RUU Pilkada Jangan Salahkah SBY!
RUU Pemilihan Kepala Daerah (RUU PIlkada) di mana DPRD akan memilih kepala daerah akhirnya disetujui rapat paripurna DPR tanggal 26 September 2014. Dengan aturan baru itu maka gubernur dan bupati tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat tapi oleh anggota DPRD.
Sebenarnya sistem langsung atau tidak langsung tidak terlalu masalah asal yang mengemban jabatan itu memahami dengan sungguh-sungguh bahwa jabatan itu bukan sebagai kesempatan untuk mengambil uang rakyat demi kekayaan pribadi.
Jabatan itu sesungguhnya mulia, karena merupakan kesempatan bagi yang mengembannya untuk melakukan yang terbaik dengan memiliki jabatan itu.
Namun di Indonesia terjadi kekeliruan seolah-olah jabatan dianggap kesempatan untuk memperkaya diri. Tidak jarang seseorang itu bagus dan cemerlang namun setelah mengemban jabatan tertentu, justeru orang itu menghadapi masalah.
Gara-gara jabatan di Indonesia sering membuat orang menghadapi masalah. Lihat saja misalnya apa yang terjadi pada diri Gubernur Riau yang baru saja diurusi KPK karena tertangkap tangan menerima dua miliar rupiah dari pengusaha kelapa sawit.
Seandainya SDA bukan menjabat sebagai Menteri Agama dan Ketua PPP mungkin dia tidak perlu berurusan dengan KPK. Seandainya Anas Urbaningrum tidak menjabat sebagai Ketua PD, mungkin dia tidak perlu berurusan dengan penegak hukum.
Masih banyak contoh lain sebut saja misalnya Jero Watjik, Rudy Rubiandini, Ketua MK Akil Mochtar, anggota DPR Angelina Sondakh, Gubernur Ratu Atut, Gubernur Sumut Syamsul Arifin, Presdir Bank Century Robert Tantular, adalah contoh orang-orang yang sesat pikir tentang jabatan. Mereka menyalahgunakan jabatan untuk memperoleh manfaat atau fasilitas untuk kepentingan atau kenikmatan pribadi, keluarga atau teman-temannya.
Pemerintahan Jokowi-JK selama lima tahun mendatang dari 20 Oktober 2014 hingga 20 Oktober 2019 perlu memahami bahwa menerima jabatan merupakan kesempatan untuk berbuat yang terbaik bagi masyarakat, tanpa harus diimbangi dengan tanda terima kasih berupa uang atau materi yang besar.
Para calon kepala daerah dan anggota DPR atau DPRD perlu menyadari dan melaksanakan dengan sungguh-sungguh bahwa jabatan apa pun yang diterimanya perlu dilaksanakan dengan tulus untuk melakukan yang terbaik demi mewujudkan harapan seluruh masyarakat Indonesia. Bukan untuk mencari uang atau materi atau fasilitas lainnya!
Sumber : http://ift.tt/1uYF4XD
Sebenarnya sistem langsung atau tidak langsung tidak terlalu masalah asal yang mengemban jabatan itu memahami dengan sungguh-sungguh bahwa jabatan itu bukan sebagai kesempatan untuk mengambil uang rakyat demi kekayaan pribadi.
Jabatan itu sesungguhnya mulia, karena merupakan kesempatan bagi yang mengembannya untuk melakukan yang terbaik dengan memiliki jabatan itu.
Namun di Indonesia terjadi kekeliruan seolah-olah jabatan dianggap kesempatan untuk memperkaya diri. Tidak jarang seseorang itu bagus dan cemerlang namun setelah mengemban jabatan tertentu, justeru orang itu menghadapi masalah.
Gara-gara jabatan di Indonesia sering membuat orang menghadapi masalah. Lihat saja misalnya apa yang terjadi pada diri Gubernur Riau yang baru saja diurusi KPK karena tertangkap tangan menerima dua miliar rupiah dari pengusaha kelapa sawit.
Seandainya SDA bukan menjabat sebagai Menteri Agama dan Ketua PPP mungkin dia tidak perlu berurusan dengan KPK. Seandainya Anas Urbaningrum tidak menjabat sebagai Ketua PD, mungkin dia tidak perlu berurusan dengan penegak hukum.
Masih banyak contoh lain sebut saja misalnya Jero Watjik, Rudy Rubiandini, Ketua MK Akil Mochtar, anggota DPR Angelina Sondakh, Gubernur Ratu Atut, Gubernur Sumut Syamsul Arifin, Presdir Bank Century Robert Tantular, adalah contoh orang-orang yang sesat pikir tentang jabatan. Mereka menyalahgunakan jabatan untuk memperoleh manfaat atau fasilitas untuk kepentingan atau kenikmatan pribadi, keluarga atau teman-temannya.
Pemerintahan Jokowi-JK selama lima tahun mendatang dari 20 Oktober 2014 hingga 20 Oktober 2019 perlu memahami bahwa menerima jabatan merupakan kesempatan untuk berbuat yang terbaik bagi masyarakat, tanpa harus diimbangi dengan tanda terima kasih berupa uang atau materi yang besar.
Para calon kepala daerah dan anggota DPR atau DPRD perlu menyadari dan melaksanakan dengan sungguh-sungguh bahwa jabatan apa pun yang diterimanya perlu dilaksanakan dengan tulus untuk melakukan yang terbaik demi mewujudkan harapan seluruh masyarakat Indonesia. Bukan untuk mencari uang atau materi atau fasilitas lainnya!
Sumber : http://ift.tt/1uYF4XD