Suara Warga

Pak Ahok, Kenapa Ngurus Akte Kelahiran Anak Di Kecamatan Setiabudi Harus Ada Dua Orang Saksi???

Artikel terkait : Pak Ahok, Kenapa Ngurus Akte Kelahiran Anak Di Kecamatan Setiabudi Harus Ada Dua Orang Saksi???

Hari ini aku benar-benar kesal. Bagaimana aku enggak sengak, sejak kemarin mau mengurus Akta Kelahiran Anak, minta Surat Pengantar dari RT ke RW, susahnya minta ampun. Aku harus bolak balik karena kantor RW nya hanya melayani di malam hari saja dari jam 20.00 s/d jam 23.00. Kalau siang hari tak dilayani. Entah dasar pertimbagannya apa.

Belum lagi si ibu RT yang lagi Shopping, sehingga mau tak mau aku harus menunggu di rumahnya berjam-jam lamanya untuk mendapatkan Surat Pengantar darinya sebagai rujukan ke RW dan kantor Kelurahan.

Setelah melalui perjuangan menunggu yang cukup lama dan bikin makan hati, aku akhirnya mendapatkan Surat Pengantar dari RT dan nomor serta Stempel dari RW. Masalah ternyata belum selesai sampai disini, karena kantor Kelurahan buka nya pagi hari, maka aku harus pulang dulu untuk mengurusnya ke kantor Kelurahan keesokan hari.

Pagi tadi di kantor Kelurahan, saking banyaknya orang yang mengurus segala sesuatu, aku harus mengantri sampai nomor antrian 143. Setelah giliranku dipanggil, dengan napas lega aku lalu menghadap sang petugas. Si petugas itu lalu bolak balik memeriksa kelengkapan berkas-berkas yang aku bawa, termasuk Surat Pengantar dari RT dan RW itu.

Si Petugas itu bilang masih kurang lengkap berkasnya, harus ada Surat Nikah Suami Istri di Catatan Sipil karena fotokopi surat nikah yang aku lampirkan yaitu Surat Nikah dari Gereja.

Aku lantas tanya, hanya itu yang masih kurang, pak? Ia mengangguk. Lalu kenapa di RT dan RW bilang sudah lengkap lampiran-lampirannya, tinggal bawa saja ke Kelurahan, kok sampai disini kamu bilang harus ada fotokopi Surat Nikah Catatan Sipil segala? Petugas itu lantas menjawab dengan ketus bahwa itu sudah aturan.

Saking kesalnya, terpaksa aku harus pulang ke rumah untuk fotokopi Surat Nikah di Catatan Sipil. Daripada aku bolak balik pulang ke rumah, ku telpon istriku foto itu Surat Nikah Catatan Sipil kami dan segera email ke aku.

Aku lantas menuju Warnet terdekat untuk print Akta Nikah Catatan Sipil itu. Setelah selesai print, segera ku bawa kembali ke kantor Kelurahan. Sampai di kantor Kelurahan sudah jam 12.00 siang, terpaksa aku harus menunggu lagi karena jam istrahat mereka sampai jam 13.00.

Setelah selesai jam istrahat, petugasnya ternyata sudah ganti orang lagi. Buru-buru segera ku serahkan semua berkas yang ku bawa termasuk hasil print Akta Nikah Catatan Sipil itu. Ku pikir sudah aman, eh ndilalah itu petugas malah nanya mana fotokopi KTP dua orang saksi?

Apa-apaan ini?

Saking kesalnya, aku bilang kalian ini kerja pakai otak atau pakai dengkul atau bagaimana? Tadi kawan kamu bilang yang kurang hanya Akta Nikah Catatan Sipil saja, aku sudah setengah mati pergi print itu Akta Nikah Catatan Sipil, sekarang lu bilang harus ada fotokopi saksi dua orang. Saksi apaan, dodol? Apa urusannya mereka dengan Akta Kelahiran anak aku?

Yang aku urus itu Akta Kelahiran anak aku, kenapa harus pakai saksi? Kenapa harus dua orang saksi? Apa masih kurang bukti dengan fotokopi Kartu Keluarga, KTP suami istri, Akta Nikah Gereja dan Catatan Sipil, plus Surat Pengantar dari RT/RW itu? Aku tanya Anda sekali lagi, apa masih kurang?

Karena aku sudah spanning dan ngomel-ngomel, itu petugas buru-buru segera bikin Surat Pengantar sambil bilang nanti mas kena lho di kantor Kecamatan. Ku jawab saja, bodoh amat.

Setelah ku dapatkan Surat Pengantar dari Kelurahan, segera aku meluncur buru-buru ke kantor Kecamatan Setiabud. Pokoknya urusanku harus segera kelar hari ini.

Sesampainya aku di kantor Kecamatan Setiabudi, dengan napas lega dan merasa sudah aman, ku segera memasukan semua berkas-berkas untuk pengurusan Akta Kelahiran Anak aku di bagian Pelayanan Umum.

Petugas yang menerima aku seorang wanita muda, umurnya kira-kira sepantaran dengan aku. Ia bolak balik periksa berkas itu lalu bilang, mas harus bawa dua orang saksi kesini untuk tanda tangan di berkas permohonan Akta Kelahiran. KTP mereka juga harus difotokopi dan dilampirkan disini.

Sempruuulllll….

Aku lantas tanya apa relevansinya dua orang saksi dengan Akta Kelahiran anak aku? Masa aku harus pulang cari dua orang untuk dihadirkan dihadapanmu sebagai saksi hanya untuk tanda tangan dan menyerahkan fotokopi KTP mereka? Apa mereka mau? Urusan anak aku kok bisa-bisanya melibatkan orang lain sebagai saksi?

Aturan macam apa itu? Supaya mbak tahu saja, aku ini sudah pontang panting kesana kemari, yang wajar-wajar saja-lah, mbak. Si mbak itu menjawab dengan santai (sepertinya ini orang sudah terbiasa kena semprot dari para orang tua yang kesal) bahwa itu sudah aturan, dan aturan itu sudah berlaku sejak tahun 2012 yang silam.

Dengan lantang aku tanya, memangnya yang bikin itu autran siapa? Fauzi Bowo kah atau Camat kamu? Si mbak itu menjawab, kalau mas enggak mau repot bisa cari siapa saja yang didekat-dekat sini, yang penting harus ada dua orang untuk tanda tangan. Tukang ojek juga boleh, yang penting harus ada dua orang yang tanda tangan disini, kalau enggak ada dua orang saksi, enggak bisa.

Benar-benar nelongso aku. Kalian itu bikin aturan aneh, terus kalian suruh aku cari dua orang tukang ojek untuk tanda tangan sebagai saksi Akta Kelahiran Anak aku? Prosedur macam apa itu? Gua laporon Ahok lu! Petugas pria yang duduk disamping si mbak itu segera nyelutuk, silahkan saja, mas.

Daripada ribut tapi justru tak menghasilkan solusi yang bisa saja mengakibatkan urusan Akta Kelahiran Anak enggak kelar-kelar, segera aku keluar dari ruangan itu untuk mencari dua orang, siapa saja, yang penting bisa untuk dijadikan saksi. Keluar uang juga tak apa-apa yang penting urusan harus kelar hari ini.

Didepan kantor Kecamatan Setiabudi ternyata modusnya sudah ada orang-orang yang duduk-duduk dan menunggu para orang tua yang kelimpungan cari dua orang saksi. Akhirnya ku bayar dua orang pria paruh baya yang lagi nongkrong dibawah pohon didepan kantor Kecamatan Setiabudi itu.

Menurut mereka, sudah biasa mereka dimintai tolong sama orang tua yang lagi mengurus Akta Kelahiran. Duh, macam Joki Three in One saja.

Ini harap menjadi perhatian Ahok diawal kepemimpinannya sebagai Gubernur DKI yang baru. Aku tak tahu apakah semua kantor Kecamatan di Jakarta ini aturannya memang begitu atau jangan-jangan hanya di kantor Kecamatan Setiabudi saja.

Yang begini ini mungkin saja Ahok tak tahu, aku berharap testimoni aku ini bisa dibaca Ahok dan segera dihapus aturan dodol itu. Tolong birokrasi yang sinting dan bikin spanning itu segera dipangkas supaya ramping sehingga meringankan para orang tua yang mengurus Akta Kelahiran Anak.

Yang tak ada gunanya dan enggak perlu-perlu banget, dibuang saja ke kali Ciliwung sana, pak. Aturan kok tak ada penting-pentingnya sama sekali itu.

Mau Natalan begini, hanya bikin hilang damai sejahtera saja.

Reseh.




Sumber : http://ift.tt/16QlUh3

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz