Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD Bukanlah suatu Solusi?
Adanya Intrik Politik ?
Di DPR saat ini sedang membahas dan menggojlok mengenai RUU Pilkada. Yang menarik dalam hal ini adalah mengenai perubahan sistem pemilihan kepala daerah, yang awalnya pemilihan secara langsung menjadi pemilihan yang dilakukan oleh DPRD. Nuansa politis sangat terasa dalam pembahasan RUU Pilkada. Fraksi yang tergabung dalam koalisi merah putih (Gerindra, Golkar, PKS, Demokrat, PPP, dan lain-lain) mendukung usulan untuk pemilihan kepala daerah melalui DPRD.
Berbagai argumen dan alasan digunakan untuk mendukung agar pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD. Efisiensi dan Efektifitas dalam hal biaya dan waktu, mengurangi money politics, memperkuat legitimasi DPRD sebagai wakil rakyat, merupakan salah satu alasan agar kepala daerah dipilih oleh DPRD. semakin kuat adanya nuansa politik adalah saat mayoritas yang menguasai parlemen kita saat ini merupakan oposisi dari pemerintahan yang akan datang. Hal ini dapat mengakibatkan RUU Pilkada disahkan dan berlaku bagi Pilkada selanjutnya.
Bahwa seperti yang kita ketahui adalah jumlah DPRD yang merupakan fraksi dari koalisi merah putih banyak menguasai dibandingkan dengan koalisi pemenang pemilu legisltaif pada April 2014 kemarin. Hal ini juga dapat mengakibatkan pemilihan kepala daerah melalui DPRD merupakan pilihan dari koalisi di DPRD, ekses dari hal tersebut adalah Presiden sebagai kepala pemerintahan kurang dapat berkomunikasi dan berkordinasi secara politik untuk mengatur kepala daerah. Selain itu juga bisa mengakibatkan kurang sejalannya antara pusat dengan daerah-daerah dalam hal pembangungan.
Kepala daerah sejatinya merupakan ujung tombak dari pemerintah pusat untuk pembangunan daerah-daerah. Bisa kita lihat bagaimana Ahok (sebelumnya adalah Jokowi) membangun DKI Jakarta dengan tangan besinya, Ridwan Kamil yang membangun Kota Bandung dengan membentuk beberapa ruang publik, lalu Risma yang juga membentuk Surabaya dengan menutup Gang Dolly. Sejatinya mereka adalah pilihan rakyat yang dipilih secara langsung oleh rakyat melalui mekanisme pemilihan langsung. Selain itu pemilihan langsung oleh rakyat membuat kepala daerah mempunyai tanggung jawab moral terhadap rakyat yang memilih secara langsung, berbeda jika dipilih oleh DPRD maka secara tidak langsung Kepala Daerah hanya bertanggung jawab kepada DPRD. Bahwa fungsi pengawasan dari rakyat dalam hal ini dapat berfungsi secara optimal, yang hal ini tidak dapat dilakukan jika pemilihan dilakukan oleh DPRD.
Pendidikan Politik dan bentuk partisipasi secara langsung oleh rakyat
Pemilihan langsung kepala daerah oleh rakyat juga merupakan sebagai salah satu bentuk pendidikan demokrasi dan politik untuk rakyat yang memilihnya. Hal yang lain juga adalah sebagai salah satu bentuk instrumen rakyat untuk berpartisipasi secara langsung dalam pembangunan daerahnya sendiri. Sehingga adanya pemilihan secara langsung kepala daerah oleh rakyat diharapkan dapat menyadarkan rakyat akan hak politik mereka dan ikut berperan serta dalam pembangunan daerahnya.
Pemilihan kepala daerah oleh DPRD dalam hal ini tidak dapat meningkatkan pendidikan politik dan juga tidak menimbulkan kesadaran mengenai hak-hak politik yang dimiliki oleh rakyatanya. Sehingga dapat menyebabkan rakyat bersifat apatis dalam hal pembangunan daerahnya. Selain itu juga pemilihan kepala daerah oleh DPRD hanya dapat dinikmati bagi segelintir orang saja dalam daerahnya karena kurangnya partisipasi rakyat secara langsung.
Bentuk Kualifikasi dari Kepala Daerah
Pemilihan secara langsung kepala daerah oleh rakyat dapat merupakan bentuk ujian bagi para calon-calon kepala daerah untuk mempromosikan dirinya kepada khayalak yang banyak, bahwa dirinya merupakan tokoh yang “pas” dalam memajukan daerahnya. Selain itu juga pemilihan langsung oleh rakyat ini dapat kita sebagai rakyat mengetahui apa visi-misi dan program yang ditawarkan oleh tiap-tiap calon kandidat kepala daerah, sehingga para calon ini dapat berkreativitas dan mencari permasalahan-permasalahan yang dapat menjadi solusi dalam pembangunan daerahnya.
Negara kita merupakan negara hukum di mana menjunjung tinggi hukum, sebagai negara hukum bahwa adanya pengakuan dalam HAM dan adanya kesederajatan setiap orang. Adanya pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat dalam hal ini dapat membuat setiap orang berlomba-lomba menjadi kepala daerah. Dari Artis, Pengusaha, Pengacara, ataupun pekerjaan lainnya dapat berpartisipasi sebagai calon dari kepala daerah tersebut, dan juri dalam seleksi ini adalah rakyat itu sendiri yang dapat menentukan siapa yang pas dan tepat untuk memimpin daerahnya sendiri.
Pemilihan oleh DPRD bukanlah Solusi
Berjalannya pilkada ini memang ada kekurangnya seperti terjadi money politic, biaya yang cukup besar untuk mengadakan pemilu, dapat menimbulkan perpecahan atau integrasi, dan juga memunculkan calon-calon populer namun kurang dapat membangun daerahnya. Akan tetapi mengembalikan pilkada ini dipilih oleh DPRD bukanlah solusinya, justru ini menimbulkan kemunduran. Sehingga dalam hal ini diperlukan perbaikan-perbaikan secara tersktur dan sistematis untuk mencapai hasil yang baik.
Ada beberapa solusi diantaranya adalah menggunakan partai politik untuk meningkatkan pendidikan politik rakyat, sehingga rakyat semakin sadar dari artinya hak politik mereka, mengadakan pilkada secara bersamaan untuk mengurangi budjet yang dikeluarkan oleh pemerintah, meningkatkan standar atau kualifikasi untuk menjadi kepala daerah, sehingga tidak sembarang orang yang merupakan kandidat atau calon-calon kepala daerah. Oleh sebab itu kita perlu memperbaiki yang ada bukannya mengembalikan seperti zaman Orde Baru yang merupakan bentuk kemunduran politik.
Sumber : http://ift.tt/1tAvEkp
Di DPR saat ini sedang membahas dan menggojlok mengenai RUU Pilkada. Yang menarik dalam hal ini adalah mengenai perubahan sistem pemilihan kepala daerah, yang awalnya pemilihan secara langsung menjadi pemilihan yang dilakukan oleh DPRD. Nuansa politis sangat terasa dalam pembahasan RUU Pilkada. Fraksi yang tergabung dalam koalisi merah putih (Gerindra, Golkar, PKS, Demokrat, PPP, dan lain-lain) mendukung usulan untuk pemilihan kepala daerah melalui DPRD.
Berbagai argumen dan alasan digunakan untuk mendukung agar pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD. Efisiensi dan Efektifitas dalam hal biaya dan waktu, mengurangi money politics, memperkuat legitimasi DPRD sebagai wakil rakyat, merupakan salah satu alasan agar kepala daerah dipilih oleh DPRD. semakin kuat adanya nuansa politik adalah saat mayoritas yang menguasai parlemen kita saat ini merupakan oposisi dari pemerintahan yang akan datang. Hal ini dapat mengakibatkan RUU Pilkada disahkan dan berlaku bagi Pilkada selanjutnya.
Bahwa seperti yang kita ketahui adalah jumlah DPRD yang merupakan fraksi dari koalisi merah putih banyak menguasai dibandingkan dengan koalisi pemenang pemilu legisltaif pada April 2014 kemarin. Hal ini juga dapat mengakibatkan pemilihan kepala daerah melalui DPRD merupakan pilihan dari koalisi di DPRD, ekses dari hal tersebut adalah Presiden sebagai kepala pemerintahan kurang dapat berkomunikasi dan berkordinasi secara politik untuk mengatur kepala daerah. Selain itu juga bisa mengakibatkan kurang sejalannya antara pusat dengan daerah-daerah dalam hal pembangungan.
Kepala daerah sejatinya merupakan ujung tombak dari pemerintah pusat untuk pembangunan daerah-daerah. Bisa kita lihat bagaimana Ahok (sebelumnya adalah Jokowi) membangun DKI Jakarta dengan tangan besinya, Ridwan Kamil yang membangun Kota Bandung dengan membentuk beberapa ruang publik, lalu Risma yang juga membentuk Surabaya dengan menutup Gang Dolly. Sejatinya mereka adalah pilihan rakyat yang dipilih secara langsung oleh rakyat melalui mekanisme pemilihan langsung. Selain itu pemilihan langsung oleh rakyat membuat kepala daerah mempunyai tanggung jawab moral terhadap rakyat yang memilih secara langsung, berbeda jika dipilih oleh DPRD maka secara tidak langsung Kepala Daerah hanya bertanggung jawab kepada DPRD. Bahwa fungsi pengawasan dari rakyat dalam hal ini dapat berfungsi secara optimal, yang hal ini tidak dapat dilakukan jika pemilihan dilakukan oleh DPRD.
Pendidikan Politik dan bentuk partisipasi secara langsung oleh rakyat
Pemilihan langsung kepala daerah oleh rakyat juga merupakan sebagai salah satu bentuk pendidikan demokrasi dan politik untuk rakyat yang memilihnya. Hal yang lain juga adalah sebagai salah satu bentuk instrumen rakyat untuk berpartisipasi secara langsung dalam pembangunan daerahnya sendiri. Sehingga adanya pemilihan secara langsung kepala daerah oleh rakyat diharapkan dapat menyadarkan rakyat akan hak politik mereka dan ikut berperan serta dalam pembangunan daerahnya.
Pemilihan kepala daerah oleh DPRD dalam hal ini tidak dapat meningkatkan pendidikan politik dan juga tidak menimbulkan kesadaran mengenai hak-hak politik yang dimiliki oleh rakyatanya. Sehingga dapat menyebabkan rakyat bersifat apatis dalam hal pembangunan daerahnya. Selain itu juga pemilihan kepala daerah oleh DPRD hanya dapat dinikmati bagi segelintir orang saja dalam daerahnya karena kurangnya partisipasi rakyat secara langsung.
Bentuk Kualifikasi dari Kepala Daerah
Pemilihan secara langsung kepala daerah oleh rakyat dapat merupakan bentuk ujian bagi para calon-calon kepala daerah untuk mempromosikan dirinya kepada khayalak yang banyak, bahwa dirinya merupakan tokoh yang “pas” dalam memajukan daerahnya. Selain itu juga pemilihan langsung oleh rakyat ini dapat kita sebagai rakyat mengetahui apa visi-misi dan program yang ditawarkan oleh tiap-tiap calon kandidat kepala daerah, sehingga para calon ini dapat berkreativitas dan mencari permasalahan-permasalahan yang dapat menjadi solusi dalam pembangunan daerahnya.
Negara kita merupakan negara hukum di mana menjunjung tinggi hukum, sebagai negara hukum bahwa adanya pengakuan dalam HAM dan adanya kesederajatan setiap orang. Adanya pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat dalam hal ini dapat membuat setiap orang berlomba-lomba menjadi kepala daerah. Dari Artis, Pengusaha, Pengacara, ataupun pekerjaan lainnya dapat berpartisipasi sebagai calon dari kepala daerah tersebut, dan juri dalam seleksi ini adalah rakyat itu sendiri yang dapat menentukan siapa yang pas dan tepat untuk memimpin daerahnya sendiri.
Pemilihan oleh DPRD bukanlah Solusi
Berjalannya pilkada ini memang ada kekurangnya seperti terjadi money politic, biaya yang cukup besar untuk mengadakan pemilu, dapat menimbulkan perpecahan atau integrasi, dan juga memunculkan calon-calon populer namun kurang dapat membangun daerahnya. Akan tetapi mengembalikan pilkada ini dipilih oleh DPRD bukanlah solusinya, justru ini menimbulkan kemunduran. Sehingga dalam hal ini diperlukan perbaikan-perbaikan secara tersktur dan sistematis untuk mencapai hasil yang baik.
Ada beberapa solusi diantaranya adalah menggunakan partai politik untuk meningkatkan pendidikan politik rakyat, sehingga rakyat semakin sadar dari artinya hak politik mereka, mengadakan pilkada secara bersamaan untuk mengurangi budjet yang dikeluarkan oleh pemerintah, meningkatkan standar atau kualifikasi untuk menjadi kepala daerah, sehingga tidak sembarang orang yang merupakan kandidat atau calon-calon kepala daerah. Oleh sebab itu kita perlu memperbaiki yang ada bukannya mengembalikan seperti zaman Orde Baru yang merupakan bentuk kemunduran politik.
Sumber : http://ift.tt/1tAvEkp