Akhir Sebuah Koalisi
Polemik pasca pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden tahun 2014 terus berlangsung hingga detik ini. Perebutan kekuasaan antara Koalisi Merah Putih (KMP) besutan Prabowo Subianto dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) besutan pendukung Jokowidodo terus melakukan manuver-manuver dahsyat yang mengejutkan sekaligus membingungkan publik.
“Tak ada teman yang abadi, melainkan sebuah kepentingan”
Pernyataan tersebut tampaknya layak untuk diberikan kepada KMP yang konon katanya sedang mengalami krisis internal.
Percaya atau tidak, gejolak ditubuh internal KMP yang telah terjadi wajib diacungi jempol. Mengapa tidak? Kekalahan dari KIH dalam perhelatan Pilpres 2014 menjadi salah satu bukti bahwa solidnya koalisi tersebut. Tak banyak dari sebuah koalisi akan hancur lebur ketika jagoan yang diusungnya kalah dalam memperebutkan kursi presiden.
Namun apa yang terjadi dengan KMP? Kekalahan dengan persentasi tipis sekitar 3 persen dari KIH didalam pemilihan presiden beberapa waktu silam, seolah tak menyisakan sedikitpun luka dari mereka untuk berpisah meninggalkan satu dengan yang lain.
Komposisi KMP yang terdiri dari Gerindra, Golkar, PAN, PPP, PKS, PBB, dan Demokrat yang masuk bukan untuk bergabung melainkan hanya mendukung pendapat setelah sidang Panja mengenai Pemilihan Walikota/Bupati dimenangkan oleh paket ajuan KMP beberapa waktu silam, terbukti mengeluarkan tajinya bahwa diaspek legislatif DPR dan MPR mereka berhasil kuasai. Maka tak jarang, prediksi rivalitas antara KMP dan KIH akan terus berlanjut apabila kedua koalisi akan terus mempertahankan janji setia mereka hingga 5 tahun kedepan.
Akan tetapi, perlahan namun pasti, disadari ataupun tidak, seusai pelantikan Jokowidodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI yang dilaksanakan pada 20 Oktober silam, mengindikasikan sebuah kejanggalan yang mulai terjadi ditubuh Koalisi Merah Putih. Pertanda hancurnya koalisi tersebut pun dapat dilihat, seperti:
1. Perpindahan partai PPP ke KIH akibat perbedaan pendapat Internal partai yang memang pada awalnya telah terjadi dualisme pimpinan dalam menyatakan dukungan antara KMP dan KIH, ditambah lagi dengan tidak masuknya PPP dalam bursa paket ajuan pimpinan DPR maupun MPR yang diajukan oleh KMP.
2. Pertemuan kilat antara Jokowidodo dan Hatta Rajasa yang berhasil di tangkap oleh wartawan beberapa waktu lalu.
3. Pertemuan Jokowidodo dan Aburizal Bakrie yang secara terang-terangan dipublikasi oleh media.
4. Sikap apresiasi beberapa partai anggota KMP terhadap Jokowi setelah pengumuman bahwa kader parpol dapat mengisi jabatan menteri, dan
5. Posisi partai Gerindra selaku pelopor koalisi dianggap kurang strategis mengingat posisi ketua DPR diisi oleh kader Golkar sedangkan pimpinan MPR oleh kader PAN.
Tak jarang sepekulasi negatif terhadap KMP mulai muncul belakangan ini setelah meilhat perkembangan politik yang begitu dinamis. Publik dibuat bingung dengan apa yang terjadi saat ini. Tak salah jika rivalitas antara KMP dan KIH kerap dijadikan guyonan bagi beberapa kalangan masyarakat yang mengerti akan politik.
Itulah politik, nafsu kekuasaan yang dibalut dengan alasan kepentingan rakyat takkan pernah habis hingga akhir zaman. Akankah KMP akan terus berlanjut, bertahan, bersatupadu menyatukan harapan dan impian mereka? ataukah kemelut dan permasalahan internal akan memutuskan tali persaudaraan yang mereka jalin beberapa bulan ini. Kuatkah figur dan peranan seorang Prabowo Subianto dalam mengatasi sandungan batu karang seterjal ketika beliau melakukan operasi di Timor-timur dahulu.
“Mari kita tunggu episode berikutnya”
Sumber : http://ift.tt/1th2hYk
“Tak ada teman yang abadi, melainkan sebuah kepentingan”
Pernyataan tersebut tampaknya layak untuk diberikan kepada KMP yang konon katanya sedang mengalami krisis internal.
Percaya atau tidak, gejolak ditubuh internal KMP yang telah terjadi wajib diacungi jempol. Mengapa tidak? Kekalahan dari KIH dalam perhelatan Pilpres 2014 menjadi salah satu bukti bahwa solidnya koalisi tersebut. Tak banyak dari sebuah koalisi akan hancur lebur ketika jagoan yang diusungnya kalah dalam memperebutkan kursi presiden.
Namun apa yang terjadi dengan KMP? Kekalahan dengan persentasi tipis sekitar 3 persen dari KIH didalam pemilihan presiden beberapa waktu silam, seolah tak menyisakan sedikitpun luka dari mereka untuk berpisah meninggalkan satu dengan yang lain.
Komposisi KMP yang terdiri dari Gerindra, Golkar, PAN, PPP, PKS, PBB, dan Demokrat yang masuk bukan untuk bergabung melainkan hanya mendukung pendapat setelah sidang Panja mengenai Pemilihan Walikota/Bupati dimenangkan oleh paket ajuan KMP beberapa waktu silam, terbukti mengeluarkan tajinya bahwa diaspek legislatif DPR dan MPR mereka berhasil kuasai. Maka tak jarang, prediksi rivalitas antara KMP dan KIH akan terus berlanjut apabila kedua koalisi akan terus mempertahankan janji setia mereka hingga 5 tahun kedepan.
Akan tetapi, perlahan namun pasti, disadari ataupun tidak, seusai pelantikan Jokowidodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI yang dilaksanakan pada 20 Oktober silam, mengindikasikan sebuah kejanggalan yang mulai terjadi ditubuh Koalisi Merah Putih. Pertanda hancurnya koalisi tersebut pun dapat dilihat, seperti:
1. Perpindahan partai PPP ke KIH akibat perbedaan pendapat Internal partai yang memang pada awalnya telah terjadi dualisme pimpinan dalam menyatakan dukungan antara KMP dan KIH, ditambah lagi dengan tidak masuknya PPP dalam bursa paket ajuan pimpinan DPR maupun MPR yang diajukan oleh KMP.
2. Pertemuan kilat antara Jokowidodo dan Hatta Rajasa yang berhasil di tangkap oleh wartawan beberapa waktu lalu.
3. Pertemuan Jokowidodo dan Aburizal Bakrie yang secara terang-terangan dipublikasi oleh media.
4. Sikap apresiasi beberapa partai anggota KMP terhadap Jokowi setelah pengumuman bahwa kader parpol dapat mengisi jabatan menteri, dan
5. Posisi partai Gerindra selaku pelopor koalisi dianggap kurang strategis mengingat posisi ketua DPR diisi oleh kader Golkar sedangkan pimpinan MPR oleh kader PAN.
Tak jarang sepekulasi negatif terhadap KMP mulai muncul belakangan ini setelah meilhat perkembangan politik yang begitu dinamis. Publik dibuat bingung dengan apa yang terjadi saat ini. Tak salah jika rivalitas antara KMP dan KIH kerap dijadikan guyonan bagi beberapa kalangan masyarakat yang mengerti akan politik.
Itulah politik, nafsu kekuasaan yang dibalut dengan alasan kepentingan rakyat takkan pernah habis hingga akhir zaman. Akankah KMP akan terus berlanjut, bertahan, bersatupadu menyatukan harapan dan impian mereka? ataukah kemelut dan permasalahan internal akan memutuskan tali persaudaraan yang mereka jalin beberapa bulan ini. Kuatkah figur dan peranan seorang Prabowo Subianto dalam mengatasi sandungan batu karang seterjal ketika beliau melakukan operasi di Timor-timur dahulu.
“Mari kita tunggu episode berikutnya”
Sumber : http://ift.tt/1th2hYk