Ramping Itu Artinya Wamen dan Staff Ahli Dihapus?
***
Sudahlah, Tidak perlu ribut urusan berapa jumlah menteri. Tokh pada kabinet pemerintahan SBY sebelumnya berisi 34 menteri ya rakyat pada idem oke-oke saja. Yang penting kualitas bukan kuantitas. Kalau masalah kualitas kabinet pemerintahan SBY saya sih kurang paham. Tau-nya banyak yang pada antri tunggu kasusnya ditindaklanjuti KPK.
Ramping itu bisa jadi maksudnya padat secara kualitas. Jadi yang terpilih mengisi posisi menteri di era Jokowi – JK yakni orang-orang bukan hasil arisan kayak era pemerintahan sebelumnya. Ramping juga bisa lebih sadis lagi dimaknai oleh Jokowi – JK. Apaan tuh?
Itu-loh, ramping anggaran. Nah loh, pada stress deh mafia anggaran. Pasalnya semua pos-pos anggaran APBN 2015 yang bikin ngelus dada besar anggarannya akan dipangkas oleh Jokowi – JK. Dari gendut jadi ramping. Anggaran mobil dinas tidak ada lagi. Anggaran perjalanan dinas menteri di pangkas habis. Anggaran rapat dan ceremonial-ceremonial di cukur habis.
Bingung deh, mau main apalagi si mafia. Semua mainan anggaran bakalan di monopoli Jokowi – JK. Terus uangnya mainannya si mafia sekarang akan dimanfaatkan Jokowi – JK untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Dan ada lagi ramping yang lebih mantab pasti Jokowi – JK setuju jika dua jabatan ini dihapuskan demi ramping anggaran APBN.
Ramping itu juga lebih keren jika jabatan Wakil Menteri dan Staff Ahli juga dihapuskan. Bayangkan, sudah berapa anggaran negara yang bisa diselamatkan. Tidak terbuang mubazir begitu saja jadi mainan mafia anggaran. Lagi pula rakyat juga tidak tau pasti berapa sebenarnya biaya operasional Wakil Menteri dan Staff ahli dan bagaimana juga sistim rekruitmen Staff Ahli?
Kabar-kaburnya sih Staff ahli itu banyak memperkerjakan orang-orang partai yang tidak punya kerjaan di organisasi partainya, alias pengangguran.
Sejujurnya jika Wakil Menteri dan Staff Ahli benar-benar dihapuskan tambah ringan beban anggaran APBN. Walau angka-angka yang dikuras untuk biaya operasional mereka masih belum tahu pasti secara rinci. Ya, rakyat kecil mana bisa tahu detail masalah begituan. Tapi jika nilai biaya operasionalnya untuk satu Wamen dan Staff Ahli saja sampai di atas angka 100 juta jelas bikin saya berteriak…WOW!
Jika Wakil Menteri dan Staff Ahli benar-benar dihapuskan akan cukup membuat roda pemerintahan di era Jokowi – JK terlihat sederhana dan tidak nge-jelimet lagi. Pedih-kan lihatnya kalau Menteri dan Wamen saingan cari popularitas sendiri-sendiri. Pedih-kan lihatnya kalau Wamen juga saingan sama Staff Ahli saling berebut menjilat pantat sang Menteri.
Dengan dihapusnya Wamen dan Staff Ahli akan menjadi inspirasi bagi birokrasi-birokrasi di daerah-daerah. Bukannya tidak mungkin sekelas Gubernur atau Bupati juga akan emansipasi butuh tenaga Staff Ahli dalam alur birokrasinya. Itu kan sama saja jadi celah bermain anggaran hasil belajar dari pemerintah pusat. Minimal orang-orang penting partai turut kecipratan jabatan instan yang dilegalkan oleh pemerintah.
Jadi revolusi mental dan budaya ramping itu padanan kata yang sangat cocok sekali di gadang-gadangkan dalam pemerintahan Jokowi – JK. Bukan hanya revolusi mental yang tekankan tapi harus seiring dengan bukti nyata perampingan pos-pos jabatan dan perampingan pos-pos anggaran yang tidak perlu. Pemerintahan ini bukan semata-mata menjadi tujuan kandang sapi orang-orang partai.
Revolusi mental tidak akan berarti jika hanya menjadi lipstick propaganda pemerintahan pusat. Justru revolusi mental harus berani memangkas habis semua modus budaya korup dan merampingkan birokrasi yang bikin mampet pelayanan. Terutama merehabilitasi mental pejabat-pejabat di daerah dan memangkas sistim pelayanan publik tidak memuaskan masyarakat. Dimulai dari pusat, semoga Wamen dan Staff ahli dihapus dari roda pemerintahan Jokowi – JK.
Go go go Jokowi – JK, People support you!
Salam Hangat.
Sumber : http://ift.tt/1wGDj34