Pak Prabowo, Tolong Segera Pecat Itu Fadly Zon dan M. Taufik
Sekalipun aku bukan orang Gerindra, aku menghormati Prabowo Subianto, begitu pula rasa hormatku kepada Basuki Tjahaja Purnama. Namun satu hal yang mengganjal dalam hati ini, masih banyak bercokol benalu-benalu dan parasit yang bikin Prabowo gagal jadi Presiden, salah satunya yaitu si Fadly Zon dan M. Taufik itu.
Entah kenapa mereka orang dari dulu aku kurang sreg dengan gaya-gayanya itu. Justru dari gaya-gaya konyolnya mereka lah yang bikin banyak orang yang dulunya simpati sama Prabowo berubah jadi ilfil dan ramai-ramai golput.
Kalau Prabowo masih pelihara para benalu itu, maka jujur saja aku bilang sampai pemilu kapanpun Prabowo akan susah untuk menang. Bagaimana Prabowo bisa mewujudkan kalau parasit dan benalu macam si Fadly Zon dan M. Taufuk itu masih dipelihara di Gerindra?
Dengan mundurnya Ahok dari Gerindra, baru kelihatan belangnya kedua orang ini. Yang satu bilang Ahok kutu loncat, yang satunya lagi mengancam akan mempolisikan Ahok. Apa-apaan ini? Ngoceh melulu soal hak dan fitrah Ahok sebagai politisi. Fadly Zon dan M. Taufik ini politisi usil. Sama-sama tak tahu batasnya, yang ada ada dalam pikiran mereka adalah dimensi etherik, termasuk medan energi pikiran dan perasaan negatif lantaran ditinggalkan Ahok.
Kalau Fadly Zon bilang Ahok kutu loncat dan dibalas Ahok lebih baik jadi kutu loncat daripada jadi kutu busuk, itu ada benarnya. Kenapa demikian? Karena mereka adalah kutu busuk yang justru telah menjegal langkah Prabowo selama ini.
Ahok sendiri telah menegaskan bahwa hingga tiga tahun ke depan, selama dia masih diberi kesempatan menyelesaikan jabatan sebagai Gubernur DKI Jakarta, Ahok tak mau bergabung ke partai politik lainnya karena Ahok menegaskan bahwa partainya adalah rakyat. Kalau hati nurani sudah bicara, keputusan yang ditempuh adalah pilihan hidup.
Aku tak membahas tentang cabutnya Ahok dari Gerindra, karena di partai manapun Ahok berlindung, kalau tak sesuai nuraninya maka ia pun akan cabut. Dan partai manapun dimana Ahok bernaung ketika Ahok bilang akan cabut, maka mereka pun akan bilang hal yang sama, kalau mau keluar dari partai, keluar sajalah, tak usah banyak cincong. Ibaratnya begitu.
Yang aku fokus di tulisan ini adalah kelakuan kedua orang itu yang menjadi benalu dan parasit bagi Prabowo Subianto. Yang mirisnya, Fadli Zon mengatakan bahwa mereka merasa telah kecolongan karena dulu telah mencalonkan Ahok menjadi Wagub DKI mendampingi Jokowi.
Maksudnya apa ini? Atau karena mereka berusaha menutupi kebenarannya. Dari pernyataan itu, muncul sebuah pertanyaan dalam benak aku, kenapa dulu ketika Ahok masih bercokol di Gerindra, kok tak ada pernyataan nyinyir macam begitu itu? Aneh.
Padahal Prabowo sendiri tak masalah dengan keluarnya Ahok dari partai besutannya itu. “Kalau masuk suatu partai, mengundurkan diri, itu hak politik, tidak masalah,” ujar Prabowo.
Sekalipun upaya perlawanan secara konstitusional telah berakhir dengan keputusan MK yang menolak semua gugatan Prabowo dalam sengketa pilpres 2014, namun realitanya saat ini koalisi Merah Putih yang menguasai parlemen setelah ditolaknya permohonan PDIP oleh Mahkamah Konstitusi.
Bukan hanya kasus Ahok saja, aku yakin kedepannya akan ada hal-hal baru yang mendadak sontak menggegerkan dunia persilatan perpolitikan regional dalam negeri dengan kebijakan-kebijakan parlemen yang dikuasai oleh koalisi Merah Putih.
Jika Ahok menarik diri dari Gerindra dibilang tak menjunjung demokrasi, protes dibilang tak patuh pada keputusan partai yang membesarkan namanya, dibilang pecundang, dituduh arogan, bahkan mau dibinasakan karirnya oleh si jagoan tanah abang itu, Lulung Lunggana. Hebat sekali mereka-mereka ini sampai-sampai apapun yang dilakukan Ahok semuanya dianggap salah, semuanya dibilang arogan.
Sungguh aneh jika sosok seorang Ahok yang selama ini mati-matian berjuang demi rakyat DKI dibilang arogan dan mau dipolisikan dan dihancurkan karirnya. Namun ketika Ahok masih bercokol di Gerindra, beliau disanjung-sanjung. Bahkan Haji Lulung sendiri dulu bilang akan mendukung penuh Ahok menjadi Gubernur DKI. Inilah pentas kemunafikan yang terpampang dengan senyata-nyatanya didepan mata rakyat.
Dan satu lagi, apakah hanya sekedar itu kaitan antara aturan partai dengan hakikat maupun kema’rifatan? Apakah ada pemisah di antaranya? Atau mungkinkah ada garis merah yang bisa ditarik lagi?
Semoga Prabowo segera menyadari para benalu dan parasit partai yang menggerus elektabilitas partai besutannya itu hari lepas hari. Jangan mau diperalat para benalu partai. Hidupkan Demokrasi yang jujur dan adil untuk bangkit kembali.
Politik memang kejam, aku tahu itu. Namun Politik adalah tata krama, aturan, cara, jalan yang sebenarnya digunakan untuk menjadikan orang-orang sebagai manusia yang mau melayani rakyat, bukan melayani kepentingan golongan.
Semoga pak Prabowo baca tulisan ini..
Sumber : http://ift.tt/1tICvZ9
Entah kenapa mereka orang dari dulu aku kurang sreg dengan gaya-gayanya itu. Justru dari gaya-gaya konyolnya mereka lah yang bikin banyak orang yang dulunya simpati sama Prabowo berubah jadi ilfil dan ramai-ramai golput.
Kalau Prabowo masih pelihara para benalu itu, maka jujur saja aku bilang sampai pemilu kapanpun Prabowo akan susah untuk menang. Bagaimana Prabowo bisa mewujudkan kalau parasit dan benalu macam si Fadly Zon dan M. Taufuk itu masih dipelihara di Gerindra?
Dengan mundurnya Ahok dari Gerindra, baru kelihatan belangnya kedua orang ini. Yang satu bilang Ahok kutu loncat, yang satunya lagi mengancam akan mempolisikan Ahok. Apa-apaan ini? Ngoceh melulu soal hak dan fitrah Ahok sebagai politisi. Fadly Zon dan M. Taufik ini politisi usil. Sama-sama tak tahu batasnya, yang ada ada dalam pikiran mereka adalah dimensi etherik, termasuk medan energi pikiran dan perasaan negatif lantaran ditinggalkan Ahok.
Kalau Fadly Zon bilang Ahok kutu loncat dan dibalas Ahok lebih baik jadi kutu loncat daripada jadi kutu busuk, itu ada benarnya. Kenapa demikian? Karena mereka adalah kutu busuk yang justru telah menjegal langkah Prabowo selama ini.
Ahok sendiri telah menegaskan bahwa hingga tiga tahun ke depan, selama dia masih diberi kesempatan menyelesaikan jabatan sebagai Gubernur DKI Jakarta, Ahok tak mau bergabung ke partai politik lainnya karena Ahok menegaskan bahwa partainya adalah rakyat. Kalau hati nurani sudah bicara, keputusan yang ditempuh adalah pilihan hidup.
Aku tak membahas tentang cabutnya Ahok dari Gerindra, karena di partai manapun Ahok berlindung, kalau tak sesuai nuraninya maka ia pun akan cabut. Dan partai manapun dimana Ahok bernaung ketika Ahok bilang akan cabut, maka mereka pun akan bilang hal yang sama, kalau mau keluar dari partai, keluar sajalah, tak usah banyak cincong. Ibaratnya begitu.
Yang aku fokus di tulisan ini adalah kelakuan kedua orang itu yang menjadi benalu dan parasit bagi Prabowo Subianto. Yang mirisnya, Fadli Zon mengatakan bahwa mereka merasa telah kecolongan karena dulu telah mencalonkan Ahok menjadi Wagub DKI mendampingi Jokowi.
Maksudnya apa ini? Atau karena mereka berusaha menutupi kebenarannya. Dari pernyataan itu, muncul sebuah pertanyaan dalam benak aku, kenapa dulu ketika Ahok masih bercokol di Gerindra, kok tak ada pernyataan nyinyir macam begitu itu? Aneh.
Padahal Prabowo sendiri tak masalah dengan keluarnya Ahok dari partai besutannya itu. “Kalau masuk suatu partai, mengundurkan diri, itu hak politik, tidak masalah,” ujar Prabowo.
Sekalipun upaya perlawanan secara konstitusional telah berakhir dengan keputusan MK yang menolak semua gugatan Prabowo dalam sengketa pilpres 2014, namun realitanya saat ini koalisi Merah Putih yang menguasai parlemen setelah ditolaknya permohonan PDIP oleh Mahkamah Konstitusi.
Bukan hanya kasus Ahok saja, aku yakin kedepannya akan ada hal-hal baru yang mendadak sontak menggegerkan dunia persilatan perpolitikan regional dalam negeri dengan kebijakan-kebijakan parlemen yang dikuasai oleh koalisi Merah Putih.
Jika Ahok menarik diri dari Gerindra dibilang tak menjunjung demokrasi, protes dibilang tak patuh pada keputusan partai yang membesarkan namanya, dibilang pecundang, dituduh arogan, bahkan mau dibinasakan karirnya oleh si jagoan tanah abang itu, Lulung Lunggana. Hebat sekali mereka-mereka ini sampai-sampai apapun yang dilakukan Ahok semuanya dianggap salah, semuanya dibilang arogan.
Sungguh aneh jika sosok seorang Ahok yang selama ini mati-matian berjuang demi rakyat DKI dibilang arogan dan mau dipolisikan dan dihancurkan karirnya. Namun ketika Ahok masih bercokol di Gerindra, beliau disanjung-sanjung. Bahkan Haji Lulung sendiri dulu bilang akan mendukung penuh Ahok menjadi Gubernur DKI. Inilah pentas kemunafikan yang terpampang dengan senyata-nyatanya didepan mata rakyat.
Dan satu lagi, apakah hanya sekedar itu kaitan antara aturan partai dengan hakikat maupun kema’rifatan? Apakah ada pemisah di antaranya? Atau mungkinkah ada garis merah yang bisa ditarik lagi?
Semoga Prabowo segera menyadari para benalu dan parasit partai yang menggerus elektabilitas partai besutannya itu hari lepas hari. Jangan mau diperalat para benalu partai. Hidupkan Demokrasi yang jujur dan adil untuk bangkit kembali.
Politik memang kejam, aku tahu itu. Namun Politik adalah tata krama, aturan, cara, jalan yang sebenarnya digunakan untuk menjadikan orang-orang sebagai manusia yang mau melayani rakyat, bukan melayani kepentingan golongan.
Semoga pak Prabowo baca tulisan ini..
Sumber : http://ift.tt/1tICvZ9