Suara Warga

Daya Pikat Teori Konspirasi Global

Artikel terkait : Daya Pikat Teori Konspirasi Global

Teori konspirasi global merupakan teori yang dikembangkan oleh berbagai kalangan peneliti partikelir yang berminat menelusuri pola berbagai peristiwa penting di tengah masyarakat dunia. Menurut para pendukung teori ini, perkembangan masyarakat dunia dipengaruhi dan - menurut mereka yang meyakininya - dikendalikan oleh kelompok-kelompok penguasa terselubung.

Para penguasa terselubung ini memiliki kekuatan di bidang keuangan dan selalu berupaya untuk memasukkan semua unsur masyarakat dunia ke dalam pengaruh kekuatan keuangan mereka. Agar kekuatan keuangan ini bisa dijalankan secara efektif, maka sistem ekonomi masyarakat harus dibuat bergantung pada keberadaan lembaga-lembaga yang mereka bentuk dan kendalikan secara terpusat.

Globalisasi lalu dipromosikan untuk mendorong penyatuan kegiatan ekonomi masyarakat di bawah kendali pergerakan harga internasional. Melalui globalisasi, disusunlah jalinan pasar uang dan komoditas yang saling tergantung satu sama lain dan mudah untuk dikuasai oleh pemodal kuat. Secara sederhana, cukup dengan bermodalkan uang dan daftar harga, para penguasa terselubung ini bisa menentukan bangkit atau bangkrutnya perekonomian suatu negara.

Kendali atas pergerakan harga internasional saja tidak cukup untuk menjamin terlaksananya kehendak para penguasa terselubung ini di tengah masyarakat dunia. Banyak negara, yang sadar akan perlunya kemandirian dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya, akan berusaha sekuat tenaga agar kemandirian itu tidak terganggu atau terjajah oleh kepentingan asing. Untuk meruntuhkan segala bentuk kemandirian dalam suatu negara, perlu dibentuk lembaga-lembaga yang akan memaksa setiap negara agar masuk ke dalam kendali pergerakan harga internasional.

Bidang-bidang lain di luar ekonomi juga mendapat perhatian yang cermat. Kekuatan untuk mengendalikan opini publik dan kemampuan untuk bergerak secara militer dibangun dan diarahkan untuk meneguhkan posisi mereka. Dan menurut pandangan para penganut teori konspirasi, kelompok penguasa terselubung ini sudah berhasil tumbuh sebagai kekuatan dominan melalui jalur bisnis, pendapat umum dan militer.

Mengenai masalah identitas dan agenda dari kelompok penguasa terselubung ini, para penganut teori konspirasi terpecah ke dalam berbagai spekulasi. Dalam hal identitas, ada yang menuding kelompok agama, kelompok pengusaha, sampai dengan kelompok etnis tertentu. Sedangkan dalam hal agenda yang diusung oleh kekuatan dominan tersebut, ada yang membatasi dugaannya di dalam lingkup kepentingan bisnis atau agama saja, dan ada pula yang masuk sampai ke tebakan mengenai target khusus dari penguasa global tersebut.

Spekulasi mengenai identitas dan agenda ini muncul karena hal-hal yang bisa diamati sangat terbatas. Pada umumnya, para peneliti partikelir tersebut menunggu sesudah berbagai peristiwa terjadi dan terlihat polanya sebelum mengajukan spekulasi mereka mengenai identitas dan agenda dari para penguasa terselubung itu.

Saya mendasari spekulasi dengan asumsi bahwa pihak yang menjadi kekuatan dominan di tengah masyarakat internasional sekarang ini pastilah pihak yang punya kepentingan khusus atas kota Yerusalem. Berdasarkan asumsi ini, lalu diteliti kelompok-kelompok mana yang dalam sejarah memiliki kepentingan khusus terhadap kota Yerusalem.

Dari sini ditemukan berbagai kelompok yang secara konsisten menunjukkan minatnya terhadap Yerusalem. Dan, dari semua kelompok itu, ada satu yang sekarang berhasil tumbuh menjadi kekuatan paling besar, yakni kelompok Templar.

Dalam hal agenda dari kelompok Templar, spekulasi yang diajukan adalah bahwa mereka sedang merancang suatu bentuk kekuasaan global yang berpusat di Yerusalem dengan mesias versi mereka sebagai penguasa tunggalnya.

Kekuasaan global ini tidak diwujudkan secara terang-terangan dalam bentuk pemerintahan dunia, melainkan lebih ke bentuk pemaksaan kehendak secara halus melalui penjajahan sistem keuangan serta pengendalian pendapat umum. Aksi militer hanya akan digunakan terhadap kelompok-kelompok masyarakat yang dianggap tidak bisa dimanipulasi secara halus. Fungsi lain aksi militer adalah untuk membatasi ruang gerak pihak-pihak yang dipandang sebagai pesaing.

Pada awalnya, muncul dugaan kuat bahwa AS merupakan pusat yang akan diandalkan oleh kelompok Templar. Namun berbagai perkembangan terakhir membuat dugaan tersebut bergeser ke Yerusalem.

Outsourcing adalah fenomena yang tumbuh pesat di masa kini. Bukan hanya di lingkungan bisnis, di lingkungan pemerintah juga terjadi outsourcing. Dan di AS, perkara outsourcing sudah sampai pada titik di mana kekuatan pemerintah terus dilucuti oleh kelompok Templar.

Kita mungkin tidak dapat membayangkan bagaimana jadinya jika departemen pendidikan kita dibubarkan lalu peranannya diganti oleh pihak swasta. Namun di AS bukan hanya departemen pendidikan saja yang terkena gempuran, fenomena outsourcing sudah masuk sampai ke bidang militer.

Kapasitas AS dalam membangun ipteknya juga terus digerogoti. Dengan berkedok outsourcing, fungsi pengembangan iptek mulai diambil-alih oleh Israel. Pusat-pusat pengembangan teknologi masa depan semakin banyak yang berpindah basis ke Israel.

Dengan outsourcing, peranan pemerintah AS semakin dibabat habis. Nantinya pemerintah AS hanya berwenang untuk menyusun anggaran. Pelaksanaan anggaran akan dipasrahkan kepada dunia bisnis yang dikuasai oleh kelompok Templar.

Masyarakat AS sendiri dikelabui dan terlena dalam polarisasi antara kubu demokrat dan republik di bidang politik. Bagi mereka yang tidak berminat pada bidang politik, kelompok Templar punya segala sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat mereka sibuk bertengkar tentang berbagai persoalan remeh yang menutupi hal-hal besar yang terjadi di balik layar.

Ketika kelompok Templar sudah bergerak membangun kekuatan yang memiliki kemampuan untuk menindas masyarakat AS, hal itu bisa berlangsung tanpa banyak rintangan. Dari segi hukum, sudah tersedia segala peraturan yang memungkinkan pemerintah AS menangkap serta menahan warganya cukup dengan dasar kecurigaaan. Sebagai pelengkap, setiap saat penahanan itu boleh dibubuhi dengan keterangan ‘diperpanjang’.

Dan peraturan-peraturan ini dikeluarkan dalam periode di mana kekuasaan pemerintah sedang digerogoti oleh pihak swasta melalui jalur outsourcing. Pembangunan dan pengelolaan penjara sudah menjadi bisnis yang dilegalkan di AS sekarang. Selanjutnya, paman Sam juga akan menjadikan penahanan dan pengadilan sebagai lahan bisnis.

Dari sini terlihat bahwa Teori konspirasi global memiliki daya pikat karena meramu beragam peristiwa penting di dunia dengan spekulasi tentang identitas pihak-pihak yang diduga bertanggungjawab merekayasa semua itu. Daya pikat juga ditambah dengan unsur spekulasi mengenai agenda yang sedang dijalankan oleh sang penguasa global.

Campuran antara fakta peristiwa dengan spekulasi tentang identitas dan agenda membuat segala sesuatu yang terkandung dalam teori konspirasi global terlihat seperti misteri. Dan misteri mudah mengundang minat sebagian kalangan untuk menyelidiki serta terlibat dalam kegiatan menyingkap identitas berikut agenda pihak-pihak yang dituding sebagai penguasa dunia.

Terlepas dari keruwetan bauran fakta, spekulasi dan selera di dalam teori konspirasi global, ada satu sumbangan para pendukung teori konspirasi yang tidak boleh kita abaikan: Sistem kemasyarakatan dunia ternyata bertumbuh di atas landasan sistem ekonomi yang dibangun untuk memberi kekuasaan kepada para pemain kuat di bursa global.

Bahkan AS sendiri sedang meluncur ke arah bencana kemasyarakatan. Dengan dilandasi oleh ajaran Milton Friedman tentang privatisasi, negara AS masuk ke dalam proses pemangkasan peran pemerintah dalam kehidupan bangsanya. Pemangkasan ini dijalankan dengan kemasan istilah outsourcing. Dan outsourcing juga menjadi dasar bagi kalangan bisnis untuk mengambil alih banyak fungsi pemerintah lalu membangun kekuatan yang mampu menindas rakyat seperti di jaman perbudakan dulu.

Negara-negara yang mengikuti resep privatisasi dari Milton Friedman, kemudian menuruti anjuran untuk memangkas peranan pemerintah dalam kehidupan bangsa serta membuka pintu persaingan internasional lebar-lebar, sebenarnya sedang tancap gas menuju kehancuran masyarakat.

Apakah Milton Friedman bagian dari kelompok Templar? Tidak ada kesimpulan yang bisa ditarik mengenai tokoh ini. Satu hal yang pasti adalah bahwa ajarannya telah memposisikan pasar uang dan komoditas sebagai penguasa atas nasib stabilitas banyak bangsa. Dan pihak yang merajai bisnis keuangan dunia selama berabad-abad adalah kelompok Templar.

Jika anda berminat untuk menelusuri hal-hal besar yang sedang berlangsung di tengah masyarakat AS dan dunia jaman sekarang, maka buku Disaster Capitalism karya Naomi Klein dapat dipakai sebagai rujukan awal. Buku ini membahas tentang upaya dan dampak penerapan ajaran ekonomi dari Milton Friedman di banyak negara.

Hasil pengamatan Naomi Klein berisi gambaran terperinci dari berbagai peristiwa yang membuka mata kita akan bahaya yang sedang mengancam seluruh masyarakat. Bahaya tersebut tidak dapat dipandang remeh karena Milton Friedman adalah ‘nabi’ ilmu ekonomi yang dipuja oleh IMF dan Bank Dunia.

Naomi Klein tidak ikut berspekulasi mengenai konspirasi. Akan tetapi gambaran yang dia sajikan di bukunya membantu kita melihat pola peristiwa dalam kaitannya dengan keberadaan kelompok konspirasi global. Dan pola dasar semua peristiwa itu adalah penataan struktur kepemimpinan bangsa-bangsa di dunia untuk memenuhi selera penguasa di balik layar.

Jika kita ambil gambaran masa kini yang diberikan oleh Naomi Klein, lalu membuat refleksi ke masa lalu, maka pola dasar gerakan kelompok Templar akan mudah kita amati.

Pada abad pertengahan, kaum bangsawan dan elit gereja mendapat dukungan dari kelompok Templar. Namun kebebasan yang berlebih di tangan penguasa telah meninggalkan pengalaman pahit bagi kelompok Templar.

Masuk ke jaman industri, kelompok Templar memakai orang-orang dari kalangan rakyat agar tampil sebagai pemimpin. Dalam periode ini, nasionalisme dan demokrasi dijadikan mantra andalan untuk memberlakukan keputusan kelompok Templar di seluruh dunia. Nasionalisme dipakai untuk mempersulit peluang umat manusia dalam menjalin persahabatan antar bangsa. Sedangkan demokrasi diandalkan untuk menghambat potensi kelahiran kelompok-kelompok yang mampu bergerak dalam cakupan lintas generasi.

Ketika nasionalisme justru melahirkan banyak despot yang keras kepala di berbagai negara, kelompok Templar memutuskan untuk melakukan perombakan lagi. Kali ini, jampi-jampi yang mereka pakai adalah globalisasi dan privatisasi. Kekuasaan pemerintah bangsa-bangsa mulai dilucuti dan dialihkan ke kalangan bisnis. Dalam waktu yang bersamaan, dunia bisnis diintegrasikan ke dalam sistem keuangan internasional yang dikendalikan secara penuh oleh kelompok Templar.

Lucunya, pengendalian penuh itu ternyata dilakukan cukup dengan mengandalkan papan harga. Dengan memakai berbagai variabel di dalam lingkungan ilmu pengetahuan, terutama ilmu ekonomi, kelompok Templar menggiring kita untuk menjadi penyembah angka. Kebahagiaan dan kecemasan bangsa-bangsa di dunia lalu digantung di papan harga milik kelompok Templar.

Dan melihat perkembangan situasi di AS sekarang ini, agaknya AS hanya diposisikan sebagai boneka sawah untuk menggertak burung-burung liar. Pada saat fungsinya dipandang sudah berakhir, boneka ini mungkin akan dibakar agar tidak berbalik menggertak burung si petani.

Bagaimana dengan burung Garuda milik kita? Apakah masih tetap Garuda atau sudah berubah menjadi burung perkutut? Melihat kondisi kita di bidang pangan, energi dan keuangan, agaknya Iwan Fals harus kecewa dan mengganti burung perkutut dengan burung dara goreng. Sudah mati dan terhidang di atas meja, siap untuk disantap oleh penguasa keuangan dunia. Atau malah terlanjur jadi telor ceplok, sudah digoreng bahkan sebelum sempat menjadi burung.

Sebagian besar potensi kemandirian kita sudah diobral ke dalam kendali pihak asing. Dan bukan sekedar menguasai secara resmi, tak jarang pihak asing mencuri sumber daya kita tanpa ada upaya pencegahan yang berarti dari pihak kita.

Bukan hanya potensi kemandirian dari segi sumber daya saja yang kita obral, perut bangsa ini juga sudah digadaikan ke bursa komoditas. Kita tidak membangun kesadaran bahwa pola konsumsi yang kaku akan membelenggu kita pada keharusan untuk menyediakan bahan-bahan pangan tertentu. Hal ini membawa kita masuk ke dalam penjajahan sistem ekonomi internasional. Para penguasa di bursa hanya perlu bermain-main dengan papan harga untuk menentukan apakah besok kita akan hidup dalam damai atau tenggelam dalam kekacauan.

Tidak ada upaya dari masyarakat untuk bergerak membebaskan diri dari belenggu pola konsumsi yang kaku ini. Disaat terjadi kekurangan bahan pangan tertentu, kita tidak berpikir untuk melakukan substitusi, kita langsung menjerit kepada pemerintah untuk membelinya dari luar negeri. Dan orang lebih memilih untuk berebut raskin sampai mati daripada mengkonsumsi singkong atau jagung.

Pada waktu memberikan solusi menghadapi krisis moneter tahun 1997-1998, IMF memakai resep dari Milton Friedman untuk melucuti peranan pemerintah dalam kehidupan bangsa. Dan sebagai stempel peneguhannya, IMF memaksa pemerintah untuk mengintegrasikan perekonomian nasional ke dalam sistem ekonomi internasional.

Selanjutnya, semakin banyak sumber kebahagiaan bangsa kita yang ikut digantung di papan harga.




Sumber : http://ift.tt/1F7oEDp

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz