malah tergantung kebesaran hati sopir resmi hari ini yang seharusnya tidak perlu menunggu vonis polantas untuk menyerahkan oplet-nya ke bawah kendali Bang Doel secara penuh dan definitif. Mungkin jawabannya tidak perlu ditanyakan kepada rumput yang bergoyang.




Sumber : http://ift.tt/1odOzSA

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz