Suara Warga

STOP NAIKKAN HARGA BBM SUBSIDI: Tapi Naikkan Saja Pertamax 100%

Artikel terkait : STOP NAIKKAN HARGA BBM SUBSIDI: Tapi Naikkan Saja Pertamax 100%

Keberhasilan pemerintah dapat diukur berdasarkan fokus perhatiannya pada masyarakat yang paling miskin, bilamana masyarakat termiskin terpenuhi kebutuhannya maka yang lainnya dapat dipastikan juga terpenuhi –Nelson Mandela, Presiden Afrika Selatan

Defisit atau jebolnya APBN akibat subsidi BBM premium yang mencapai lebih Rp 300 triliun mendorong pemerintah berencana menaikkan subsidi BBM premium dan subsidi BBM solar sekitar tambahan Rp 2 ribu – 3 ribu, yang dipastikan akan menaikkan harga barang-barang kebutuhan hidup, yang pasti memberatkan mayoritas warga Negara yang kurang mampu dan meningkatkan jumlah penduduk miskin.

APAKAH LANGKAH TERSEBUT ADALAH RASIONAL DAN TERBAIK DARI SUDUT KEPENTINGAN PUBLIK ?

MENGAPA ? Yang seharusnya dicegah bukan jebolnya APBN tapi justru jebolnya nasib mayoritas warga Negara karena tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Pemerintah kan dibiayai oleh uang rakyat, olehnya pemerintah diharapkan mampu mendahulukan untuk mengatasi jebolnya nasib warga Negara dibandingkan dengan jebolnya APBN.

Seyogyanya pemerintah mengambil langkah terobosan inovatif yang tidak memberatkan mayoritas warga Negara dan juga mengantisipasi ancaman TSUNAMI KETIDAKTERSEDIAAN MINYAK IMPOR SETIAP SAAT BILA TERJADI GEJOLAK PERANG DI TIMUR TENGAH, TANPA PERANGPUN DALAM 5 TAHUN KE DEPAN KEMUNGKINAN MINYAK IMPOR TIDAK TERSEDIA LAGI AKIBAT MENURUNNYA PRODUKSI MINYAK DUNIA. Kedua tsunami ini berpotensi membuat ekonomi stagnan dan menimbulkan kerusuhan sosial yang masif serta mengancam keamanan dan kesatuan nasional (National Security & Unity) karena Indonesia hanya bisa bertahan 2 minggu tanpa minyak impor.

Menghadapi ancaman dua tsunami diatas, pemerintah sangat membutuhkan dukungan politik rakyat, menaikkan harga BBM subsidi mencederai kepercayaan rakyat, sementara masih banyak pilihan untuk mengurangi subsidi BBM.

Anggapan orang kebanyakan, polemik kenaikan harga BBM subsidi ibarat mengurai benang kusut yang belum kita ketahui dimana ujungnya. Padahal tidak demikian.

Ini uraiannya: produksi Indonesia 820 ribu barel/hari (bph), hak asing 50% sisanya Indonesia sekitar 400 ribu bph, konsumsi Indonesia 2015 sekitar 1,8 juta bph diperkirakan tahun 2015 Indonesia mengimpor selisihnya (1,4 juta bph), senilai sekitar Rp 750 triliun termasuk biaya pengolahan, distribusi, bunga bank. Menurut pengamat, perkiraan subsidi BBM tahun 2015 sekitar Rp 500 triliun. Bagaimana ketersediaan minyak impor ke depan bagi Indonesia. Perkiraan produksi puncak dunia (peak oil) terjadi saat ini pada 2014, sekitar 90 juta barel perhari (bph), 45 juta barel dipergunakan sendiri Negara produsen dan saat ini hanya sekitar 45 juta bph sisanya yang tersedia untuk diimpor oleh berbagai negara, namun 5 tahun ke depan hanya tersedia minyak impor dunia sekitar 25 juta bph yang untuk lima Negara pengimpor terbesar sudah tidak mencukupi. Indonesia pengimpor diurutan ke 14 dunia, saat ini lima negara pengimpor terbesar saja (AS, China, Jepang, India, Korea) menyedot setengah dari minyak yang diperdagangkan. Untuk menjamin keberlangsungan ekonominya (security of supply), Indonesia harus berkompetisi dengan sekitar 200 negara pengimpor.

Kenaikan harga pertamax merupakan penerapan prinsip yang kaya membantu yang miskin dan akan berhasil meningkatkan pendapatan negara sekaligus menggiring masyarakat mampu untuk menggunakan transportasi umum serta menggiring pemerintah membangun secepat-cepatnya fasilitas transportasi umum yang nyaman.

Jika langkah ini diikuti dengan tetap mempertahankan subsidi BBM premium bagi rakyat yang kurang mampu (petani, nelayan, buruh dan pegawai rendah dan sebagainya) dan BBM industri maupun transportasi umum (premium, solar, diesel) tidak dinaikkan, maka akan tercegah kenaikan inflasi dan kenaikan harga barang kebutuhan hidup. Bilamana kenaikan harga pertamax diberlakukan dan diikuti oleh langkah-langkah pemerintah untuk penghematan serta pencegahan dan pemberantasan korupsi secara signifikan serta upaya peningkatan produksi minyak nasional diintensifkan dan konsumsi BBM ditekan melalui percepatan diversifikasi energi maka dengan kerja keras impor BBM tidak diperlukan dan tidak diperlukan lagi kenaikan harga BBM subsidi. Dengan demikian kelompok masyarakat dilapisan akar rumput terselamatkan dari beban ekonomi sehari-hari yang mencekik leher.

SEPULUH LANGKAH SOLUSI TUNTAS

1. Naikkan harga BBM pertamax 50% atau 100% untuk kendaraan roda 4 pribadi. Perkiraan tambahan devisa sekitar Rp 200 triliun, memadai menutup defisit APBN dan terapkan semua alternatif metoda kontrol dan pengawasan TNI POLRI 24 jam ditiap SPBU/darat/laut. Aparat dirotasi tiap hari antar SPBU/lokasi rawan. BBM subsidi hanya untuk transportasi publik, nelayan, petani dan kendaraan roda dua. Hindari kenaikan harga BBM sebelum pemerintah secara kongkrit kerja keras melakukan efesiensi segala bidang dan merubah sistem penyebab korupsi.

2. Stop produksi kendaraan BBM termasuk mobil murah BBM untuk pasar domestik, kendaraan BBM dialihkan ke pasar global, konversi industri kendaraan BBM menjadi kendaraan BBG segera, dengan masa transisi satu sampai tiga tahun. Negara menyediakan secara gratis alat konversi (converter kit) mobil BBM menjadi mobil BBG untuk mobil lama dan untuk mobil baru langsung disediakan oleh industri mobil, dimulai dari semua kendaraan milik negara. SPBG dibangun sebanyak-banyaknya ditiap kota.

3. Stop pembangunan jalan tol seluruh Indonesia dan alihkan anggarannya untuk membangun secara besar-besaran transportasi masal (perbanyak rel ganda kereta api, aktifkan rel kereta yang terbengkalai, monorail disetiap kota, bis kota BBG semacam TransJakarta, MRT)

4. Alihkan semua kendaraan BBM menjadi kendaraan listrik dan BBG, gratiskan jutaan sepeda (seperti di Cina) kepada rakyat & sediakan infrastrukturnya. Import kendaraan listrik di buka seluas-luasnya tanpa dikenakan pajak. Wajibkan (bukan lagi himbauan) penggunaan alat listrik hemat energi (AC, kompor, lampu LED, bangunan pemerintah dibuat tinggi agar tanpa AC (contoh bangunan eks Belanda), bangunan perkantoran bertingkat (sky building) memakai energi matahari bebas BBM (green building)

5. Percepat diversifikasi PLTGas Dan PLTU Batubara, Geothermal, Nuklir, Solar Energy, dan Energi Alternatif Lainnya. Khusus PLT Nuklir diberikan prioritas untuk segera dibangun diluar Jawa (negara maju AS hampir 200 PLTN, Perancis, Jerman dan Jepang masing-masing hampir 100 PLTN menjadi penunjang sumber energi non fosil, Cina menyusul dengan puluhan PLTN) mitos bahaya PLTN sebaiknya diatasi dengan sosialisasi intensif. Bangun segera fasilitas penampungan cadangan minyak jadi untuk bertahan 100 hari (kapasitas 120 juta barel) tanpa impor.

6. Target “zero” impor BBM diupayakan dalam lima tahun. Konsumsi BBM transportasi (70% konsumsi nasional) dan BBM untuk listrik PLN maupun swasta (30%) menjadi nol dalam lima tahun dan minyak produksi dalam negeri seluruhnya tidak lagi digunakan untuk kendaraan tapi digunakan untuk bahan baku (feed stock) industri hilir / petro kimia, menghasilkan nilai tambah ekonomi yang sangat signifikan.

7. Dari sisi suplai: Percepat realisasi peningkatan produksi sesuai INPRES NO. 2 THN 2012.Stop ketidakpastian status kontrak lapangan produksi asing yang praktis seluruhnya akan berakhir 5-10 tahun. Pastikan tidak diperpanjang dan dikembalikan kepada negara, dikelola bangsa sendiri. Penurunan produksi selama satu dekade ini salah satunya karena tidak ada kepastian status kontrak setelah masa berakhirnya. Pengalaman dua dekade terakhir pengalihan lapangan produksi eks asing kepada perusahaan nasional praktis menghasilkan kenaikan produksi yang signifikan. Bila dikombinasikan dengan eksplorasi yang intensif, berpotensi menaikkan produksi minyak nasional dari 800 ribu bph menjadi 1,1 juta bph. Selama 120 tahun, 23 milyar barel minyak diproduksikan perusahaan asing, dengan sekitar 3 milyar barel minyak yang tersisa (cadangan terbukti), seharusnya perusahaan produksi asing tidak perlu diperpanjang karena perusahaan nasional sudah sangat siap.

8. Agar tidak tergantung minyak impor, targetkan Tahun 2020 Seluruh Kebutuhan Minyak Indonesia Seluruhnya Diproduksikan Dari Wilayah Indonesia Oleh Nasional Dan Asing. Disamping investasi eksplorasi asing, Pemerintah HARUS BERANI Menyediakan dana eksplorasi dan setengah eksplorasi sebesar 2-4 Milyar Dolar/Thn Untuk kegiatan pengeboran 50-100 Sumur Eksplorasi. Berikan insentif pajak, tax holiday, selama eksplorasi dan 10 tahun masa produksi serta kemudahan investasi lainnya, baik pada prospek lapangan baru maupun lapangan tua eks Belanda.

Lapangan tua setelah di eksplorasi kembali, terbukti produksi meningkat,contoh di Pendopo Sumsel 15 ribu bph menjadi 70 ribu bph (Medco), di Cepu Jateng 1000 bph menjadi 30 ribu bph, berpotensi 160 ribu bph tahun 2015 (Pertamina-Exxon Mobile), Suban Burung Sumsel menjadi 700 juta SCF gas perhari (ConocoPhillips), NW Java Sea 22 ribu bph menjadi 40 ribu bph (Pertamina ONWJ).

9. Kembalikan PERPPU Pertambangan Minyak No.44 Thn 1960 dan UU Pertamina No. 8 Tahun 1971, PERTAMINA bertindak sebagai operator sekaligus regulator, hasilnya empat dekade menaikkan produksi Indonesia dari 300 ribu bph menjadi 1,7 juta bph dan dicontoh BUMN banyak negara di dunia, seperti Petronas Malaysia dan ARAMCO Arab Saudi. Hasilnya lebih 90% produksi dan cadangan minyak dunia telah dikuasai oleh BUMN dan perusahaan minyak nasional lainnya (NOC National Oil Company). Konsekuensinya SKK Migas Menjadi BUMN Migas Baru Yang Melakukan Fungsi Seperti BUMN Pertamina Dulu Sesuai Undang-Undang Pertamina No 8 Tahun 1971, sehingga semua kontrak lapangan produksi asing yang tidak diperpanjang otomatis diserahkan kepada negara melalui BUMN SKK MIGAS, sehingga berhak melakukan monetisasi atau fund raising terhadap cadangan dan produksinya untuk membantu akusisi lapangan produksi produksi asing oleh usaha-usaha nasional.

10. Wujudkan UU keberpihakan nasional (National Interest Act) yang mendorong kemandirian dan tetap berwawasan global (bukan nasionalisme sempit) dan atau masukkan semangat keberpihakan nasional dalam semua UU, mendahulukan sumber daya nasional dikelola oleh kemampuan usaha nasional serta membatasi kebijakan globalisasi yang merugikan kepentingan nasional. Mengembalikan Kedaulatan Migas Nasional Ke Tangan Negara melalui pengembalian substansi UU No. 44 Th. 60 dan UU PERTAMINA No.8 Th.71. DARURAT ENERGI membutuhkan mobilisasi dana nasional dan asing yang sangat besar, olehnya dibutuhkan Pendirian Indonesia Investment Corporation (Semacam TEMASEK Di Singapura, CIC China Invesment Coorporation), sebagai bagian dari keberpihakan nasional dan semangat Indonesia Incorporated.

Karena ketidaksediaan minyak impor sudah sampai mengancam keamanan negara, maka pemberian insentif bagi proyek-proyek investasi yang berkaitan dengan upaya mengatasi DARURAT ENERGI sebaiknya diberikan semenarik mungkin dan harus secepatnya karena ketidaktersediaan minyak impor bagi Indonesia bisa terjadi setiap saat. Langkah-langkah diatas memerlukan pemerintahan yang kuat dan produktif. Karena hampir semua masalah sektoral tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor itu sendiri maka sektor-sektor strategis energi, pangan yang masih sangat tergantung dari impor tentunya akan ditangani langsung oleh Presiden atau Wakil Presiden. Sebagai bagian dari revolusi mental, pemerintahan baru dapat juga mengambil inisiatif membuka dialog agar Indonesia mempunyai sistem politik bernegara yang lebih menjamin kepentingan publik selalu didahulukan dari kepentingan lainnya.

KEMERDEKAAN DAN KEDAULATAN NEGARA TERGADAI OLEH KETERGANTUNGAN MINYAK IMPOR: “DEPENDENCE ON IMPORTS WOULD MEAN THAT A COUNTRY WOULD NEVER BE INDEPENDENT”, (1908, JOHAN RUDOLF KJELLEN). SUATU NEGARA YANG MENGANDALKAN KEBUTUHAN PRIMERNYA DARI IMPOR, TIDAK DAPAT DIKATAKAN LAGI SEBAGAI NEGARA YANG TELAH MERDEKA.

DEMIKIAN JUGA PENDAPAT WARREN CHRISTOPHER MANTAN WAKIL MENLU AS: “IT MAY BE TOO STRONG TO SAY THAT OUR DESPERATE DEPENDENCE ON FOREIGN OIL REDUCES OUR SOVERIGNITY AS A NATION (1981), KETERGANTUNGAN SUATU BANGSA PADA IMPOR MINYAK AKAN MEMBUAT BANGSA KEHILANGAN KEDAULATANNYA.

salam




Sumber : http://ift.tt/1pDhgLH

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz