Pakar politik dan hukum mengecewakan: Perspektif Pilkada Tdak Lngsung
Pakar itu sederhananya adalah akademisi. Sebagai akademisi pernyataan seharusnya perlu didukung oleh rasionil (alasan) yang jelas dan kuat. Rasionil yang jelas dan kuat tersebut tidak terlihat dari pernyataan pakar politik dan hukum tentang isu Pilkada tidak lansgsung terkini yang dirilis oleh banyak media massa.
Meraka umumnya berpendapat bahwa Pilkada langsung adalah kehendak rakyat (public choice). Dan, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pilkada tidak langsung mematahkan aspirasi rakyat. Yang menjadi masalah adalah tidak jelas kenapa para pakar tersebut berpendapat bahwa Pilkada langsung sebagai kehendak rakyat.
RUU Pilkada tidak langsung sedang dibahas oleh DPR RI saat ini. Mereka itu dipilih langsung oleh rakyat dan tentunya inisiatif-inisiatif mereka dapat dikatakan sebagai perwakilan dari aspirasi para pemilihnya dan dengan demikian logis untuk menyatakan bahwa inisiatif untuk mengganti sistem Pilkada langsung menjadi tidak langsung merupakan cerminan aspirasi rakyat.
Walaupun demikian, saya yakin bahwa jika diadakan referendum nasional tentang pilihan langsung atau tidak langsung, maka peluang yang langsung untuk menang sangat besar. Rasionilnya adalah sebagai berikut. Pertama, sebagian besar pemilih akan mempertahankan pola pemilu langsung ini sebab mereka masih berharap tetap dibanjiri oleh para Timses. Kedua, Timses akan mendukung pemilu langsung karena mereka tidak akan berkurang pekerjaannya. Lembaga survei jelas akan mendukung pola langsung ini untuk mempetahakankan esksistensi sebagai primadona Pemilu. Analogi untuk KPU, KPUD, Bawaslu, dan lain sebagainya.
Terlepas apakah pola lansgung atau tidak langsung, saya masih meragukan efisiensi sistem pilkada yang ada sekarang atau draft sistem alternatif yang sedang dibahas di DPR saat ini.
Sumber : http://ift.tt/1lJUyzd
Meraka umumnya berpendapat bahwa Pilkada langsung adalah kehendak rakyat (public choice). Dan, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pilkada tidak langsung mematahkan aspirasi rakyat. Yang menjadi masalah adalah tidak jelas kenapa para pakar tersebut berpendapat bahwa Pilkada langsung sebagai kehendak rakyat.
RUU Pilkada tidak langsung sedang dibahas oleh DPR RI saat ini. Mereka itu dipilih langsung oleh rakyat dan tentunya inisiatif-inisiatif mereka dapat dikatakan sebagai perwakilan dari aspirasi para pemilihnya dan dengan demikian logis untuk menyatakan bahwa inisiatif untuk mengganti sistem Pilkada langsung menjadi tidak langsung merupakan cerminan aspirasi rakyat.
Walaupun demikian, saya yakin bahwa jika diadakan referendum nasional tentang pilihan langsung atau tidak langsung, maka peluang yang langsung untuk menang sangat besar. Rasionilnya adalah sebagai berikut. Pertama, sebagian besar pemilih akan mempertahankan pola pemilu langsung ini sebab mereka masih berharap tetap dibanjiri oleh para Timses. Kedua, Timses akan mendukung pemilu langsung karena mereka tidak akan berkurang pekerjaannya. Lembaga survei jelas akan mendukung pola langsung ini untuk mempetahakankan esksistensi sebagai primadona Pemilu. Analogi untuk KPU, KPUD, Bawaslu, dan lain sebagainya.
Terlepas apakah pola lansgung atau tidak langsung, saya masih meragukan efisiensi sistem pilkada yang ada sekarang atau draft sistem alternatif yang sedang dibahas di DPR saat ini.
Sumber : http://ift.tt/1lJUyzd