Suara Warga

Kerumitan Administrasi Kependudukan di Indonesia

Artikel terkait : Kerumitan Administrasi Kependudukan di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang besar dalam hal jumlah penduduk, berdasarkan data populasi penduduk pada tahun 2005, jumlah penduduk Indonesia sekitar 241.973.879 jiwa, dengan jumlah tersebut, berarti Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Republik Rakyat Cina dengan 1.306.313.802 jiwa, India 1.080.264.388 jiwa, dan Amerika Serikat 295.734.134 jiwa. Dengan jumlah penduduk yang besar seperti ini, Indonesia tentunya membutuhkan administrasi kependudukan yang terorganisir dari pusat hingga ke daerah. Administrasi kependudukan menjadi semakin penting karena selalu bersentuhan dengan setiap aktivitas kehidupan di Indonesia. Salah satunya, apabila kita akan berdomisili pada suatu wilayah maka kita harus memiliki tanda domisili yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Lalu bagaimana dengan penduduk yang berdomisili di daerah lain yang bukan daerah asalnya?

Contoh kasus dari permasalahan tersebut adalah pencatatan sipil dalam lingkup bukti keterangan domisili bagi para penduduk musiman/pendatang di Kota Surabaya. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya telah mengeluarkan KIPEM (Kartu Identitas Penduduk Musiman) yang diperuntukkan bagi penduduk musiman di Surabaya. Penduduk musiman yang ingin memperoleh KIPEM harus terlebih dahulu mengisi formulir permohonan tinggal sementara yang didapatkan dari kantor kelurahan atau kecamatan dengan menyertakan berbagai persyaratan. Namun, bagi beberapa penduduk musiman, persyaratan tersebut terlalu rumit dan membuang banyak waktu dan tenaga. Disisi lain, banyak juga dari penduduk musiman yang mematuhi aturan tersebut. Tercatat sebanyak 9.504 penduduk pendatang telah melakukan pengurusan KIPEM dari Januari hingga 1 April 2014. Sedangkan di tahun 2013 lalu tercatat sebanyak 2.014 orang melakukan pengurusan KIPEM.

Lalu apa permasalahannya? Permasalahan muncul ketika Pemerintah Kota Surabaya mengeluarkan program baru berjenis serupa yakni Surat Keterangan Tinggal Sementara (SKTS) yang telah disosialisasikan oleh Dispendukcapil ke kecamatan dan kelurahan di Surabaya pada bulan Oktober 2014. Dengan diluncurkannya SKTS ini, Pemkot bertujuan untuk mempermudah para penduduk musiman dalam proses pengurusan surat keterangan domisili. Tentu saja dalam hal ini, SKTS akan menggeser posisi KIPEM yang telah sekian lama dijalankan sebagai kartu identitas bagi para penduduk musiman. Pertanyaannya ialah mengapa pemerintah merubah satu program ke program lain padahal jika dilihat dari fungsinya mempunyai kesamaan? Bukankah hal tersebut malah memberikan citra bahwa pemerintah tidak konsisten dalam mengeluarkan program dalam bentuk surat keterangan atau kartu identitas bagi para pendatang? Belum lagi jika dilihat dari data yang telah diberikan sebelumnya bahwa 9.504 orang telah melakukan pengurusan KIPEM, apa yang akan mereka lakukan dengan KIPEM tersebut jika nantinya KIPEM yang telah mereka buat sudah tidak akan berlaku lagi? Lalu mereka harus kembali mengurus surat keterangan yang notabene sejenis dengan KIPEM yang mereka miliki. Dapat dikatakan disini, bahwa program yang terlihat tidak konsisten ini malah terkesan seperti membuang-buang waktu maupun biaya. Karena seperti yang kita ketahui, bahwa program dari pemerintah tentunya memerlukan dana yang tidak sedikit dan waktu yang relatif tidak singkat.

Dari contoh diatas, alangkah lebih baik jika pemerintah memberikan solusi konkrit terkait masalah tersebut. Salah satunya adalah dengan memaksimalkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) yang di gadang-gadangkan dapat berlaku di seluruh Indonesia. E-KTP pada dasarnya memiliki konsep yang baik namun belum dimaksimalkan. Jika nantinya penduduk pendatang diharuskan untuk melapor, mereka hanya perlu datang ke kecamatan atau kelurahan setempat dan menyerahkan E-KTP mereka. Lalu, petugas kecamatan atau kelurahan akan menambahkan keterangan domisili tanpa merubah alamat asal mereka. Sama halnya dengan proses pengurusan administrasi kependudukan lainnya, semua dapat dicantumkan pada satu kartu identitas saja yang bersifat universal. Sehingga, administrasi kependudukan di Indonesia dapat tertata tanpa adanya kerumitan dalam proses pengurusan surat keterangan lainnya. Karena jika hal tersebut dapat terlaksana, hanya dengan satu ‘klik’ pada database E-KTP, segala informasi terkait kependudukan akan muncul dan tersedia.





Sumber : http://birokrasi.kompasiana.com/2014/12/29/kerumitan-administrasi-kependudukan-di-indonesia-699338.html

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz