Suara Warga

Koalisi Kutu Busuk dan Kutu Kasur

Artikel terkait : Koalisi Kutu Busuk dan Kutu Kasur

Tidak salah Ahok mengatakan bahwa politisi yang menafikan suara rakyat adalah kutu busuk. Ketika Fadli Zon mengatakan, bahwa Ahok adalah kutu busuk yang menjadi kutu loncat, sebenarnya kita semua sadar bahwa Fadli Zon itu adalah termasuk Tumbila alias Kutu Kasur, kecil, ga penting, tapi suka ngegigit dan bikin gatel, ngeselin, bikin pengen nggaplokin pake tangan.

Baiklah, karena Tumbila Zon nyata-nyata tergabung dalam partai yang ketuanya di klaim sebagai Titisan Tuhan bersama rombongan kutu busuk lainnya, maka wajar lah kalau kita sebut koalisi tersebut adalah Koalisi Kutu Busuk dan Kutu Kasur.

Apa sih yang hendak dilakukan oleh Koalisi Kutu Busuk setelah gagal memenangkan pertarungan PilPres? Tentu upaya lainnya adalah mengupayakan tetap berada dalam kekuasaan dengan caranya sendiri, yakni mengotak-atik apa saja yang ada di lembaga legislative, karena posisi mereka mayoritas disana. Mereka berupaya juga meminorkan pemerintah baru sebelum memulai pemerintahannya, bahkan saya yakin akan terus dilakukan sepanjang 5 tahun ke depan dengan berbagai upaya.

Setelah berhasil menggolkan, UU MD3 dimana Ketua DPR yang sebelumnya secara otomatis merupakan hak dari partai pemenang pemilu, sekarang menjadi harus dipilih berdasarkan suara terbanyak dari anggota legislatif. Ini sebenarnya tidak berdampak terlalu besar, hanya mereka ingin menunjukkan bahwa mereka memiliki kekuatan.

Ada hal lain lagi dalam UU MD3 yakni pasal yang intinya memuat ketentuan bahwa penyidik, baik kepolisian maupun kejaksaan, harus mendapat izin lebih dahulu dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang akan mereka bentuk sendiri sebagaimana bunyi pasal 245 UU MD3. Disini, Koalisi Kutu Busuk berusaha memagari diri agar tidak mudah diperiksa oleh KPK. Dari sini saja sudah terlihat niatan tersembunyi mereka, yakni mengamankan diri sendiri.

Lalu, setelah sebelumnya Koalisi Kutu Busuk menggugat sistem Noken dalam Pemilu, di Papua yang sudah lama dipergunakan. Sistem Noken adalah sistem yang mengesahkan pemilihan suara dapat diwakilkan oleh kepala suku setelah kesepakatan adat.

Saat ini malah mereka hendak menyetujui sistem Noken dilakukan secara nasional. Caranya, dengan upaya mengesahkan RUU Pilkada DPRD, dimana kepala daerah harus dipilih oleh DPRD. Terlihat kan maksud mereka sebenarnya, bukan masalah menghemat anggaran, tapi kehendak menguasai daerah dengan wakil yang ditunjuk oleh mereka. Selain itu, terbuka kesempatan untuk melakukan korupsi melalui lobby – lobby politik calon kepala daerah nantinya.

Biarlah Fadli Zon si tumbila kutu Kasur, bergabung bersama dengan Mapatih Sengkuni Hidung bengkok Amien Rais dan anggota Koalisi Kutu Busuk lainnya kasak kusuk, ntah apalagi yang akan dilakukan berikutnya. Tapi masyarakat harus tegas menolak RUU Pilkada DPRD, karena jelas bertentangan dengan demokrasi dan memiliki niatan buruk di dalamnya.




Sumber : http://ift.tt/1D3L1Zh

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz