Terlambat Bilang " Ya" atau "Tidak" Terhadap RUU Pilkada ?
RUU Pilkada yang sekarang di bahas, di tengah gejolak politik di Indonesia saat ini, akan di sahkan dalam rapat paripurna DPR pada 25 September mendatang. (http://ift.tt/1nGx0af)
Wah, berarti kalau jadi disahkan, Pilkada dilaksanakan oleh DPRD untuk menentukan siapa orang nomor satu di daerah/kota tertentu nanti.
Maka, mari kita berpikir hal positif dan negatif (kuat-lemahnya). Sekilas, ternyata sungguh berdampak besar terhadap kelangsungan demokratisasi. Jika sebelumnya dipilih langsung kini akan diwakili.
Salah satu alasan hebat dari wakil rakyat kita adalah efesiensi anggaran. Sungguh, itukah maksudnya ?
Apakah wakil rakyat kita telah merampas hak-hak kita seperti diamanatkan oleh konstitusi ?
Kekhawatiran saya akan hal ini :
A. Wakil Rakyat
1. Merampas hak rakyat kemudian menggunakan dengan salah.
2. Proses Penyeleksian terhadap calon kepada daerah tidak efektif karena akan ada calon abal-abal (tidak punya kapasitas) tetapi omong besar yang akan di pilih.
3. Kepentingan partai kemungkinan besar akan di kedepankan.
4. Kepala daerah nantinya segan saja sama parlemen sedangkan ogah untuk rakyat
B. Rakyat
1. Hanya sebagai objek yang mulia ” mengatasnamakan saja”.
2. Tidak bisa menyalurkan aspirasi dengan leluasa.
3. Kurang mendapatkan perhatian dari kepala daerah.
4. Kemungkinan terus terbelakang dalam hal berpikir visioner.
Jadi, kata pepatah “nasi sudah menjadi bubur”. Kata tidak untuk RUU Pilkada hanyalah sebatas mimpi belaka.
Sumber : http://ift.tt/WYfbfH
Wah, berarti kalau jadi disahkan, Pilkada dilaksanakan oleh DPRD untuk menentukan siapa orang nomor satu di daerah/kota tertentu nanti.
Maka, mari kita berpikir hal positif dan negatif (kuat-lemahnya). Sekilas, ternyata sungguh berdampak besar terhadap kelangsungan demokratisasi. Jika sebelumnya dipilih langsung kini akan diwakili.
Salah satu alasan hebat dari wakil rakyat kita adalah efesiensi anggaran. Sungguh, itukah maksudnya ?
Apakah wakil rakyat kita telah merampas hak-hak kita seperti diamanatkan oleh konstitusi ?
Kekhawatiran saya akan hal ini :
A. Wakil Rakyat
1. Merampas hak rakyat kemudian menggunakan dengan salah.
2. Proses Penyeleksian terhadap calon kepada daerah tidak efektif karena akan ada calon abal-abal (tidak punya kapasitas) tetapi omong besar yang akan di pilih.
3. Kepentingan partai kemungkinan besar akan di kedepankan.
4. Kepala daerah nantinya segan saja sama parlemen sedangkan ogah untuk rakyat
B. Rakyat
1. Hanya sebagai objek yang mulia ” mengatasnamakan saja”.
2. Tidak bisa menyalurkan aspirasi dengan leluasa.
3. Kurang mendapatkan perhatian dari kepala daerah.
4. Kemungkinan terus terbelakang dalam hal berpikir visioner.
Jadi, kata pepatah “nasi sudah menjadi bubur”. Kata tidak untuk RUU Pilkada hanyalah sebatas mimpi belaka.
Sumber : http://ift.tt/WYfbfH