Suara Warga

Presidenku Bermanuver

Artikel terkait : Presidenku Bermanuver



Menjelang selesai 10 tahun masa jabatannya, Presidenku makin tampak jelas bukan seorang negarawan. Pesidenku berjalan tanpa ideologi, tanpa arah jelas dan tanpa prinsip. Presidenku hanya seorang politisi pragmatis-opportunis yang pandai bersandiwara namun sangat terobsesi oleh citra diri dan nama baik.

Apabila Presidenku memiliki ideologi dan arah yang jelas, khususnya terhadap reformasi dan demokratisasi, maka tidak mungkin mengajukan RUU Pilkada dengan 2 opsi, yaitu Pilkada Langsung dan Pilkada Tak Langsung untuk dibahas di DPR. Karena selain Pilkada Langsung adalah amanat perjuangan reformasi, Pilkada Tak Langsung juga jelas-jelas inkonsisten dengan UUD 45 yang telah di Amandemen (lihat tulisan saya http://ift.tt/1pQ5Hdb dan http://ift.tt/1wUzmYq) sehingga sejatinya Presidenku mengajukan RUU Pilkada hanya 1 opsi yaitu Pilkada Langsung dengan 10 perbaikan.

Bahwa Presidenku memang pragmatis-opportunis, itu tergambar dari sikap Partai Demokrat (PD) yang bersama-sama Koalisi Merah-Putih (KMP) mendukung Pilkada Tak Langsung pasca Pilpres 2014. Pastilah Presidenku paham bahwa subtansi perubahan posisi dukungan KMP terhadap mekanisme Pilkada Tak Langsung adalah buntut kekalahan Prabowo-Hatta dalam Pilpres. Presidenku secara sadar menari (sambil bekunjung ke luar negeri) mengikuti gendang yang dimainkan KMP meskipun hilangnya Kedaulatan Rakyat sebagai taruhan.

Ketika gelombang protes rakyat menguat, Presidenku melakukan manuver dengan berpidato di Youtube tentang posisinya yang mendukung Pilkada Langsung namun HARUS dengan 10 perbaikan. Perintah tersebut dibaca dengan tepat oleh anak buahnya di DPR dengan melakukan aksi Walk Out (WO).

Kemudian gelombang kecaman menghantam Presidenku setelah KMP mengesahkan UU Pilkada dengan mekanime Tak Langsung (dipilih DPRD)…. Sadar nama baik dan citranya akan hancur, Preseidenku lagi-lagi melakukan manuver.

(1) Dengan “suara murka” mengecam aksi WO yang dilakukan Wakil PD di DPR, kemudian mengancam untuk menindak tegas. Setelah situasi reda, ancaman hanya gonggongan semata, karena Presidenku paham bahwa yang dilakukan anak buahnya di DPR merupakan konsekwensi logis dari sikap dan arahan Presidenku juga.

(2) Mengajukan Perpu Pilkada. Presidenku seakan-akan mengatakan kepada rakyat Indonesia: “Wahai rakyatku, aku bersamamu, aku mendukung Pilkada Langsung, aku memperjuangkan Kedautanmu untuk tetap memilih pemimpin-pemimpinmu”. Dengan begitu citra dan nama baik Presidenku akan tetap baik dan tidak akan dicatat dalam sejarah kelam bangsa sebagai presiden yang telah merusak perjuangan reformasi dan demokratisasi.

(3) Bahwa disetujui atau tidaknya Perpu Pilkada Langsung oleh DPR, bukan urusan Presidenku, itu urusan presiden sesudah Presidenku. Kalau presiden sesusah Presidenku gagal memperjuangkan ide Presidenku maka biarlah rakyat yang menilai bahwa Presideku lah yang paling perhatian dan paling mengerti kemauan rakyat.

Itulah manuver Presidenku diakhir masa jabatannya yang sangat menyakitkan hati, karena sesungguhnya minimal ada 3 kesempatan Presidenku tidak perlu mengajukan Perpu Pilkada apabila:

(a). Tidak mengajukan RUU Pilkada dengan 2 opsi, atau

(b). Menarik kembali RUU Pilkada yang sedang di bahas DPR, atau

(c). Memerintahkan wakil PD di DPR untuk all out memperjuangkan Pilkada Langsung sebagai hal yang Prinsip, sementara usulan 10 perbaikan hanyalah dahan/ranting dari akar/pohon prinsip.

Setelah lama merenungkan karakter Presidenku, saya menjadi lebih paham mengapa ada seorang Ibu yang begitu teguh keyakinannya bahwa Presidenku tidak bisa dipercaya.






Sumber : http://ift.tt/1ulX5BA

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz