Suara Warga

Jangan Penjarakan Demokrasi "Vox Populi, Vox Dei"

Artikel terkait : Jangan Penjarakan Demokrasi "Vox Populi, Vox Dei"







Jangan penjarakan demokrasi “Vox Populi, Vox Dei”




“Vox Populi, Vox Dei” mungkin bagi segelintir orang kalimat tersebut terdengar asing di telinga, bahkan tidak sedikit yang akan berpikir, bahasa apakah itu?. Vox Populi, Vox Dei bila kita gali lebih dalam, makna dari kalimat tersebut sangatlah indah, “Suara rakyat adalah suara Tuhan”. Bila kita melihat keadaan di negeri kita tercinta, Republik Indonesia, pada saat ini sungguhlah berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan, bahkan sangat menyedihkan, dimana pada saat ini suara rakyat untuk menentukan pemimpin daerahnya sendiri telah direnggut, semenjak dikeluarkannya RUU Pilkda tidak langsung yaitu pemimpin daerah tidak lagi dipilih oleh rakyat, melainkan dipilih oleh orang-orang yang duduk dikursi-kursi empuk di gedung DPRD.

Pernahkah terlintas di benak kita bahwa seorang pemimpin adalah sebuah harapan bagi rakyatnya, seorang pemimpin adalah pelita yang bersinar ditengah kegelapan, dan seorang pemimpin adalah seorang guru yang bisa membimbing rakyatnya? Bila hal-hal tersebut yang menjadi harapan setiap orang, tentunya rakyat harus bisa mengenal pemimpinnya sendiri lebih dekat, dari hati ke hati, bagaikan seorang anak yang mengenal ayahnya sendiri. Namun apabila rakyat untuk memilih pemimpinnya sendiri saja tidak dimungkinkan, bagaimana rakyat bisa dekat dengan pemimpinnya?. Sungguh sebuah kemunduran demokrasi yang sangat menyedihkan, coba kita bayangkan sejenak, seorang petani yang bekerja membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, harus merugi karena hasil panennya tidak sepadan dengan jerih payahnya, akibat situasi permasalahan didaerahnya, kita bayangkan lagi apabila seorang nelayan yang harus berangkat malam dan pulang pada pagi hari, harus mengalami kerugian akibat harga ikan yang dijualnya tidak seusai dengan jerih payahnya, orang-orang seperti itulah yang sangat membutuhkan uluran tangan seorang pemimpin, seorang pemimpin yang mau turun tangan kepada mereka orang-orang kecil yang sangat membutuhkan pertolongan untuk bertahan hidup. Pernahkah terbayang dalam benak kita, apabila para pemimpin yang diharapkan akan mengatasi permasalahan mereka yang notabennya adalah orang-orang kecil yang ingin merubah kehidupan menjadi lebih baik, harus dipilih oleh mereka yang setiap hari duduk dikursi empuk.

Bagaimana mungkin pemimpin yang diharapkan rakyat akan muncul apabila yang memilih pemimpin adalah orang yang setiap hari hidup enak, duduk dikursi empuk. Mereka hanya akan memilih pemimpin yang dapat memberi mereka lebih, pemimpin kaya yang hanya akan memberi keuntungan bagi mereka. Pada akhirnya rakyatlah yang menjadi korban akibat orang-orang yang haus kekuasaan, haus akan harta, haus akan jabatan. Sekalipun ada pemimpin yang terpilih, maka pemimpin tersebut hanya akan melayani anggota DPRD yang memilih dia, permasalahan rakyat tidak akan dilirik sama sekali. Coba kita bermain logika saja, seseorang yang memiliki jabatan pasti otomatis akan bertanggung jawab dan melayani orang-orang yang memberinya jabatan. Sekarang apabila jabatan tersebut diberikan oleh anggota DPRD, maka pemimpin akan sibuk untuk menyenangkan hati para dewan, dan lagi-lagi rakyat menjadi korban tumbal ketamakan akan kekuasaan. Yang ditakutkan lagi budaya korupsi akan semakin berkembang pesat, coba kita berpikir normal saja, mana ada orang yang akan tahan apabila disogok dengan jumlah uang yang berlimpah ruah. Dapat dipastikan bahwa kursi penguasa sebuah daerah akan dapat dibeli dengan mudah oleh orang-orang yang memiliki uang. Pemimpin hanya akan berorientasi pada uang dan kekuasaan, pemimpin akan lupa pada tugas utamanya sebagai pelayan rakyat, bahkan lebih ironisnya pemimpin akan mentelantarkan rakyat, dan sibuk menyuap para dewan yang memilih mereka, karena mereka menganggap para anggota dewanlah bos mereka yang harus dilayani, bukan lagi rakyat.

Untuk itulah apabila mereka masih memiliki hati nurani dan peduli pada rakyat, kalimat “Vox Populi, Vox Dei” harus benar-benar ditegakkan di bumi pertiwi ini. Negara ada karena rakyat, dan suara rakyat adalah suara Tuhan, apabila mereka merenggut suara rakyat, sama saja mereka merenggut suara Tuhan, sunggu sebuah dosa besar apabila hal tersebut dilakukan. Apabila saudara saudari mencintai Indonesia dan masih menginginkan pemimpin-pemimpin yang dilahirkan dari rahim rakyat, pemimpin yang menganggap rakyat adalah junjungannya dan bekerja keras untuk rakyat, mari kita dukung Perppu (Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang) yang telah dikeluarkan Presiden dan semoga peraturan tersebut dapat dijalankan sebaik mungkin demi kembalinya hak rakyat dalam menentukan pemimpin sesuai hati nuraninya.




Sumber : http://ift.tt/1pShk3m

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz