Keputusan Tepat Masukan Puan ke Kabinet
Teka-teki kabinet Jokowi-JK telah terjawab dan cukup memuaskan publik. Namun dalam negara Demokrasi, kritik akan selalu ada. Kritikan yang paling banyak pada keputusan menempatkan Puan Maharani sebagai Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Kritikan publik terus mengalir melalui media sosial dimulai sejak pengumuman kabinet Jokowi-JK pada Jumat (27/10) sore.
Kritikan publik cukup beralasan, mengingat Puan adalah anak Megawati, Ketua Umum PDI Perjuangan, partai pengusung Jokowi-JK. Perjalanan karir dan prestasi Puan juga tidak terlalu istimewa. Sehingga kesan nepotisme atau ‘titipan’ sangat sulit dipisahkan dari keputusan Jokowi memilih Puan sebagai seorang menteri.
Namun penulis menilai keputusan ‘menempatkan’ Puan di kabinet sangat tepat dan cerdas. Terlepas itu keputusan Jokowi atau Megawati, ini penting untuk pemerintahan Jokowi-JK. Mengapa keputusan itu bisa saya katakan tepat dan cerdas?
Puan adalah regenerasi Megawati yang memang dipersiapkan untuk melanjutkan trah Soekarno di masa yang akan datang. Ini adalah cita-cita Megawati dan almarhum Taufik Kemas. Untuk mempercepat ‘proses pematangan’ Puan akan ‘diletakan’ pada posisi strategis baik di pemerintahan atau juga DPR.
Artinya, jika tidak di posisi menteri, maka Puan tetap sebagai ketua fraksi PDI Perjuangan di DPR. Kekalahan dalam perebutan kursi pimpinan DPR dan MPR beberapa waktu lalu telah menunjukan kualitas Puan sebagai seorang politisi di senayan. Ya, Puan telah gagal menaklukan belantara politik DPR yang ‘ganas’. Puan tidak ‘dianggap’ oleh lawan-lawan politik PDI Perjuangan.
Sementara, saat ini dukungan Jokowi-JK di parlemen masih kurang dan menjadi tantangan pemerintahan 5 tahun yang akan datang. Tentunya, akan menjadi pertarungan yang alot. PDIP beserta koalisi pendukung Jokowi-JK membutuhkan politisi handal yang bisa bergerilya di senayan. Politisi yang memiliki ketokohan dan komunikasi yang bagus untuk menghadapi lawan politik koalisi Indonesia Hebat.
Dengan ‘memindahkan’ Puan ke pemerintahan, maka posisi strategis PDIP di parlemen bisa diambil alih oleh figur-figur PDIP yang memang bisa diandalkan. Kemungkinan, inilah penyebab Pramono Anung dan Maruarar Sirait tidak dimasukan ke Kabinet Kerja. Pertarungan di senayan kemungkinan dikomandoi oleh kader-kader ini untuk menggantikan Puan.
Bagi penulis, yang agak berlebihan jabatan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang diberikan kepada Puan. Dengan prestasi yang minim dan bukan dari profesional, Puan semestinya diposisikan di kementrian yang kurang strategis. Namun, tentu berat bagi Jokowi untuk melakukan itu terhadap ‘anak emas’ Ketua Umum partai pengusungnya.
Tetapi Jokowi tidak terlalu terbeban dengan posisi Puan. Karena sebagai trah Soekarno yang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin, Puan tentu akan berusaha menunjukan kemampuannya kepada masyarakat Indonesia. Baik atau buruknya kinerja Puan akan menentukan masa depan cita-cita Megawati dan Taufik Kemas.
Untuk saat ini, tentunya kita sebagai rakyat Indonesia hanya mengucapkan selamat bekerja Jokowi-JK dan Kabinet Kerjanya.
Sumber : http://ift.tt/12JRmv7
Kritikan publik cukup beralasan, mengingat Puan adalah anak Megawati, Ketua Umum PDI Perjuangan, partai pengusung Jokowi-JK. Perjalanan karir dan prestasi Puan juga tidak terlalu istimewa. Sehingga kesan nepotisme atau ‘titipan’ sangat sulit dipisahkan dari keputusan Jokowi memilih Puan sebagai seorang menteri.
Namun penulis menilai keputusan ‘menempatkan’ Puan di kabinet sangat tepat dan cerdas. Terlepas itu keputusan Jokowi atau Megawati, ini penting untuk pemerintahan Jokowi-JK. Mengapa keputusan itu bisa saya katakan tepat dan cerdas?
Puan adalah regenerasi Megawati yang memang dipersiapkan untuk melanjutkan trah Soekarno di masa yang akan datang. Ini adalah cita-cita Megawati dan almarhum Taufik Kemas. Untuk mempercepat ‘proses pematangan’ Puan akan ‘diletakan’ pada posisi strategis baik di pemerintahan atau juga DPR.
Artinya, jika tidak di posisi menteri, maka Puan tetap sebagai ketua fraksi PDI Perjuangan di DPR. Kekalahan dalam perebutan kursi pimpinan DPR dan MPR beberapa waktu lalu telah menunjukan kualitas Puan sebagai seorang politisi di senayan. Ya, Puan telah gagal menaklukan belantara politik DPR yang ‘ganas’. Puan tidak ‘dianggap’ oleh lawan-lawan politik PDI Perjuangan.
Sementara, saat ini dukungan Jokowi-JK di parlemen masih kurang dan menjadi tantangan pemerintahan 5 tahun yang akan datang. Tentunya, akan menjadi pertarungan yang alot. PDIP beserta koalisi pendukung Jokowi-JK membutuhkan politisi handal yang bisa bergerilya di senayan. Politisi yang memiliki ketokohan dan komunikasi yang bagus untuk menghadapi lawan politik koalisi Indonesia Hebat.
Dengan ‘memindahkan’ Puan ke pemerintahan, maka posisi strategis PDIP di parlemen bisa diambil alih oleh figur-figur PDIP yang memang bisa diandalkan. Kemungkinan, inilah penyebab Pramono Anung dan Maruarar Sirait tidak dimasukan ke Kabinet Kerja. Pertarungan di senayan kemungkinan dikomandoi oleh kader-kader ini untuk menggantikan Puan.
Bagi penulis, yang agak berlebihan jabatan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang diberikan kepada Puan. Dengan prestasi yang minim dan bukan dari profesional, Puan semestinya diposisikan di kementrian yang kurang strategis. Namun, tentu berat bagi Jokowi untuk melakukan itu terhadap ‘anak emas’ Ketua Umum partai pengusungnya.
Tetapi Jokowi tidak terlalu terbeban dengan posisi Puan. Karena sebagai trah Soekarno yang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin, Puan tentu akan berusaha menunjukan kemampuannya kepada masyarakat Indonesia. Baik atau buruknya kinerja Puan akan menentukan masa depan cita-cita Megawati dan Taufik Kemas.
Untuk saat ini, tentunya kita sebagai rakyat Indonesia hanya mengucapkan selamat bekerja Jokowi-JK dan Kabinet Kerjanya.
Sumber : http://ift.tt/12JRmv7