PPP, di Mana Islammu?
Gambar kreasi dari sumber yang jelas.
PPP, dimana Islam mu ?
Diawali dengan Muhaimin di PKB yang kini ditiru Romahurmuzi di PPP mengingatkan penulis akan nasehat orang tua :
Ing Tanah Jawa bakal ana kedadean ya iku : Nalika kali ilang kedunge, pasar ilang kumandange wong Islam ilang cekelane. Wus tekan titi wancine Tanah Jawa tanpa tata, wong bodo dadi panutan wong pinter dadi guyonan. Sing salah dadi bener sing bener malah diuber……………
Artinya : di Tanah Jawa ( Nusantara / Indonesia ) aka ada kejadian yaitu : Ketika sungai hilang kedungnya ( Bagian yang dalam dari sungai ) pasar hilang gaungnya (Pada saat saya kecil keramaian pasar itu gaungnya terdengar sampai tidak kurang dari 1 Km.) orang Islam kegilangan pegangan. Sudah sampai waktunya Tanah Jawa ( Indonesia ) tanpa aturan, orang bodoh dikuti, orang pandai jadi bahan tertawaan. Yang salah jadi benar yang benar malah dikejar-kejar…………………….
Ternyata kata bijak diatas sangat erat kaitannya dengan Polusi, yang pertama adalah polusi air yang meratakan tanah, polusi udara yang merusak kehidupan dan polusi budaya yang merusak peradaban.
Kata-kata bijak yang muncul ditengah kehidupan manusia yang mayoritas beragama Islam, akan menjadikan budaya Islam sebagai pegangan. Ternyata tepat sekali untuk dipergunakan sebagai tolok ukur bagaimana perkembangan budaya Islam di Indonesia sekaligus dalam kaitannya dalam berbangsa dan bernegara.
Benarkah keterpurukan Bangsa Indonesia saat ini, karena orang Islam telah kehilangan pegangannya ?
Indonesia sebagai Bangsa untuk menjadi sebuah Negara diawali dengan pernikahan budaya dan agama pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam satu sumpah setia sebagai satu bangsa, bangsa Indonesia.
Kehamilan yang mengandung bayi kemerdekaan akibat perkawinan terwujud sebuah Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia melalui BPUPKI yang ditanda tangani oleh Sembilan orang wakil rakyat Indonesia ; Ir. Sorkarno, Drs. Muhammad Hatta, Mr. AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr. Ahmad Subardjo, K.H. Wahid Hasjim dan Mr. Muhammad Yamin.
Kemudian PPKI yang membidani kelahiran bayi Negara Indonesia Merdeka melalui sebuah Proklamasi yang dikumandangkan oleh Bung Karno sang Proklamator adalah sebuah cukilan sejarah yang diwarnai oleh budaya Islam yang dominan menjadi pegangan lahirnya sebuah Negara Indonesia.
Tanpa mengecilkan peran dari pemeluk Agama lain yang diwakili oleh Mr. AA Maramis sebagai salah seorang penanda tangan Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia, adalah satu realita yang nyata bahwa budaya Islam adalah mayoritas dan mewarnai cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara dalam sebuah Negara Merdeka.
Adalah dua organisasi Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama bersama Muhammadiyah yang kemudian diikuti oleh Syarikat Islam dan semua organisasi Islam yang ada diIndonesia dalam wadah MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) yang pada tataran berikutnya membangun sebuah kekuatan Politik menjadi Majelis Syura Muslimin Indonesia ( Masyumi )
Adalah tidak berlebihan bila kemudian Nahdlatul Ulama menyatakan bahwa tanpa “Resolusi Jihad” Nahdlatul Ulama Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 tidak akan pernah bisa terwujud dan dipertahankan.
Sayang sekali bahwa kemudian sedikit demi sedikt semangat Islam terkikis, bahkan akhirnya ditinggalkan sama sekali.
Diawali dengan pecahnya Masyumi menjadi dua kekuatan Politik yang bersaing, dimana Nahdlatul Ulama kemudian bermetapurpuse menjadi Partai Politik yang berakhir dengan tersingkirnya Masyumi dari percaturan Politik dan berbagai romantika politik dengan terpolarisasinya kekuatan Politik dalam wadah NASAKOM. Dimana kemudian Islam yang merupakan kekuatan terbesar justru dianggap sebagai ancaman yang menjadi semakin nyata pada REZIM ORDE BARU dengan dihapuskannya Ideologi Islam sebagai Ideologi Partai Politik.
Perjuangan Politik Islam yang ada dalam tekanan ORDE BARU cukup layak mendapat Apresiasi, walaupun harus dengan Nama Partai Persatuan Pembangunan, akan tetapi semangat Masyumi yang menyatukan Organisasi –organisasi Islam dalam satu partai yang menjunjung dan memperjuangkan azaz Islam masih ada didalamnya.
Akan tetapi justru setelah tekanan Rezim militer terhadap semangat Islam tumbang, saat REFORMASI digulirkan, saat itu pula semangat Islam di Indonesia ada pada titik nadir. Semangat Islam tinggal tersisa pada Pertai-Partai kecil yang akhirnya terhapus dari peredaran, sedangkan dua Organisasi Islam Terbesar, justru malu mengenakan baju Islam yang dianggap terlalu kekecilan dalam ajang percaturan Politik.
NU dan Muhammdiyah yang malu berpartai Islam dan bangga meninggalkan semangat Islam dengan membidani lahirnya Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Amanat Nasional adalah awal dari keruntuhan Islam di Indonesia.
Tinggalah Partai Persatuan Pembangunan yang tersisa berpegang pada azaz Islam, setelah Partai Bulan Bintang yang menyatakan sebagai penerus Masyumi mengangkat slogan Izul Islam wal Muslimin, ternyata hanya mimpi disiang bolong dengan baju Masyumi yang “Kebesaran“
Dikala para pemimpin Islam telah meninggalkan Islamnya, saat ini benar-benar telah terwujud. Bahkan bak bayi yang baru lahir pada decade 70 an dengan semangat Islam yang menggebu melalui kalangan Tarbiyah. Ternyata Islamnya hanya seumur jagung.
Partai Keadilan yang lugu yang kemudian menjadi harapan bahkan bukan hanya dari kalangan Islam, yang mereka datang menjadi wakil rakyat kegedung DPR dengan hanya memakai sandal jepit, menyuarakan keadilan dan kebenaran. Akhirnya juga tumbang oleh gemerlapnya Jam tangan Rolex dan empuknya kursi kekuasaan, setelah misi sejahtera dimasukkan.
Kesejahteraan untuk siapa ? Bila hanya karena alasan ingin restu dari Paman Sam atas desakan nafsu syahwat untuk ikut memerintah Indonesia, merelakan azaz Islam untuk dibuang jauh-jauh.
Maka bila kali ini seorang ROMAHURMUZI, melakukan pengkhianatan terhadap para sesepuh PPP hanya karena peri laku arogan seorang Surya Dharma Ali, kemudian Romi meniru perilaku Muhaimin Iskandar yang lupa kacang akan kulitnya, dengan menikam dari belakang pamannya sendiri KH. Abdul Rahman Wahid atau Gus Dur yang telah dengan susah payah membidani kelahiran PKB, maka habislah sudah harapan dipergunakannya Islam sebagai pegangan. Karena PPP pun kini telah hancur berkeping tanpa Islam didalamnya.
Mengapa Muhaimin Iskandar menikam Gusdur dari belakang, mungkin karena Gus Dur memang kuwalat terhadap Ayahanda dan Kakeknya yang dengan penuh perjuangan menjadikan Nahdlatul Ulama sebagai penegak Panji-panji Islam untuk mengisi kehidupan berbangsa dan bernegara dengan khasanah Islam yang ditangan Gus Dur pula Panji – panji Islam dibuang jauh-jauh dan mengganti Panji-panji Islam dengan panji-panji keberagaman dengan menafsirkan Islam yang Rahmatan lil alamin secara menyimpang dengan mengorbankan uhuwah ilsmiyah, hanya dengan imbalan sebagai “GURU BANGSA”
Lebih parah apa yang dikatakan Nusron Wahid Ketua PP GP Ansor yang mengatakan : “Diatas hukum Agama dan adat, ada konstitusi Negara“ kemudian diteruskan “Kita orang Indonesia yang beragama Islam, bukan orang Islam yang tinggal di Indonesia”
Pernyataan yang bisa kita lihat dengan gamblang, pada acara ILC yang ditayangkan TV One 14 Okt. 2014.
Pernyataan Nusron Wahid itu perlu dijawab :
Adalah merupakan kesepakatan para pendiri Bangsa untuk meletakkan Hukum Agama dan Adat sebagai tata nilai dan sumber hukum yang paling dasar sebagai landasan konstitusional yang menjiwai UUD 45.
Tata nilai Agama dan adat yang sudah berlaku secara turun temurun dan menyatu dengan kehidupan masyarakat Indonesia yang menjadi alasan, latar belakang maksud dan tujuan dibentuknya satu Pemerintahan Negara yang Merdeka dan berdaulat yang merupakan KESEPAKATAN LUHUR para pendiri Negara yang mewakili segenap Rakyat Indonesia yang dituangkan dalam Pembukaan UUD 45. Itulah pengertian Konstitusi secara utuh.
Mempertentangkan Agama dan Adat dengan Konstitusi NKRI yang dilakukan Nusron Wahid adalah memalukan sekali karena Musron Wahid adalah keturunan langsung dan sangat dekat dengan peletak dasar-dasar Konstitusi. Konstitusi NKRI lahir dalam kandungan Piagam Jakarta yang ditanda tangani oleh Sembilan Wakil yang merupakan budaya yang digali dari keberadaan Wali Sanga, inilah arti dan kandungan sebenarnya dari Tim Sembilan Penandatangan Naskah Asli Pembukaan UUD 45.
Jadi jelas pernyataan Nusron Wahid berikutnya akan dijawab oleh leluhurnya sendiri bahwa Nahdlatul Ulama adalah Organisasi Islam yang beranggotakan orang-orang Islam, yang tinggal di Indonesia yang telah manjadi orang Islam sebelum Negara Indonesia lahir. Yang bersama Komponen bangsa lainya melahirkan Indonesia yang Merdeka dan Berdaulat, dimana Nahdlatul Ulama meletakkan sendi-sendi Islam dalam kesepakatan para Pendiri Negara menjadi bagian tak terpisahkan dengan konstitusi sebagai landasan Fundamental yang menjiwai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Jadi jelas Nahdlatul Ulama dan Umat Islam di Indonesia bukan hanya sekedar Orang Indonesia yang beragama Islam, seperti kata Nusron Wahid. Tapi benar adalah Orang Islam yang tinggal di Indonesia yang berperan aktif mendirikan Negara Indonesia dan ikut meletakkan dasar-dasar Konstitusi yang berlaku di Indonesia.
Seharusnya Umat Islam di Indonesia ini, bukan Islam Inlander. Tapi Islam yang berani berperan atas nama Islam. Berperan dalam sebuah Negara yang dibangun dalam semangat Jihad fi sabilillah walaupun sudah menjadi kesepakatan bersama oleh para Pendiri Negara, yang harus dipertahankan bahwa NKRI bukan Negara Islam .
Jelas kata-kata Nusron Wahid bukanlah berasal dari leluhurnya yang merupakan pejuang Islam sekaligus pendiri Negara Indonesia, tapi cermin dari pemahaman Islam Inlander, yang diperoleh dari pemahaman Islamopobhia kaum Liberal Sekuler.
Sayang sekali bahwa adalah satu kenyataan, bila saat ini Nusron Wahid tidak berdiri sendirian, bahkan sebagian besar dari para Pemimpin yang mengaku Islam dan yang muncul kepermukaan sebagai pemimpin dan bahkan memimpin Partai Islam dan Partai berbasis Organisasi Islam, adalah sama dengan Nusron Wahid, Islam Inlander?
PPP, PKS, PKB, PAN, PBB dimana Islam berada ?
Salam Prihatin untuk Umat Islam.
Sumber : http://ift.tt/1uQCTtf