Terancamnya Koalisi Moncong Putih
Banyak yang tidak menyadari bahwa Koalisi Moncong Putih (KMP) pimpinan Jokowi JK sudah mulai terancam sebelum Pilpres 9 Juli yang lalu. Mulai terancam sejak diundangkannya UU MD3 pada tanggal 8 Juli 2014 yang lalu. Disini Ketua DPR ditetapkan berdasarkan pemilihan oleh anggota DPR. Ini melangkapi ketentuaan yang ada bahwa ketua-ketua komisi DPR dan Ketua MPR juga dipilih oleh anggota DPR. Mengingat lebih dari 60% anggota DPR adalah anggota Koalisi Merah Putih Prabowo, maka hampir dapat dipastikan bahwa ketua-ketua DPR dan MPR tersebut akan berasal dari KMP Prabowo.
Kondisi ini berpotensi akan menyulitkan KMP Jokowi dalam berkomunikasi dengan pihak legislatif. Inisiatif-inisiatif Pemerintah yang mencakup inisiatif yang tertuang dalam RAPBN dapat dimentahkan oleh parlemen.
Upaya beberapa pihak untuk membatalkan ketentuan-ketentuan tentang pemilihan ketua-ketua parlemen tersebut di MK kelihatannya sulit untuk dikabulkan. Ini utamanya disebabkan hal-hal tersebut tidak diatur dalam UUD45 (sama-sama konstitusionil). Selain itu, bahwa pimpinan-pimpinan parlemen termaksud dipilih oleh anggota parlemen sudah diterapkan pada beberapa periode yang lalu. Diterapkan dalam periode Presiden Megawati 2000 – 2004 dan periode pertama Presiden SBY 2004 – 2009.
Posisi KMP Jokowi tambah terancam dengan digulirnya RUU Pilkada melalui DPRD. RUU ini kelihatannya juga akan segera diundangkan. Ini berarti berpotensi sekitar 80% kepala daerah akan berasal dari KMP Prabowo. Implikasinya, KMP Jokowi berkuasa di Merdeka Utara dan KMP Prabowo berkuasa di Nusantara.
Upaya untuk membatalkannya di MK kelihatannya juga akan bernasib sama dengan UU MD3. Hal ini terutama dapat dilihat dari pernyataan Prof. Jimmly Assidiqy (Republika Online 9 Sept 2014) yang menyatakan bahwa baik Pilkada langsung maupun yang tidak langsung (melalui DPRD) adalah sama-sama tidak bertentangan dengan UUD45 (sama-sama konstitusionil).
Sumber : http://ift.tt/WHOziB
Kondisi ini berpotensi akan menyulitkan KMP Jokowi dalam berkomunikasi dengan pihak legislatif. Inisiatif-inisiatif Pemerintah yang mencakup inisiatif yang tertuang dalam RAPBN dapat dimentahkan oleh parlemen.
Upaya beberapa pihak untuk membatalkan ketentuan-ketentuan tentang pemilihan ketua-ketua parlemen tersebut di MK kelihatannya sulit untuk dikabulkan. Ini utamanya disebabkan hal-hal tersebut tidak diatur dalam UUD45 (sama-sama konstitusionil). Selain itu, bahwa pimpinan-pimpinan parlemen termaksud dipilih oleh anggota parlemen sudah diterapkan pada beberapa periode yang lalu. Diterapkan dalam periode Presiden Megawati 2000 – 2004 dan periode pertama Presiden SBY 2004 – 2009.
Posisi KMP Jokowi tambah terancam dengan digulirnya RUU Pilkada melalui DPRD. RUU ini kelihatannya juga akan segera diundangkan. Ini berarti berpotensi sekitar 80% kepala daerah akan berasal dari KMP Prabowo. Implikasinya, KMP Jokowi berkuasa di Merdeka Utara dan KMP Prabowo berkuasa di Nusantara.
Upaya untuk membatalkannya di MK kelihatannya juga akan bernasib sama dengan UU MD3. Hal ini terutama dapat dilihat dari pernyataan Prof. Jimmly Assidiqy (Republika Online 9 Sept 2014) yang menyatakan bahwa baik Pilkada langsung maupun yang tidak langsung (melalui DPRD) adalah sama-sama tidak bertentangan dengan UUD45 (sama-sama konstitusionil).
Sumber : http://ift.tt/WHOziB