Suara Warga

SAAT INI LEBIH BAIK PILKADA MELALUI DPRD

Artikel terkait : SAAT INI LEBIH BAIK PILKADA MELALUI DPRD

Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) belakangan ini menjadi perbincangan hangat, setelah sejumlah partai koalisi Merah Putih berubah sikap yang sebelumnya menolak Pilkada tak langsung kemudian menyetujuinya.

Tidak ada yang salah pada sikap koalisi merah putih. Apalagi pilkada secara langsung selama ini ternyata tidak mampu membawa bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik, sebaliknya justru menimbulkan biaya politik yang sangat mahal. kata Prof Windia Guru Besar Universitas Udayana.

Dalam UUD 1945 hanya menyebutkan bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis. Tidak ada dijelaskan apakah secara langsung atau tidak langsung. Dalam ruang ini DPR dan pemerintah punya kesempatan untuk mencari jalan terbaik dalam menetapkan undang-undang pilkada, mau langsung atau tidak langsung.

Tidak ada pilihan yang tidak memiliki kekurangan antara pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung atau melalui pemilihan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Ujar pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Sohibul Ansor Siregar.

Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak praktik politik uang pada pilkada yang dilakukan secara langsung. Demikian pula masyarakat menjadi pragmatis dan tidak mendidik, karena akan memilih calon yang mampu memberikan imbalan atau “membeli suara” sehingga menimbulkan keborosan. Namun tidak ada jaminan jika politik uang akan hilang jika proses pemilihannya diserahkan kepada wakil rakyat.

Juga tidak ada jaminan jika kepala daerah yang akan melalui DPRD tersebut akan lebih baik sebagaimana penilaian negatif dalam pilkada langsung selama ini

Menurut Gamawan Fauzi, Sistem pemilihan kepala daerah langsung yang diterapkan saat ini terlalu mahal. Akibatnya banyak kepala daerah yang tergoda memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Saat banyak kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi. “Dari data kami ada 330 kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi, atau sekitar 86,22 persen

Prof Windia menyatakan bahwa jika dilihat sila yang ada dalam Pancasila, pilkada secara langsung sebenarnya sangat bertentangan dengan sila keempat Pancasila yang mengamanatkan permusyawaratan atau perwakilan.

Menurut guru besar Ilmu Politik Universitas Padjajaran Obsatar, apabila pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD atau tak langsung, kerugianya adalah proses demokrasi akan terpangkas di daerah dan pendidikan politik akan berkurang di daerah. Peran partai akan dominan dalam pembentukan koalisi yang lebih permanen, sebab koalisi di pusat akan menentukan bentuk koalisi di daerah.

Mahfud MD juga mengatakan bahwa jauh sebelum ada Koalisi Merah Putih, belum ada capres Jokowi atau Prabowo, tepatnya 24-1-2012, via seminar di Hotel Sultan, dia sudah bicara tentang evaluasi pilkada. Waktu itu tak ada tendensi politik kelompok. Yang hadir Menko Polhukam, Ketua KPU, Ketua Bawaslu, Dirjen. Menurut Mahfud, hasil diskusi intensif itu mengarah pada sebuah kenyataan bahwa sudah selayaknya pilkada dievaluasi . Waktu itu NU dan Muhammadiyah sudah mencatat pilkada langsung itu lebih banyak mudharat.

Yusril Ihza Mahendra juga menyatakan bahwa dalam UUD 45 Pasal 22E ayat 2 hanya ada 4 jenis pemilu. Pertama adalah pemilu untuk memilih anggota DPR, pemilu untuk memilih anggota DPD, pemilu untuk memilih anggota DPRD, dan pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden. Pilkada menurut Undang-Undang Dasar 1945 tidak termasuk rezim pemilihan umum.

Kalau otonomi itu diberikan kepada Propinsi, maka pemilihan bupati dan walikota memang bisa diserahkan kepada DPRD. Kalau kita merujuk pasal 18 UUD 45, dikatakan, Gubernur-Wakil gubernur, Bupati-Wakil Bupati, Walikota itu dipilih dengan cara demokratis. Demokratis itu bisa langsung bisa tidak langsung. jadi itu hanya soal pilihan. .

Kita semua mengatakan kita ini anti korupsi mau berantas Korupsi, salah satu contoh kita laksanakan Pilkada-pilkada langsung seperti sekarang ini. bukankah Pilkada-Pilkada itu membuka peluang lebar-lebar untuk terjadinya Korupsi?

Bolehkan kita kembalikan lagi pemilihan itu kepada DPRD? sah dari segi konstitusi tidak salah asal UU 32 2004 dan UU 8 tahun 2008 itu diamandemen.

Jika bupati, wali kota dan gubernur dipilih oleh anggota DPRD, kita tinggal menyiapkan sistem pengawasan yang baik terhadap anggota dewan agar tidak terjadi jual beli suara,” ujar Prof Windia.

Dengan dilakukannya pilkada melalui DPRD, ini akan mampu menghemat biaya politik yang selama ini dinilai sangat mahal, sehingga bupati/wali kota dan gubernur yang terpilih tidak terlalu banyak mengeluarkan biaya.

Pendapat ini diperkuat oleh Prof Obsatar guru besar Ilmu Politik Universitas Padjajaran. Pilkada melalui DPRD menagakibatkan biaya politik menurun. Kemudian, hilangnya raja-raja kecil di daerah sebagi akibat dari kebebasan berpolitik. Kualitas kepala daerah secara politik akan lebih baik, tidak ada preman pasar bisa masuk dalam selektif permiabel partai

Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi menegaskan penerapan pilkada tak langsung atau lewat DPRD hanya diperuntukan bagi pilkada di lingkup kabupaten/kota. Sedangkan untuk provinsi tetap akan memakai formula pilkada langsung. Alasannya, pilkada tingkat kabupaten/kota lebih banyak potensi terjadi konflik sosial daripada tingkat provinsi




Sumber : http://ift.tt/1x1nrel

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz