Jokowi, Belajarlah Jadi Presiden!
Pada masa-masa kampanye lalu pasti kita sering melihat foto Pak Jokowi sedang cium tangan ke Ibu Megawati. Atau ada juga Pak Jokowi sedang membungkuk kepada orang-orang yang lebih tua, kadang juga yang usianya ga terlalu beda jauh. Sikap seperti ini dianggap (oleh pendukung prabowo) adalah hal yang sangat memalukan. Bagaimana jadinya jika kita punya presiden yang masih cium tangan ke Ibu Megawati? Atau membungkuk dengan sangat sopan kepada tamu-tamu luar negeri?
Lucunya, saya dan mungkin sebagian besar orang jawa biasanya akan bersikap seperti itu juga. Jangankan dengan orang yang sudah kita kenal lama dan sudah seperti keluarga (bak Jokowi-Mega), bertemu dengan orang baru saja seperti ayah atau pamanya teman, tentu tidak enak rasanya kalau tidak bersalaman sambil membungkukkan badan.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah setelah menjadi presiden, adat seperti itu kemudian secara otomatis tidak perlu dilakukan lagi? Karena merasa dirinya sudah menjadi penguasa negara berpenduduk lebih dari 200 juta jiwa?
Entah apakah contoh ini terkesan lebay, tapi mari saya coba tuliskan. Seorang anak bisa lebih pintar, kaya, berpendidikan tinggi, dan melebihi kapasitas orang tuannya. Namun pada akhirnya si anak tetap harus hormat pada orang tuanya. Seorang murid, sepandai apapun nanti dan bisa mengalahkan gurunya yang dari dulu tetap saja jadi guru SD, kalau bertemu harus menghormatinya kan? Apa iya kita akan bersalaman layaknya teman? Seorang istri, setinggi apapun jabatan dan pendapatanya, tetaplah harus hormat dan mencium tangan suaminya bukan? Setidaknya itu yang saya ketahui terkait adab sopan santun terhadap orang yang lebih tua dan yang telah memberikan jasa dalam hidup.
Pada masa-masa kampanye, serangan pembentukan opini semacam itu dilancarkan secara sistematis, terstruktur dan massif untuk menurunkan elektabilitas seorang Jokowi. Kemudian saya sempat juga berpikir “bagaimana kalau nantinya Jokowi tetap membungkuk hormat pada orang-orang yang dirasa jauh lebih tua? Masih sungkem sama Ibunya, masih mencium tangan Ibu Megawati dan tetap menjabat tangan dengan setengah membungkuk kepada rekan politiknya yang lebih tua. Apakah ini kesalahan? Karena jelas membungkuk hormat ini adalah naluri, saya merasa (ketika saya bertemu dengan yang lebih tua) ada yang salah kalau tidak melakukanya.
Lihat saja saat Jokowi menyambut rombongan MPR, beliau sempat beberapa kali tetap menjabat tangan sebagian tamu dehgan cara setengah membungkuk dan kemudian cipika-cipiki penuh hormat.
Atau kemarin saat beliau pamitan sebagai gubernur DKI. Dalam pidato sambutanya dia sempat mengomentari Ahok yang dikenalnya selalu ‘tajam’ dan mengena. “Pak Ahok emang gitu, blak-blakan orangnya. Tapi kalian perlu tau, hatinya itu lembut” sontak penonton yang hadir tertawa.
“Loh ini beneran. Coba kalian nangis-nangis ke dia, dijamin pulangnya dikasi sangu” tawa hadirin tak kalah kuat dari sebelumnya. Ahok yang berdiri di sebelahnya hanya senyum-senyum sendiri melihat Jokowi berkelakar memuji dirinya.
Karena sudah terlanjur berada di atas panggung, Jokowi mempersilahkan Ahok untuk menyampaikan sambutan atau apa saja lah yang ingin disampaikan. Cuma Ahok terlihat malu-malu dan sempat menolak. Namun kemudian dia akhirnya mau.
Yang menarik adalah saat Ahok akan menggunakan mic. Sebelumnya dia sudah memegang mic, namun Jokowi menyuruhnya agar menggunakan mic berdiri dengan tiangnya. Sempat Ahok mau, tapi kemudian beranjak agak menepi dan tetap mau menggunakan mic yang ada di tanganya. Tapi karena arahan seseorang (penata panggung mungkin) Ahok akhirnya menggunakan mic berdiri yang sebelumnya digunakan Jokowi. Lucunya Ahok masih memegang mic di tanganya. Jokowi sudah mengulurkan tanganya berkali-kali meminta mic yang ada di tangan Ahok supaya ga ribet (mungkin). Namun Ahok ga mau menyerahkanya. Lucu. Sebelumnya memegang dengan tangan kanan, karena Jokowi berada di sebelah kananya dan mencoba mengambil mic, Ahok memindahkanya ke tangan kiri. Barulah kemudian ada kru yang datang menghampiri Ahok dan meminta mic. Ahok pun sedikit bergerak ke belakang dan menyerahkanya. Jokowi yang melihat tingkah Ahok hanya senyum-senyum sendiri.
Mungkin Ahok bilang dalam hatinya “wah jangan deh, lu sekarang prediden Pak. Gue kan sekarang rakyat lue hehe”
Cerita lainya soal Jokowi yang masih menggunakan pesawat ekonomi beberapa waktu lalu. Ini mengingatkan kita pada gambar saat kampanye lalu. Muncul gambar Jokowi dan Anis Baswedan sedang berada di pesawat pribadi (sewaan). Pendukung prabowo mengolok-olok bahwa Jokowi hanya menang pencitraan, sok mau naik kelas ekonomi. Padahal nyatanya?
Nah saat ini beliau sudah menjadi presiden, apakah beliau masih berminat untuk pencitraan dengan menggunakan pesawat kelas ekonomi? Saya rasa keterlaluan kalo masih dibilang pencitraan. Ini lebih kepada naluri seseorang. Karena banyak juga pengusaha yang mampu membeli tiket kelas eksekutif namun tetap memilih kelas ekonomi. Bukan karena pelit atau ga mampu, tapi lebih kepada arti sebuah kebutuhan. Ini sejalan dengan apa yang sering kita baca dari orang terkaya dunia Warren Buffet “beli barang ga harus bermerk. Pakailah sesuatu yang menurutmu nyaman digunakan”
Untuk kasus pesawat ekonomi ini, (kalau ga salah menuliskanya di status Fan Page) Luhut Panjaitan yang kebetulan bertemu di bandara sudah menyarankan agar Jokowi mau menaiki pesawat bisnis bersama dirinya, karena itu juga untuk keselamatan dirinya dan keluarga. Beliau hanya manggut-manggut saat diberi nasehat. Namun saat boarding, Jokowi tetap menuju pintu pesawat ekonomi dan Luhut ke jalur kelas bisnis. Coba kita telaah, apa iya yang seperti ini masih disebut pencitraan?
Saya sebagai warga agak bingung atau sempat juga khawatir. Takut nantinya Jokowi diserang teroris atau orang yang benci lahir bathin pada beliau dan membahayakan nyawanya seperti di film-film. Haha lebay sih, tapi cerita di film bisa saja terjadi di dunia nyata kan?
Sempat juga saya berpikir, apakah Jokowi harus belajar jadi presiden? Tak perlu membungkuk kepada orang yang lebih tua darinya. Ah tapi mana bisa? Sudah nalurinya begitu. Soal pesawat, nantinya beliau kan sudah bisa menggunakan pesawat kepresidenan, jadi tak perlu khawatir nanti beliau ngeyel naik pesawat kelas ekonomi.
Ke depan sepertinya kita akan memiliki presiden yang nampak seperti rakyat biasa. Ngomongnya ga pake ehem ehem, tetap senyum dan mau bergurau, berdirinya ga ditegak-tegakin dan mukanya ga diset bak raja rimba. Ga sungkan menghormati yang lebih tua meskipun beliau presiden, tetap sungkem pada orang tuanya, dan sepertinya akan tetap dituduh pencitraan atas beberapa sikapnya. Pencitraan? Ya pencitraan. Meski sampai di sini saya juga bingung Jokowi mau pencitraan buat apa? Toh dirinya sudah jadi presiden. Sementara pemilu masih 5 tahun lagi. Masa iya mau kampanye dari sekarang? Ya beda lah sama pemimpin yang mendadak blusukan pas mah pemilu *oops you know who!
Semoga Pak Jokowi tetap sehat dan mampu membawa bangsa ini lebih maju. Tetaplah gunakan naluri bapak seperti yang sebelumnya kalau itu membuat bapak lebih nyaman. Karena kami yakin (setidaknya saya) dengan nalurimu rakyat Indonesia akan diperlakukan manusiawi. Seperti yang pernah bapak lakukan di Jakarta dan Solo. Biarin orang mau bilang apa, ga usah dimasukin hati, tapi kalo diarahkan paspampres jangan ngeyel ya pak. Itu demi kebaikan dan keselamatan presiden kami, rakyatmu.
Maaf ga bisa hadir di syukuran salam 3 jari, nanti kita ketemu saja di istana ya pak (jiaah kayak orang penting aja haha)
Sumber : http://ift.tt/1yIpWmB
Lucunya, saya dan mungkin sebagian besar orang jawa biasanya akan bersikap seperti itu juga. Jangankan dengan orang yang sudah kita kenal lama dan sudah seperti keluarga (bak Jokowi-Mega), bertemu dengan orang baru saja seperti ayah atau pamanya teman, tentu tidak enak rasanya kalau tidak bersalaman sambil membungkukkan badan.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah setelah menjadi presiden, adat seperti itu kemudian secara otomatis tidak perlu dilakukan lagi? Karena merasa dirinya sudah menjadi penguasa negara berpenduduk lebih dari 200 juta jiwa?
Entah apakah contoh ini terkesan lebay, tapi mari saya coba tuliskan. Seorang anak bisa lebih pintar, kaya, berpendidikan tinggi, dan melebihi kapasitas orang tuannya. Namun pada akhirnya si anak tetap harus hormat pada orang tuanya. Seorang murid, sepandai apapun nanti dan bisa mengalahkan gurunya yang dari dulu tetap saja jadi guru SD, kalau bertemu harus menghormatinya kan? Apa iya kita akan bersalaman layaknya teman? Seorang istri, setinggi apapun jabatan dan pendapatanya, tetaplah harus hormat dan mencium tangan suaminya bukan? Setidaknya itu yang saya ketahui terkait adab sopan santun terhadap orang yang lebih tua dan yang telah memberikan jasa dalam hidup.
Pada masa-masa kampanye, serangan pembentukan opini semacam itu dilancarkan secara sistematis, terstruktur dan massif untuk menurunkan elektabilitas seorang Jokowi. Kemudian saya sempat juga berpikir “bagaimana kalau nantinya Jokowi tetap membungkuk hormat pada orang-orang yang dirasa jauh lebih tua? Masih sungkem sama Ibunya, masih mencium tangan Ibu Megawati dan tetap menjabat tangan dengan setengah membungkuk kepada rekan politiknya yang lebih tua. Apakah ini kesalahan? Karena jelas membungkuk hormat ini adalah naluri, saya merasa (ketika saya bertemu dengan yang lebih tua) ada yang salah kalau tidak melakukanya.
Lihat saja saat Jokowi menyambut rombongan MPR, beliau sempat beberapa kali tetap menjabat tangan sebagian tamu dehgan cara setengah membungkuk dan kemudian cipika-cipiki penuh hormat.
Atau kemarin saat beliau pamitan sebagai gubernur DKI. Dalam pidato sambutanya dia sempat mengomentari Ahok yang dikenalnya selalu ‘tajam’ dan mengena. “Pak Ahok emang gitu, blak-blakan orangnya. Tapi kalian perlu tau, hatinya itu lembut” sontak penonton yang hadir tertawa.
“Loh ini beneran. Coba kalian nangis-nangis ke dia, dijamin pulangnya dikasi sangu” tawa hadirin tak kalah kuat dari sebelumnya. Ahok yang berdiri di sebelahnya hanya senyum-senyum sendiri melihat Jokowi berkelakar memuji dirinya.
Karena sudah terlanjur berada di atas panggung, Jokowi mempersilahkan Ahok untuk menyampaikan sambutan atau apa saja lah yang ingin disampaikan. Cuma Ahok terlihat malu-malu dan sempat menolak. Namun kemudian dia akhirnya mau.
Yang menarik adalah saat Ahok akan menggunakan mic. Sebelumnya dia sudah memegang mic, namun Jokowi menyuruhnya agar menggunakan mic berdiri dengan tiangnya. Sempat Ahok mau, tapi kemudian beranjak agak menepi dan tetap mau menggunakan mic yang ada di tanganya. Tapi karena arahan seseorang (penata panggung mungkin) Ahok akhirnya menggunakan mic berdiri yang sebelumnya digunakan Jokowi. Lucunya Ahok masih memegang mic di tanganya. Jokowi sudah mengulurkan tanganya berkali-kali meminta mic yang ada di tangan Ahok supaya ga ribet (mungkin). Namun Ahok ga mau menyerahkanya. Lucu. Sebelumnya memegang dengan tangan kanan, karena Jokowi berada di sebelah kananya dan mencoba mengambil mic, Ahok memindahkanya ke tangan kiri. Barulah kemudian ada kru yang datang menghampiri Ahok dan meminta mic. Ahok pun sedikit bergerak ke belakang dan menyerahkanya. Jokowi yang melihat tingkah Ahok hanya senyum-senyum sendiri.
Mungkin Ahok bilang dalam hatinya “wah jangan deh, lu sekarang prediden Pak. Gue kan sekarang rakyat lue hehe”
Cerita lainya soal Jokowi yang masih menggunakan pesawat ekonomi beberapa waktu lalu. Ini mengingatkan kita pada gambar saat kampanye lalu. Muncul gambar Jokowi dan Anis Baswedan sedang berada di pesawat pribadi (sewaan). Pendukung prabowo mengolok-olok bahwa Jokowi hanya menang pencitraan, sok mau naik kelas ekonomi. Padahal nyatanya?
Nah saat ini beliau sudah menjadi presiden, apakah beliau masih berminat untuk pencitraan dengan menggunakan pesawat kelas ekonomi? Saya rasa keterlaluan kalo masih dibilang pencitraan. Ini lebih kepada naluri seseorang. Karena banyak juga pengusaha yang mampu membeli tiket kelas eksekutif namun tetap memilih kelas ekonomi. Bukan karena pelit atau ga mampu, tapi lebih kepada arti sebuah kebutuhan. Ini sejalan dengan apa yang sering kita baca dari orang terkaya dunia Warren Buffet “beli barang ga harus bermerk. Pakailah sesuatu yang menurutmu nyaman digunakan”
Untuk kasus pesawat ekonomi ini, (kalau ga salah menuliskanya di status Fan Page) Luhut Panjaitan yang kebetulan bertemu di bandara sudah menyarankan agar Jokowi mau menaiki pesawat bisnis bersama dirinya, karena itu juga untuk keselamatan dirinya dan keluarga. Beliau hanya manggut-manggut saat diberi nasehat. Namun saat boarding, Jokowi tetap menuju pintu pesawat ekonomi dan Luhut ke jalur kelas bisnis. Coba kita telaah, apa iya yang seperti ini masih disebut pencitraan?
Saya sebagai warga agak bingung atau sempat juga khawatir. Takut nantinya Jokowi diserang teroris atau orang yang benci lahir bathin pada beliau dan membahayakan nyawanya seperti di film-film. Haha lebay sih, tapi cerita di film bisa saja terjadi di dunia nyata kan?
Sempat juga saya berpikir, apakah Jokowi harus belajar jadi presiden? Tak perlu membungkuk kepada orang yang lebih tua darinya. Ah tapi mana bisa? Sudah nalurinya begitu. Soal pesawat, nantinya beliau kan sudah bisa menggunakan pesawat kepresidenan, jadi tak perlu khawatir nanti beliau ngeyel naik pesawat kelas ekonomi.
Ke depan sepertinya kita akan memiliki presiden yang nampak seperti rakyat biasa. Ngomongnya ga pake ehem ehem, tetap senyum dan mau bergurau, berdirinya ga ditegak-tegakin dan mukanya ga diset bak raja rimba. Ga sungkan menghormati yang lebih tua meskipun beliau presiden, tetap sungkem pada orang tuanya, dan sepertinya akan tetap dituduh pencitraan atas beberapa sikapnya. Pencitraan? Ya pencitraan. Meski sampai di sini saya juga bingung Jokowi mau pencitraan buat apa? Toh dirinya sudah jadi presiden. Sementara pemilu masih 5 tahun lagi. Masa iya mau kampanye dari sekarang? Ya beda lah sama pemimpin yang mendadak blusukan pas mah pemilu *oops you know who!
Semoga Pak Jokowi tetap sehat dan mampu membawa bangsa ini lebih maju. Tetaplah gunakan naluri bapak seperti yang sebelumnya kalau itu membuat bapak lebih nyaman. Karena kami yakin (setidaknya saya) dengan nalurimu rakyat Indonesia akan diperlakukan manusiawi. Seperti yang pernah bapak lakukan di Jakarta dan Solo. Biarin orang mau bilang apa, ga usah dimasukin hati, tapi kalo diarahkan paspampres jangan ngeyel ya pak. Itu demi kebaikan dan keselamatan presiden kami, rakyatmu.
Maaf ga bisa hadir di syukuran salam 3 jari, nanti kita ketemu saja di istana ya pak (jiaah kayak orang penting aja haha)
Sumber : http://ift.tt/1yIpWmB