Suara Warga

Dewi Persik, Qori’ dan PKB

Artikel terkait : Dewi Persik, Qori’ dan PKB

14095157731660753416 sumber photo dari twitter dewi persik



Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyelenggarakan Muktamar di Hotel Empire Palace, Surabaya, dimulai sejak kemarin hingga 1 September 2014 hari ini. Pada prosesi pembukaan Muktamar, pedangdut Dewi Persik batal tampil untuk melantunkan ayat-ayat suci al-Qur’an. Padahal jauh hari sebelumnya, Abdul Kadir Karding, Ketua Steerring Committre Muktamar menyampaikan kepada media bahwa PKB akan memberi kesempatan kepada pedangdut “goyong gergaji” itu untuk tampil menunjukkan suara merdunya sebagai seorang qoriah.

Melalui penjelasan Abdul Kadir Karding itulah, sehingga media ramai memberitakan, sebabnya ramai pula dibincangkan berbagai kalangan. Saya sendiri membaca berita tentang rencana PKB seperti itu, ikut pula terkesima. Berulangkali saya hanya mampu mengangguk-anggukan kepala, lalu berucap “luar biasa”. Sebagai pekerja politik praktis, saya menilainya benar-benar sebagai suatu peristiwa politik katagori “luar biasa”. Lantaran luar biasanya peristiwa direncanakan PKB ini, sehingga banyak orang menanti-nantikan kejadiannya. Sayang sekali dibatalkan.

Kalimat “luar biasa” saya maksud, bahwa memberikan kesempatan pada seorang pedangdut mengisi acara prosesi pembukaan Muktamar adalah hal biasa, tetapi memberi kesempatan pada seorang pedangdut menjadi seorang qoriah untuk melantunkan ayat-ayat suci al-Qur’an, tentu adalah peristiwa di luar dari kebiasaan. Lebih luar biasanya lagi karena kesempatan itu dalam acara Muktamar sebuah partai politik berbasis dukungan kaum nahdiyin (NU). Dan paling luar biasanya lagi karena pedangdut dimaksud, popular karena “goyang gergaji”-nya.

Jika mau dimengerti, kenapa peristiwa ini menjadi luar biasa, sesungguhnya ada dua rangkaian variable yang berdialektik secara paradoksal. Pertama, karena Dewi Persik yang popular sebagai seorang pedangdut, namun kali ini diberi kesempatan untuk tampil menjadi seorang qori’ guna melantunkan isi kitab suci al-Qur’an, sementara sisi lain, selama menapaki karir ke-artis-annya, Dewi Persik tak pernah lepas dari kontroversi. Selain awal mula popular karena goyang ngebor-nya, juga dikenal karena kemampuannya “menjual” kemolekan tubuh yang ia miliki.

Kedua, karena Dewi Persik diberi kesempatan tampil diluar dari profesi sebenarnya, justru di acara resmi PKB, sebuah partai politik yang dirintis pendiriannya oleh sejumlah tokoh NU — ormas Islam terbesar di Indonesia — serta berbasis dukungan dari kalangan kaum nahdiyin, yakni para santri pondok pesantren. Sekalipun itu, Dewi Persik menurut Abdul Kadir Karding, adalah juga putri seorang ulama di Jember, sehingga diketahui pula jika Dewi Persik memiliki kefasihan melafadz dan suara merdu dalam melantunkan ayat-ayat suci al-Qur’an.

Peristiwa semacam ini sebenarnya hanyalah peristiwa “angin lalu”, tetapi ketika kedua variable yang berdialektik secara paradoksal dimaksud coba untuk dimengerti, maka tentu juga sangat sulit untuk dihindarkan dari katagori peristiwa “luar biasa”. Terlebih lagi karena peristiwa ini berlangsung di acara resmi sebuah partai politik, sebab itu terasa sulit pula dihindarkan untuk tidak menyebutnya masuk dalam katagori “peristiwa politik”. Lantaran terlanjur masuk dalam katagori itu, maka wajar jika akhirnya menjadi bias dengan ragam tafsir dan interpretasi.

Konstalasi politik Indonesia mutakhir, menempatkan PKB dibawah kepemimpinan Muhaimin Iskandar, memang tengah genit-genitnya. Kegenitan PKB, awal mula karena Muhaimin berhasil “ngeles” dari KPK atas kasus “dana kardus indo mie” di kementerian yang dipimpinnya. Lebih hebatnya lagi karena ia mampu menepis serangan sejumlah tokoh NU atas kepemimpinannya di PKB, juga berhasil “mendongkel” dua tokoh senior PKB yang dinilai bandel atas sikap partai, sekalipun salah satu tokoh senior itu adalah adik kandung Gus Dur, pendiri PKB.

Kegenitan PKB semakin menjadi-jadi pasca Pemilu Legislatif 2014, terhadap keberhasilannya mendongkrak elektibilitas PKB dari posisi partai papan bawah terangkat hingga papan tengah. Keterlibatan pemilik Lion Air, Rusdi Kirana, untuk mendongkrak PKB, tak mungkin dielakkan, tetapi PKB nyaris tak pernah menyebutnya. Sementara “Rhoma Effect” dan “Mahfud Effect” yang dinilai oleh kedua pihak memiliki peranan signifikan, sebabnya kedua pihak dimaksud menagih lelehan keringat politiknya, tetapi Muhaimin berhasil “mendiamkan” keduanya.

Kegenitan yang menjadi-jadi pasca Pileg 2014, jauh lebih menjadi-jadi lagi pasca Pilpres 2014. PKB menjadi bagian penting dari “Koalisi Indonesia Hebat” untuk menghantarkan pasangan Jokowi-JK memenangi Pilpres 2014, sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI yang ke-7. Sikap menjadi-jadi dan kegenitan PKB ditunjukkan ketika secara terbuka menagih upah atas lelehan keringat politik mereka bekerja di Pilpres untuk mendapatkan jatah dalam jajaran kabinet, padahal mereka pun sangat paham kesepakatan awal, syarat koalisi dengan tanpa syarat.

Tagihan terbuka PKB, ditanggapi dingin pasangan Jokowi-JK, bahkan ikut pula di-amin-i Rumah Transisi, bahwa koalisi tetap pada kesepakatan awal, syarat koalisi dengan tanpa syarat. Karena ditanggapi seperti itu, Muhaimin pun berseloroh, “Jika dulu Salam Dua Jari, maka saat menang menjadi Salam Tiga Jari, dan kini menjadi Salam Gigit Jari”. Sudah seperti itulah kegenitan PKB, padahal dalam “Koalisi Indonesia Hebat”, selain PKB juga ada PDI-P, Nasdem, Hanura dan PKPI, tapi hanya PKB satu-satunya yang seara terbuka meminta tagihan upah masuk dalam kabinet.

Di tengah kegenitan yang berlebih, sambil tetap menunggu realisasi upah dari pasangan Jokowi-JK, PKB menyelenggarakan Muktamar di Surabaya. PKB dalam posisi dilema, syarat koalisi tanpa syarat, dipersyaratkan sekali lagi bahwa kabinet Jokowi-Jk adalah kabinet professional. Jika dari usulan partai, dipersyaratkan tidak rangkap jabatan antara di partai dan di kabinet. Muhaimin meradang. Antara mengetuai PKB sekali lagi, atau berada di jajaran kabinet. Saat posisi dilema, Muhaimin dalam sambutan Pra-Muktamar, melontarkan PKB punya besar, “Sudah ketahuan!”.

Siapa musuh besar dimaksud Muhaimin, tak pernah jelas. Atau jangan-jangan sengaja mencipta musuh sendiri bagi PKB. Padahal musuh terbesar dalam politik adalah diri sendiri. Sebagaimana dipesankan Nabi Muhammad SAW kepada pasukannya ketika menghadapi Perang Badar. Salah satu musuh besar PKB, adalah kegenitan yang nampak berlebihan. Termasuk kegenitan mereka kepada Dewi Persik, pedangdut sexy “goyang gergaji” yang kontroversial untuk memaksakan tampil sebagai qori’. Entah apa maksudnya, padahal bukankah PKB yang berbasis nahdiyin, punya segudang qori’ yang memiliki lafadz dan suara jauh lebih merdu dari Dewi Persik ?

Makassar, 01 September 2014




Sumber : http://ift.tt/1CgOBim

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz