"Jebakan Batman" Kenaikan Harga BBM untuk Jokowi
Pada 15 Desember tahun 2004, perundangan yang mengatur tentang harga BBM, Pasal 28 Ayat (2) UU Migas 2001 yang berbunyi, ”Harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar,” telah dinyatakan batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat oleh Mahkamah Konstitusi. Artinya, jika ada upaya-upaya pemerintah kita tetap menyerahkan harga BBM pada “persaingan usaha yang sehat dan wajar” atau pasar bebas, maka mereka telah melanggar konstitusi UUD 1945.
Bagaimana dengan SBY, yang sebentar lagi akan lengser. Pada pemerintahannya, terhitung harga BBM telah naik 4 kali, yaitu pada tahun 2005, 2008, dan 2013 (dan turun 1 kali menjelang Pemilu 2009) dari Rp1.810 di tahun 2005 hingga Rp6.500 di tahun 2014. Jadi sebenarnya SBY telah 4 kali membelakangi konstitusi UUD 1945, meskipun kemudian untuk menghindari “impeachment” dari parlemen ia memiliki “trik hukum” untuk ini, yaitu melalui berbagai Perpres (Perpres No. 55/2005, direvisi Perpres No. 9/2006 dan direvisi Perpres No. 15/2012) yang sejatinya intinya tetap sama: liberalisasi migas. Bagaimanapun, kenaikan harga BBM hingga lebih dari 3 kali lipat pada masa pemerintahannya, ternyata belum melewati harga BBM pada harga internasional di bursa New York sebesar Rp9.000an ataupun harga “keekonomian” versi ESDM (yang kabarnya dihitung menggunakan MOPS). sebesar Rp8.400.
Hal berbeda sangat mungkin terjadi untuk pengganti SBY. Belum lama ini, menurut salah satu orang dekat Jokowi, sang Presiden terpilih 2014-209, harga BBM akan dinaikkan Pemerintahan Jokowi sebesar Rp3.000 hingga Rp3.500 pada akhir tahun. Ini artinya harga BBM akan menjadi Rp9.500 atau Rp10.000. Jumlah ini sudah melampui harga keekonomian versi pemerintah, dan artinya pada masa Jokowi lah harga BBM benar-benar mencapai harga internasional. Pengambil kebijakan semacam ini dapat dikategorikan sebagai pelanggar konstitusi, jika merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi yang disebutkan di awal tulisan- dengan tetap menyerahkan harga BBM pada “persaingan usaha yang sehat dan wajar” atau pasar bebas.
Ini adalah “peluru politik” yang sangat berbahaya untuk pemerintahan Jokowi ke depan- karena faktanya parlemen dikusai oleh Koalisi Merah Putih. SBY memang berkali-kali menaikkan harga BBM, tetapi belum sampai melewati harga keekonomian (atau mencapai harga New York), maka ia tidak bisa di-”impeach” melalui kebijakan ini. Namun Jokowi bisa jika ia kemudian naikkan harga BBM melewati harga keekonomian. Seharusnya Jokowi tidak perlu berlagak lugu dalam menyikapi soal penyerahan sektor migas ke pasar bebas, atau yang mereka istilahkan sebagai persaingan usaha yang sehat. Karena sejujurnya dunia migas internasional sendiri tidak sehat, karena kenyataannya dikuasai oleh kartel yang bernama OPEC, sebesar 70% (sedangkan sisanya 30% yang diperdagangkan di New York/Nymex).
Jikapun memang ada yang membisiki Jokowi untuk melakukan pelanggaran konstitusi ini (menaikkan harga BBM sebesar Rp3000-3500), maka sangat mungkin, kecurigaan saja: ini adalah suatu “Jebakan Batman” dari orang-orang yang integritasnya diragukan. Mereka yang berharap Jokowi cepat lengser. Harapan kami, jangan sampai lah Pak Jokowi melanggar konstitusi UUD 1945- karena akan sangat menyakitkan bagi kami rakyat pemilihnya.
***
Sumber : http://ift.tt/1ozjlSQ
Bagaimana dengan SBY, yang sebentar lagi akan lengser. Pada pemerintahannya, terhitung harga BBM telah naik 4 kali, yaitu pada tahun 2005, 2008, dan 2013 (dan turun 1 kali menjelang Pemilu 2009) dari Rp1.810 di tahun 2005 hingga Rp6.500 di tahun 2014. Jadi sebenarnya SBY telah 4 kali membelakangi konstitusi UUD 1945, meskipun kemudian untuk menghindari “impeachment” dari parlemen ia memiliki “trik hukum” untuk ini, yaitu melalui berbagai Perpres (Perpres No. 55/2005, direvisi Perpres No. 9/2006 dan direvisi Perpres No. 15/2012) yang sejatinya intinya tetap sama: liberalisasi migas. Bagaimanapun, kenaikan harga BBM hingga lebih dari 3 kali lipat pada masa pemerintahannya, ternyata belum melewati harga BBM pada harga internasional di bursa New York sebesar Rp9.000an ataupun harga “keekonomian” versi ESDM (yang kabarnya dihitung menggunakan MOPS). sebesar Rp8.400.
Hal berbeda sangat mungkin terjadi untuk pengganti SBY. Belum lama ini, menurut salah satu orang dekat Jokowi, sang Presiden terpilih 2014-209, harga BBM akan dinaikkan Pemerintahan Jokowi sebesar Rp3.000 hingga Rp3.500 pada akhir tahun. Ini artinya harga BBM akan menjadi Rp9.500 atau Rp10.000. Jumlah ini sudah melampui harga keekonomian versi pemerintah, dan artinya pada masa Jokowi lah harga BBM benar-benar mencapai harga internasional. Pengambil kebijakan semacam ini dapat dikategorikan sebagai pelanggar konstitusi, jika merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi yang disebutkan di awal tulisan- dengan tetap menyerahkan harga BBM pada “persaingan usaha yang sehat dan wajar” atau pasar bebas.
Ini adalah “peluru politik” yang sangat berbahaya untuk pemerintahan Jokowi ke depan- karena faktanya parlemen dikusai oleh Koalisi Merah Putih. SBY memang berkali-kali menaikkan harga BBM, tetapi belum sampai melewati harga keekonomian (atau mencapai harga New York), maka ia tidak bisa di-”impeach” melalui kebijakan ini. Namun Jokowi bisa jika ia kemudian naikkan harga BBM melewati harga keekonomian. Seharusnya Jokowi tidak perlu berlagak lugu dalam menyikapi soal penyerahan sektor migas ke pasar bebas, atau yang mereka istilahkan sebagai persaingan usaha yang sehat. Karena sejujurnya dunia migas internasional sendiri tidak sehat, karena kenyataannya dikuasai oleh kartel yang bernama OPEC, sebesar 70% (sedangkan sisanya 30% yang diperdagangkan di New York/Nymex).
Jikapun memang ada yang membisiki Jokowi untuk melakukan pelanggaran konstitusi ini (menaikkan harga BBM sebesar Rp3000-3500), maka sangat mungkin, kecurigaan saja: ini adalah suatu “Jebakan Batman” dari orang-orang yang integritasnya diragukan. Mereka yang berharap Jokowi cepat lengser. Harapan kami, jangan sampai lah Pak Jokowi melanggar konstitusi UUD 1945- karena akan sangat menyakitkan bagi kami rakyat pemilihnya.
***
Sumber : http://ift.tt/1ozjlSQ