Suara Warga

SBY Harus Bisa Pasrah

Artikel terkait : SBY Harus Bisa Pasrah

14120561651298194958 www.baratamedia.com

SBY Harus Bisa Pasrah.

Hanya satu jalan dan satu kesempatan bagi SBY untuk menghentikan kemarahan masyarakat atas kegagalannya mengawal RUU Pilkada langsung yang di tetapkan oleh DPR melalui proses walk out Partai Demokrat saat voting dilakukan.

SBY sudah tak ada lagi jalan untuk memutar kembali proses yang sudah dijalani selama 2 tahun belakangan dari saat mulai dilakukan pengajuan RUU Pilkada di forum DPR.

Bahwa Pilkada tidak langsung adalah inti dari pengajuan RUU kepada DPR, yang di release dan di komandani oleh Dep Dagri. dibawah Menteri Dalam Negeri. dengan melalui pembahasan berulang ulang dan melelahkan.

Keberhasilan membentuk Koalisi Merah Putih untuk mengamanka kepentingannya menemui synerginya, sehingga dengan mulus pembahasan menuju kepada RUU Pilkada tidak langsung, yang jelas merevisi dan menganulir UU Pilkada yang kini masih dianut dan berjalan.

Bahwa Proses RUU Pilkada tidak langsung jelas diprakarsai dan dibidani oleh Pemerintah cq SBY sebagai Ketua Partai berkuasa Partai Demokrat, sesungguhnya sama sekali tidak ada yang keliru dan salah kader2 Partai Demokrat yang terhimpun dalam Fraksi Partai Demokrat mengambil posisi ambigu terhadap RUU yang selama ini mereka perjuangkan.

Perubahan mendadak dan bersifat spontan, tentu sangat menyulitkan kader2 partai yang berada didalam Fraksi Partai Demokrat, oleh karena itulah gerakan yang terlihat merupakan upaya termudah dan jalan terbaik untuk tetap melaksanakan rencana semula perubahan RUU Pilkada tidak langsung sekaligus melindungi wajah SBY sendiri sebagai pemrakarsa RUU Pilkada tidak langsung.

Posisi Politik dan posisi SBY dalam konstelasi politik nasional dan international ternyata memberikan reaksi yang sangat keras dan negatip, memandang SBY menurut pandangannya SBY melakukan tindakan yang Ademokratis, tidak sesuai dengan persepsi yang dicitrakan selama ini

SBY sebagai pribadi tentu menerima akibat dan konsekwensi yang tidak ringan, justru memojokkan kepada posisi yang berlawanan dengan apa yang diinginkan, yang selama ini memberikan tempat terhormat kepada dirinya.

Wajar kemudian SBY berupaya keras mengembalikan citra yang selama ini telah diperolehnya, baik dimata international maupun masyarakatnya sendiri, namun apa daya semua telah terjadi, nasi telah menjadi bubur.

Presiden SBY meminta masukan pada pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra terkait RUU Pilkada yang telah disahkan DPR menjadi undang-undang pada 26 September 2014 lalu.

Kepada SBY, Yusril pun memberikan saran supaya pilkada langsung tetap bisa diselenggarakan meski UU Pilkada telah disahkan.

“Intinya Presiden gunakan Pasal 20 ayat 5 UUD 1945,” tulis Yusril dalam akun Twitter-nya, @Yusrilihza_Mhd, seperti Liputan6.com kutip Selasa (30/9/2014).

“Tenggang waktu 30 hari menurut pasal tersebut adalah tanggal 23 Oktober 2014. Saat itu jabatan SBY sudah berakhir. Saran saya, SBY tidak usah tandatangani dan undangkan RUU tersebut sampai jabatannya habis,” imbuh dia.

Kondisi RUU tidak lagi bisa di upayakan oleh SBY, hanya satu upaya yang bisa dilakukan, adalah membiarkan hingga tugasnya sebagai Presiden berakhir per 20 Oktober 2014. SBY tidak memiliki kapasitas untuk menghentikannya, karena SBY lah asal dan prakarsa awal dari RUU tersebut hingga di bahas dan diputuskan.

Namun dengan konsekwensi posisi julukan bapak pilkada tidak langsung tetap akan melekat, tapi akan memberikan jalan terselesaikan. secara mulus dan membiarkan akan di selesaikan oleh Presiden terpilih Jopkowi.

Menurut Ketua Dewan Pertimbangan Partai Bulan Bintang (PBB) itu UU pilkada tidak langsung itu tak perlu dilaksanakan oleh Presiden baru terpilih, “Sebab Presiden baru tidak ikut membahas RUU tersebut. Dengan demikian, presiden baru dapat mengembalikan RUU tersebut ke DPR untuk dibahas lagi,”

Untuk menyelesaikan masalah tersebut, Presiden terpilih bisa mengembalikan pembahasan UU Pilkada kepada DPR. “Dengan demikian, maka UU Pemerintahan Daerah yang ada sekarang masih tetap sah berlaku.”

Yusril mengaku telah menyampaikan sarannya ini kepada SBY ketika berada di Kyoto, Jepang Senin 29 September 2014. Memang saat SBY menghubungi di sela kunjungan ke Kyoto, Yusril secara kebetulan tengah berada di Tokyo.

SBY pun meminta dia untuk mengemukakan pemikirannya itu kepada Jokowi. Maka setengah jam setelah pertemuannya dengan SBY, Yusril pun menghubungi Gubernur DKI Jakarta tersebut lewat sambungan telepon.

Lalu bagaimana tanggapan Jokowi?

“Pada intinya presiden terpilih Joko Widodo dapat memahami jalan keluar yang saya sarankan, yang saya anggap terbaik bagi semua pihak,” tandas Yusril.

Kontroversi dan jalan keluar menurut kerangka berfikir Yusril merupakan jalan keluar yang didasari oleh ketaatan kepada konstitusi.

Namun Saran tinggalah saran bisa saja terlaksana atau setengah terlaksana, yang justru akan mengakibatkan banyak masalah baru di kemudian hari. Mereka adalah Presiden baik SBY maupun Jokowi, yang masing masing tidak terlepas dari pribadi serta kepentingannya yang melekat.

Oleh karena itulah Rakyat yang harus terus bergerak dan menentukan nasib nya sendiri melalui saluran2 yang konstitusional dan bermartabat, perjuangan untuk memerdekakan diri sendiri adalah inti dari pada kemerdekaan sejati yang selama ini menjadi cita cita seluruh bangsa indonesia dari sabang hingga merauke.

Pemasungan hak dasar dalam menentukan sendiri pilihannya, adalah hak yang harus terus di perjuangkan. kalau memang pilkada tidak langsung telah memasung kemerdekaannya untuk mengekspresikan haknya sebagai warga negara, maka tidak ada jalan lain selain terus mendesak semua pihak baik secara politik maupun hukum.

Gugatan kepada MK tentang uji materi merupakan salah satu jalan yang bisa dilakukan oleh segenap masyarakat, dan banyak lagi saluran2 yang bisa dilakukan yang tetap ada didalam jalur konstitusi yang ada.

Gugatan kepada Partai partai dan Presiden SBY dan juga Jokowi Presiden terpilih, perlu juga dilakukan untuk memberikan peringatan kepada semua pihak, untuk tidak dengan mudah menggunakan aturan yang ada serta kelemahannya, demi memperjuangkan kepentingan nya sendiri dan mengabaikan kepentingan umum.

Peringatan ini tidak hanya kepada Partai2 KMP namun juga partai2 koalisi PDIP. bahwa mengabaikan warga negara dan bangsa, sudah tidak lagi bisa disembunyikan dan ditutupi, semua akan terlihat transparan dan terbuka, mengingat akses informasi yang tidak lagi mengenal batas2 negara dan batas2 daerah.

Upaya pemasungan kebebasan dan kemerdekaan, sesungguhnya adalah penghianatan terhadap maksud dan tujuan Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.

Ingat, Mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Proklamasi 17 Agustus 1945, adalah jembatan emas untuk menuju cita cita, menjadi bangsa yang memiliki harkat dan martabat sebagai bangsa, sama sederajad dengan bangsa lain di bumi. Yang termaktub didalam Preambule UUD 1945, yang salah satu upayanya untuk memerdekakan dari penindasan dan penjajahan manusia atas manusia.

Rakyat berdaulat adalah cita cita kemerdekaan yang harus terus di perjuangkan hingga akhir zaman.

Merdeka ! Merdeka ! Merdeka !

Jakarta, 30 September 2014

Zen Muttaqin






Sumber : http://ift.tt/1vsKdZI

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz