Suara Warga

Selamat datang Siti Nurbaya

Artikel terkait : Selamat datang Siti Nurbaya

14143509121779163374

@http://plus.google.com

Oleh Wishnu Sukmantoro

Selamat atas terpilihnya secara resmi Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Ibu Siti Nurbaya. Pemilihan Siti Nurbaya sebagai Menteri HutLH ini sudah menjadi berita hangat sebelum diumumkan. Sebagai nantinya seorang MenhutLH, Siti Nurbaya tidak dikenal profilnya sebagai pejuang lingkungan hidup. Tetapi, mantan Sekjen di Kemendagri dan Sekjen di DPD RI tahun 2006 ini memiliki catatan yang cukup mengesankan sebagai pegawai negeri sipil teladan, seorang birokrat tulen dan seorang doktoral fakultas Perencanaan Sumber Daya Alam IPB. Alumnus IPB dan lulusan earth science di Belanda ini memegang tampuk pimpinan Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang memiliki problematika yang pelik dan kompleks.

Problem terbesar di bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup adalah alih fungsi lahan dan tata kelola sumber daya alam yang menyebabkan kehancuran keanekaragaman hayati, deforestasi besar-besaran dan otomatis kerusakan lingkungan hidup termasuk polusi udara akibat pembakaran lahan dan pencemaran air. Laju deforestasi di Indonesia dianggap terbesar di dunia. Hal ini tercermin dari telaah dalam jurnal Nature Climate Change mencapai 840.000 ha di tahun 2012, lebih besar dari kerusakan hutan amazon, Brazil. Deforestasi ini terbesar disebabkan oleh alih fungsi lahan oleh perusahaan dan kemudian diikuti masyarakat yang didanai pemodal. Dampak dari ini pula sejak tahun 1990an, Indonesia tetap penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar dari laju deforestasi dan polusi akibat kebakaran lahan dan hutan.

Fakta ini meski ditampik oleh Kementerian Kehutanan melalui Juru bicara Kementerian Kehutanan Eka Widodo, justru diperkuat dengan kedatangan Harrison Ford untuk melihat beberapa kasus kerusakan hutan di Indonesia misalnya Taman Nasional Tesso Nilo (Riau) dan kebakaran lahan dan hutan yang terjadi setiap tahun di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan barat dan Kalimantan Timur dalam bulan-bulan terakhir.

Dalam debat Capres beberapa waktu lalu, Jokowi menekankan keseimbangan antara ekonomi, masyarakat dan lingkungan hidup yang harus berjalan seiring. Ada cara pandang holistis yang dibangun dalam kerangka berfikir Jokowi. Upaya konservasi baik hutan dan kelautan menjadi faktor penting dan perlu adanya penataan dan komitmen konsistensi kebijakan yang baik antara pembangunan dan perlindungan alam misalnya mengenai solusi overlapping ijin tambang dan kawasan lindung ataupun kebijakan one map policy dalam sistem agraria yang nantinya akan digarap oleh Kementerian khusus untuk Agraria dan tata ruang.

Sebagai seseorang yang ahli dalam perencanaan sumber daya alam, harapan banyak pihak bahwa Siti Nurbaya dapat menyelesaikan dan mendorong praktek-praktek efisiensi dalam penggunaan sumber daya alam, penyelesaian konflik-konflik lahan dan kehutanan terutama konsistensi terhadap implementasi tata ruang kawasan, pengetatan ijin dalam tata kelola sumber daya alam dan membersihkan penyimpangan-penyimpangan perijinan kawasan dan pula optimalisasi reformasi birokrasi.

Catatan penting juga adalah benturan konservasi dan eksploitasi sumber daya alam di dalam tubuh Kementerian Kehutanan adalah sangat besar. Dengen menyatukan Kementerian lingkungan Hidup dan kehutanan, nampaknya Jokowi berharap bahwa peletakan dasar dari konservasi dan perlindungan lingkungan hidup adalah hal yang lebih dominan dari konteks eksploitasi hutan. Kalau ini benar, momentum Siti Nurbaya dapat mendorong kekuatan konservasi dan perlindungan lingkungan hidup terutama keanekaragaman hayati menjadi basis sentral kebijakan ke MenhutLH.

Kebijakan ini diharapkan dapat memperkuat regulasi dan institusi dalam Kementerian tersebut. Di tataran lapangan, basis-basis monitoring dan pengawasan terhadap keanekaragaman hayati terutama di kawasan konservasi diperkuat termasuk mendorong integritas terhadap monitoring perlindungan kawasan. Kemudian, upaya-upaya preventif terhadap kerusakan sumber daya alam dan bencana kebakaran hutan dan lahan menjadi prioritas pula termasuk penguatan terhadap penegakan hukum kehutanan. Kerjasama MenhutLH, BPREDD dan kemitraan konservasi dapat mendorong dalam tata kelola sumber daya alam yang efektif dan melakukan penlaian ekologis dan ekonomi terhadap keanekaragaman hayati dan inisiatif dalam pengembangan yang berkelanjutan tanpa merusak sumber daya alam sendiri.

Dalam konteks gerakan konservasi alam dan lingkungan hidup saat ini adalah pengembangan pola pikir yang holistis dalam tata kelola sumber daya alam untuk kepentingan bangsa secara berkelanjutan. Naes dan Fritjof Capra telah mengemukakan hal ini bahwa era modern mulai meninggalkan pola pikir Newtonian dan Cartesian yang bersifat antroposentrik melihat hanya manusia yang harus dipenuhi kebutuhan hidupnya dan manusia sebagai pusat segala sesuatu yang harus dipenuhi, bukan manusia sebagai bagian dari komponen seluruh kehidupan semesta ini. Membalikkan pola pikir ke arah holistik tidaklah mudah dan gerakan yang dapat membalikkan berakhirnya era Newtonian dan Cartesian adalah dengan revolusi mental.




Sumber : http://ift.tt/1sqL20v

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz