"Adu Kuat Presiden dan DPR"
Presiden atau DPR, keduanya sama-sama dipilih oleh rakyat. Tak syak bila kedua lembaga tinggi ini bertengkar, rakyat pasti di bawa-bawa. Dalam konsepnya montesquie, kedua lembaga ini dirancang untuk saling menge-cek agar pemerintahan berjalan seimbang. Dalam kata lain, kedua lembaga ini harus punya berat yang hampir-hampir sama barulah pemerintahan bisa seimbang atau stabil. Lantas, bila melihat kondisi politik hari-hari ini, sudahkah keduanya memiliki berat yang sama?
Belakangan pendukung presiden terpilih Joko Widodo dibuat ketar-ketir oleh tindak tanduk Koalisi Merah Putih. Pasalnya, apa-apa yang diputuskan di ruang parlemen selalu saja dimenangkan oleh KMP. Wajar saja bila mencuat kekhawatiran kalau perjalanan pemerintahan ke depan akan mencerminkan situasi politik hari-hari ini. Berat juga bila visi Presiden terpilih terbengkalai karena kalah tarung di parlemen.
Apa ini yang disebut dengan “Parlemen Heavy” alias kewenangan DPR yang semakin gembrot sehingga perlu diusulkan untuk diet sejenak sebelum melanjutkan perannya di pemerintahan? Bisa-bisa pemerintahan kita gak akan stabil, alias berat sebelah. Belum lama ini di sidang paripurna DPR RI pulalah kita bisa menyaksikan pengesahan UU Pilkada yang salah satu isinya menelurkan mekanisme pilkada secara tidak langsung alias oleh DPRD. Kalau begini, dapat kita lihat kalau sekarang tampak agenda terselubung yang menginginkan legislatif kita semakin gembrot secara kewenangan. Mengapa di saat banyak orang berlomba-lomba untuk berdiet, eh DPR kita justru ingin semakin gembrot? Bila terus dibiarkan, bisa-bisa montesquie kecewa nih. Bagaimanapun konsep check and balances tidak akan bisa terjadi bila salah satunya jauh lebih berat kewenangannya dari yang lain. Bukankah begitu? Tolong koreksi kalau saya salah.
Sebenarnya kalau kita coba cermati, kedua lembaga yang punya hak untuk bawa-bawa nama rakyat ini, tidak perlu mengadu kekuatan. Kendati, jika harus mengadu kekuatan mereka tidak perlu sulit-sulit bertengkar di arena pemerintahan alias di tataran elit. Cara mudah mengadu kekuatan adalah dengan merebut simpati akar rumput. Bertengkarlah biar rakyat yang jadi juri. Rakyat yang terus di bawa-bawa dalam pertengkaran silahkan ditanyakan kembali masihkah ia mendukung bila sudah melihat situasi yang sesungguhnya kini terjadi. Apakah rakyat-rakyat itu menginginkan pertengkaran? Bukankah mereka hanya menginginkan kepentingannya bisa diakomodir dalam kebijakan-kebijakan yang keluar dari aras pemerintah?
Ayolah, tolong jangan lagi mengadu kekuatan, apalagi bila tidak mau membuat rakyat muak dan marah. Budaya negeri ini harus segera diubah bila bicara soal mengadu kekuatan. Kalau rakyat bisa menyarankan, ya tolonglah jangan adu kekuatan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Adulah kekuatan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Bila perlu adulah kekuatan untuk berusaha meningkatkan martabat negeri ini di mata dunia.
Semoga kita tidak sibuk mengadu kekuatan dalam politik semata, dan tanpa sadar mengabaikan masalah-masalah lain. Hati-hati banyak pihak memanfaatkan kekisruhan politik negeri ini, karena negeri ini masih potensial untuk dijarah.
Sumber : http://ift.tt/1seHstv
Belakangan pendukung presiden terpilih Joko Widodo dibuat ketar-ketir oleh tindak tanduk Koalisi Merah Putih. Pasalnya, apa-apa yang diputuskan di ruang parlemen selalu saja dimenangkan oleh KMP. Wajar saja bila mencuat kekhawatiran kalau perjalanan pemerintahan ke depan akan mencerminkan situasi politik hari-hari ini. Berat juga bila visi Presiden terpilih terbengkalai karena kalah tarung di parlemen.
Apa ini yang disebut dengan “Parlemen Heavy” alias kewenangan DPR yang semakin gembrot sehingga perlu diusulkan untuk diet sejenak sebelum melanjutkan perannya di pemerintahan? Bisa-bisa pemerintahan kita gak akan stabil, alias berat sebelah. Belum lama ini di sidang paripurna DPR RI pulalah kita bisa menyaksikan pengesahan UU Pilkada yang salah satu isinya menelurkan mekanisme pilkada secara tidak langsung alias oleh DPRD. Kalau begini, dapat kita lihat kalau sekarang tampak agenda terselubung yang menginginkan legislatif kita semakin gembrot secara kewenangan. Mengapa di saat banyak orang berlomba-lomba untuk berdiet, eh DPR kita justru ingin semakin gembrot? Bila terus dibiarkan, bisa-bisa montesquie kecewa nih. Bagaimanapun konsep check and balances tidak akan bisa terjadi bila salah satunya jauh lebih berat kewenangannya dari yang lain. Bukankah begitu? Tolong koreksi kalau saya salah.
Sebenarnya kalau kita coba cermati, kedua lembaga yang punya hak untuk bawa-bawa nama rakyat ini, tidak perlu mengadu kekuatan. Kendati, jika harus mengadu kekuatan mereka tidak perlu sulit-sulit bertengkar di arena pemerintahan alias di tataran elit. Cara mudah mengadu kekuatan adalah dengan merebut simpati akar rumput. Bertengkarlah biar rakyat yang jadi juri. Rakyat yang terus di bawa-bawa dalam pertengkaran silahkan ditanyakan kembali masihkah ia mendukung bila sudah melihat situasi yang sesungguhnya kini terjadi. Apakah rakyat-rakyat itu menginginkan pertengkaran? Bukankah mereka hanya menginginkan kepentingannya bisa diakomodir dalam kebijakan-kebijakan yang keluar dari aras pemerintah?
Ayolah, tolong jangan lagi mengadu kekuatan, apalagi bila tidak mau membuat rakyat muak dan marah. Budaya negeri ini harus segera diubah bila bicara soal mengadu kekuatan. Kalau rakyat bisa menyarankan, ya tolonglah jangan adu kekuatan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Adulah kekuatan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Bila perlu adulah kekuatan untuk berusaha meningkatkan martabat negeri ini di mata dunia.
Semoga kita tidak sibuk mengadu kekuatan dalam politik semata, dan tanpa sadar mengabaikan masalah-masalah lain. Hati-hati banyak pihak memanfaatkan kekisruhan politik negeri ini, karena negeri ini masih potensial untuk dijarah.
Sumber : http://ift.tt/1seHstv