Suara Warga

Aksi-aksi WNI di luar negeri demo tolak UU Pilkada

Artikel terkait : Aksi-aksi WNI di luar negeri demo tolak UU Pilkada

14130947501053058247

1.

Amerika Serikat



Merdeka.com - Di Amerika Serikat, protes dilakukan warga negara Indonesia di depan Willard InterContinental Hotel, Washington D.C. Hotel itu adalah tempat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menginap. Dalam foto demonstrasi yang diterima merdeka.com, Sabtu (27/9) lalu, massa yang terdiri dari pria dan wanita itu membawa sejumlah foto SBY dan poster yang mengecam SBY atas disahkannya RUU Pilkada.

Tak sampai disitu, mereka menilai demokrasi di Indonesia telah mati atas disahkannya pilkada melalui DPRD. Maka dari itu mereka menganggap sosok SBY bukanlah seorang yang berjiwa demokrasi.

Dini hari kemarin, DPR telah mengesahkan RUU Pilkada menjadi undang-undang. Salah satu pasal yang paling krusial adalah soal pelaksanaan pilkada.

Kubu Koalisi Merah Putih menginginkan agar pilkada dilaksanakan melalui DPRD. Sementara, partai pendukung Jokowi-JK menginginkan agar pilkada dilaksanakan secara langsung.

Yang mengagetkan adalah sikap Partai Demokrat. Jika sebelumnya Demokrat menegaskan mendukung pilkada secara langsung dengan 10 syarat, jelang voting kemarin partai besutan SBY itu justru memilih walk out.

Alasannya, 10 syarat yang diajukan tak diakomodir. Alhasil, kubu pendukung pilkada langsung kalah.


1413094775951293154

2.


Di depan kantor Twitter


Merdeka.com - Sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) di San Fransisco melakukan demonstrasi di depan kantor pusat Twitter dan di depan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di kota California utara, Amerika Serikat (AS), Kamis (9/10) lalu. Mereka menyampaikan kekecewaannya atas aksi walk out nya Partai Demokrat di bawah kepemimpinan SBY yang berbuntut disahkannya Undang-Undang Pilkada oleh DPR.

Dalam pengumuman protes di beberapa media sosial, sejumlah warga Indonesia menilai bahwa disahkannya UU pemilihan secara tidak langsung pertanda matinya demokrasi di Indonesia. Sebab, DPR dinilai secara jahat dan keji sudah merampas hak-hak rakyat untuk secara langsung memilih pemimpinnya.

“Dalam pemahaman tentang partisipasi warga, demonstrasi adalah alat pertunjukan kekuatan masyarakat (sipil) untuk dua tujuan. Sebagai tekanan politik bagi orang-orang yang berkuasa di pemerintahan dan sebagai pendidikan politik bagi masyarakat biasa,” kata Izak Y.M. Lattu, mahasiswa S3 UC Berkeley yang ikut dalam demonstrasi damai di depan kantor pusat Twitter, melalui rilis yang diterima merdeka.com, Sabtu (11/10).

Menurut Izak, dia bersama WNI lainnya memilih berdemo di depan kantor pusat Twitter, San Fransisco, lantaran dianggap tempat yang paling cocok. Apalagi isu #TolakUUPilkada kemarin sempat panas di medsos burung berwarna biru itu.

“Jakarta memang kota dengan pengguna Twitter terbanyak sedunia, dan Indonesia merupakan negeri dengan pengguna Twitter terbanyak ke-5 di dunia. #shameonyouSBY juga sempat menjadi trend topik dunia selama 48 jam ‘menghilang’ secara misterius, dan penjelasan resmi Twitter dianggap tidak memuaskan,” paparnya.

Aksi puluhan warga Indonesia berjalan dengan damai. Dalam aksinya mereka memakai baju hitam dengan sebagai tanda berkabung dan menutup mulut dengan plester. Mereka juga membawa kertas besar yang bertuliskan #SaveIndonesianDemocracy #DPRessing #ShameonyouSBY #shamedbyYOU #shamedbyYOUagain.

14130948002070248923

3.


Paris


Merdeka.com - Warga Negara Indonesia yang berada di Paris menggelar Happening Art dari depan Stasiun Metro La Muette di Arrondisement 16 Paris dan berjalan menuju KBRI di Rue Cortambert, Selasa (30/9) waktu setempat. Aksi itu merupakan bentuk protes mereka terkait pengesahan UU Pilkada dimasa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Bukan saja mengkritiki SBY, dalam kesempatan itu, para WNI juga menuding skenario UU Pilkada merupakan upaya Koalisi Merah Putih untuk menjegal Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi).

“Batu sandungan pertama sudah disiapkan oleh Koalisi Merah Putih dengan mendesakkan ide penghapusan pemilihan langsung bagi pimpinan daerah,” ujar Mulyandari dalam rilis yang diterima merdeka.com, Rabu (1/10)

Mulyandari menambahkan, strategi itu dimaksudkan agar kelak dalam 5 tahun mendatang Koalisi Merah Putih yang akan menguasai kursi pemerintahan daerah dan menjegal segala rencana pembangunan pemerintahan Jokowi-JK. Menurutnya, Koalisi Merah Putih tanpa ragu mencabut hak pilih rakyat dan memberikan hak menentukan pimpinan kepala daerah kepada DPRD.

“Keputusan ini sama sekali tidak tepat karena saat ini kesadaran politik rakyat justru sedang tumbuh. Permainan politik berdasarkan pertimbangan irasional dan bukan untuk kepentingan bangsa harus dijawab dengan tegas oleh rakyat,” tuturnya.

“Dengan ini kami warga negara Indonesia di Prancis yang peduli atas situasi politik di Indonesia meminta SBY dan Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan UU Pilkada demi kepentingan kemajuan demokrasi di Indonesia. Kedua, kepada DPR RI hasil pemilu 2014 yang akan dilantik 1 Oktober 2014 ini agar memasukkan kembali agenda revisi UU Pilkada dan mengembalikan hak pilih rakyat dalam Program Legislasi Nasionalnya bersama Menteri Dalam Negeri yang baru di pemerintahan Presiden Jokowi.” pungkasnya.

Diketahui saat di KBRI, mereka diterima oleh Kabid Fungsi Politik Arifin Saiman serta Kabid Fungsi Kebudayaan dan Penerangan Henry Kaitjily. Pihak KBRI berjanji akan meneruskan pernyataan mereka kepada pemerintah Indonesia di Jakarta dan akan memberikan dukungan lebih aktif untuk pendidikan politik warga negara Indonesia di Prancis.

1413094817520867185

4.


London


Merdeka.com - Sekelompok warga Negara Indonesia yang terdiri dari pelajar dan pekerja di London, Inggris, turut menyampaikan aspirasinya menolak pilkada melalui DPRD. Meski diguyur hujan, mereka tetap menggelar aksi damai dan teatrikal di depan gedung Parlemen Inggris Sabtu (4/10) lalu.

Dalam aksi itu, WNI mendesak demokrasi di Indonesia kembali ditegakkan. Mereka meminta sistem pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat dapat kembali dilaksanakan. Pasalnya, pilkada melalui DPRD dianggap mencabut hak rakyat dalam pemilihan kepala daerah.

Tak sampai disitu, mereka menyatakan bahwa disahkannya UU pilkada itu merupakan langkah mundur dalam proses berdemokrasi di Indonesia. Maka dari itu, demonstran meminta kepada anggota DPR periode 2014-2019 agar mendengarkan suara rakyat dengan mengesahkan Perppu UU Pilkada yang telah ditandatangani Presiden.

Selain pernyataan sikap, pengunjuk rasa ini pun menggelar aksi teatrikal yang mengilustrasikan kemunduran demokrasi dengan mulut tersumpal kertas hal itu disimbolkan sebagai suara rakyat yang dibungkam.

Diketahui unjuk rasa yang dilakukan warga Negara Indonesia di London bukan lah yang pertama kalinya dilakukan. Sebelumnya Pada 27 September lalu, mahasiswa dan pekerja warga Negara Indonesia juga melakukan aksi penolakan sistem pemilihan kepala daerah melalui DPRD.

1413094831779724007

5.


Hong Kong


Merdeka.com - Sekitar 350 warga negara Indonesia di Hong Kong menggelar aksi protes menolak Undang-Undang pilkada melalui DPRD. Aksi ini berlangsung di depan kantor Konsulat RI di Hong Kong (28/9) lalu. Dalam aksi nya mereka menyampaikan bahwa UU pilkada telah merampas hak demokrasi rakyat Indonesia.

“Kami (warga negara Indonesia diluar negeri) dengan tegas menolak undang-undang UU Pilkada ini yang merampas hak demokratis rakyat. Peraturan yang merugikan rakyat pasti juga merugikan buruh migran dan harus dilawan” kata koordinator aksi saat menyampaikan orasinya, Sringatin.

Pada kesempatannya, WNI juga meneriakkan ‘Shame on you SBY’ serta ‘UU Pilkada cabut sekarang juga’. Tak sampai disitu, pengesahan UU pilkada ini dinilai hanyalah pesanan pemodal dunia yang sedang membutuhkan sumber daya lebih untuk menyelamatkan diri dari krisis melalui pemerintahan SBY. Sehingga proses demokrasi yang melibatkan rakyat hanyalah memperlambat target, maka UU ini pun harus disahkan.

“UU Pilkada melalui DPR wujud kongkret penjajahan gaya baru yang melalui peraturan. Sistem kenegaraan Indonesia akan dikembalikan ke jaman penjajahan Belanda bahkan kerajaan dimana keputusan dan pimpinan daerah diputuskan oleh pusat. Tentu orang-orang yang ditunjuk harus setia kepada kepentingan elit diatasnya dan pemodal asing” ungkap Sringatin.

Dia pun menuturkan bahwa elit politik yang berkuasa saat ini memperjelas jati dirinya sebagai kaki tangan asing yang harus memenuhi target para pemodal. Maka selain telah merebut hak-hak rakyat dalam berdemokrasi UU Pilkada ini pun dianggap akan memperburuk kemiskinan yang mengakibatkan terpuruknya Indonesia.

“Saat ini saja ketika kita masih bisa memilih, demokrasi masih diselewengkan dan suara rakyat masih tidak didengar. Akibatnya persoalan-persoalan rakyat terus dikesampingkan. Kemiskinan yang akut dan pengangguran yang memunculkan berbagai konflik politik dan sosial di masyarakat. Salah satunya realitas migrasi terpaksa, perdagangan manusia dan perbudakan di kalangan buruh migran” tandas Sringatin.




Sumber : http://ift.tt/1yopCJA

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz