Suara Warga

KURANGI BICARA, MARI KEMBALI KE MEJA KERJA

Artikel terkait : KURANGI BICARA, MARI KEMBALI KE MEJA KERJA

KURANGI BICARA, MARI KEMBALI KE MEJA KERJA

Presiden Jokowi dan Wapres JK secara resmi melantik kabinetnya lima tahun ke depan di halaman Istana Negara, pada senin (27/10). Kabinet yang terdiri dari 34 menteri itu dinamai sebagai ‘Kabinet Kerja’. Para menteri yang diangkat adalah orang-orang yang terpilih, bersih, dan telah dikonsultasikan kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Sekitar setengah dari anggota kabinet berasal dari kalangan profesional dan teknokrat dari berbagai universitas.

Beragam tanggapan kita dengar di media dan media sosial pasca pengumuman dan pelantikan Kabinet Kerja. Ada yang pesimis, moderat sampai optimis. Lingkaran Survei Indonesia dalam survey yng dilakukan pada 27 dan 28 Oktober merilis hasil survei pendapat masyarakat tentang Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Hasilnya, masyarakat tidak langsung puas terhadap bentukan kabinet kerja Jokowi-Kalla. Hanya 4,46 persen yang menyatakan langsung puas dengan kabinet Jokowi setelah Kabinet Kerja diumumkan dan dilantik oleh Presiden Jokowi. Mayoritas masyarakat yakni sebesar 74,75 persen menyatakan bahwa mereka masih menunggu dan melihat kerja konkret kabinet Jokowi di 3 sampai 6 bulan pertama, sebelum menilai puas atau tidak puas dengan kabinet Jokowi. Sementara 16,83 persen masyarakat menyatakan tidak langsung puas dengan kabinet bentukan Jokowi-Kalla. Rata-rata di semua segmen antara 68-77 persen publik yang menyatakan masih menunggu kerja konkret kabinet Jokowi sebelum menilai baik atau buruk pemerintahan Jokowi.

Membuktikan Dengan Kinerja

Penilaian publik tersebut sah-sah saja. Namun, sebagai warga bangsa, kita harus selalu bersikap optimis terhadap perjalanan bangsa kita dan memberi kesempatan kepada kabinet ini untuk bekerja dan menunjukan kinerjanya. Oxford English Dictionary mendefinisikan kinerja sebagai:”The accomplishment, execution, carrying out, working out of anything ordered or undertaken. Dari definisi tersebut, kinerja dapat diartikan sebagai keberhasilan suatu tindakan, tugas atau operasi yang dilakukan oleh orang, kelompok orang, atau organisasi.

Kinerja dengan demikian dapat merujuk pada keluaran (output), hasil (outcome), atau pencapaian (accomplishment). Jika dikaitkan dengan kebijakan, kinerja suatu kebijakan dapat didefinisikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian implementasi dalam mewujudkan sasaran dan tujuan suatu kebijakan, baik itu berupa keluaran kebijakan (policy output), maupun hasil kebijakannya (policy outcome).

Saat ini, kita tentu belum bisa membuat justifikasi apakah Kabinet Kerja ini gagal atau berhasil. Untuk melakuan penilaian terhadap kinerja kabinet diperlukan indikator-indikator. Indikator merupakan instrument penting untuk mengevaluasi kinerja implementasi suatu kebijakan. Indikator juga akan membantu kita memhami kemajuan atau pencapaian tujuan suatu kebijakan. Selain itu, indikator yang baik juga akan menjadi alat peringatan dini apabila ada sesuatu yang salah dalam upaya untuk mencapai tujuan kebijakan. Itulah sebabnya, publik perlu menunggu dan membiarkan Kabinet Kerja bekerja dengan baik.

Sinergi Diperlukan

Prasyarat penting agar implementasi kebijakan dari Kabinet Kerja ialah bersinergi baik dengan mitra kerja seperti DPR maupun dengan swasta termasuk lembaga masyarakat sipil. Sesuai dengan pembagian tugas yang secara luas diakui maka tugas lembaga politik (DPR) adalah merumuskan kebijakan. Setelah kebijakan diambil maka tugas eksekutif adalah mengeksekusi kebijakan tersebut dalam upaya untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang secara politis telah disepakati.

Selain itu, Presiden dan menteri-menterinya harus terbuka bagi suara-suara alternatif di seberang pemerintah. Kebenaran tidak selamanya terungkap dalam kekuasaan yang cenderung korup. Demi kebaikan pemerintah sendiri, perlu ada kelapangan jiwa untuk menerima kehadiran oposisi. Mandat reformasi menghendaki peran parlemen yang kuat, tidak lagi sekadar stempel pemerintah sebagaimana sebelumnya. Parlemen diharapkan mampu mengembangkan checks and balances yang dapat mengatasi kemungkinan persekongkolan destruktif antara legislatif dan eksekutif yang dapat mengarah pada apa yang disebut Bung Hatta sebagai ”negara kekuasaan”, ”negara penindas”.

Dalam memenuhi tuntutan tersebut, parlemen diberikan fungsi pengawasan terhadap pemerintah. Fungsi ini hanya bisa berjalan efektif sejauh ada kekuatan alternatif di luar partai-partai penyokong pemerintah. Peran kekuatan alternatif ini sangat vital sebagai corong untuk menyuarakan aspirasi publik maupun sebagai peniup peluit peringatan agar publik waspada akan adanya hal-hal yang tak beres dalam kebijakan pemerintah.

Sektor swasta juga memiliki peran penting dalam membantu pemerintah mengimplementasikan berbagai kebijakan mereka. Efisiensi cara kerja sektor swasta, kualitas SDM yang mereka miliki, kecepatan adopsi terhadap berbagai perkembangan teknologi sering menjadi alasan mengapa pemerintah merasa perlu melibatkan sector swasta. Organisasi masyarakat sipil juga memiliki peran yang tidak kalah strategisnya dalam membantu pemerintah mengimplementasikan berbagai kebijakan dan program mereka. Organisasi masyarakat sipil memiliki berbagai keunggulan antara lain:kedekatannya dengan kelompok sasaran, sifatnya yang non profit, organisasinya yang fleksibel, dan memiliki basis normative yang kuat memungkinkan lembaga masyarakat sipil menjadi mitra pemerintah yang dapat diandalkan.

Meskipun agen-agen yang terlibat dalam implementasi kebijakan public bisa sangat beragam, akan tetapi birokrasi sampai saat ini masih memiliki posisi yang paling dominan dibanding dengan organisasi yang lain. Birokrasi menjadi tulang punggung bagi tercapainya berbagai tujuan kebijakan publik.

Kurangi Bicara, kembali Ke Meja Kerja

Dengan terbentuknya kabinet dan adanya kesadaran akan pentingnya mitra yang bisa diajak bersinergi sekaligus penyeimbang seperti DPR, harapan kita ialah Kabinet Kerja di bawah komando Jokowi-JK segera bekerja dengan cepat mewujudkan visi-misi dan janji-janji sebagaimana disampaikan pada masa kampanye yang lalu.

Dengan mata konstitusi, presiden dan para menterinya mengemban tugas untuk melindungi dan meliputi bangsa seluruhnya, yang mampu mengatasi kepentingan golongan dan perseorangan. Betapapun mereka tampil karena dukungan partai atau kelompok tertentu, sekali mereka terpilih anasir-anasir partikularistik harus dikesampingkan demi kemaslahatan bersama.

Ahli kepresidenan, Stephen Hess, menjelaskan, ”Ketimbang sebagai chief manager, presiden adalah chief political officer dari sebuah republik.” Sebagai pejabat politik, tanggung jawab utama seorang presiden adalah membuat sejumlah kecil keputusan politik yang amat signifikan, seperti menentukan prioritas nasional, yang diterjemahkan ke dalam anggaran dan proposal legislasi. Presiden juga dituntut bertindak sistematis untuk mendefinisikan mandat dan watak kepemimpinannya, selain harus menempatkan orang-orang yang loyal terhadap agendanya dalam posisi-posisi kunci. Para menteri di mata Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, bukanlah pegawai tinggi biasa; karena menteri-menterilah yang terutama menjalankan kekuasaan pemerintah (pouvoir executif). Maka dari itu, seperti nasihat publik Amerika Serikat kepada Jimmy Carter,”Kurangi bicara dan kembalilah ke meja kerja!”

Demokrasi memang merupakan pemerintahan dengan perdebatan, tetapi hanya akan mencapai efektivitasnya bilamana pemerintah mampu menyurutkan suara rakyat karena kepuasan mereka terhadap kinerja pemerintah. Selamat Bekerja Kabinet Kerja!




Sumber : http://ift.tt/1pk9iqK

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz