Iklan Demokrat, Katakan Tidak pada (Hal) Korupsi
Masih ingatkah kita pada pesta Demokrasi 5 tahun yang lalu, tatkala partai Demokrat dengan gencar menyajikan jargon kampanye “katakan TIDAK pada korupsi”. Kini berturut-turut satu persatu bintang iklan tsb baik Angelina Sondakh, Andi Malarangeng dan sekarang Anas Urbaningrum berkumpul bersama di hotel prodeo untuk membayar perlakuan korupsi yang justru dilakukan mereka sendiri. Aha, trio A rupanya.
Ironis memang, apa yang dikatakan dalam jargon kampanye tsb sekadar basa-basi sandiwara politikkah? Atau mencari kesempatan membayar jerih lelah perjuangan dan pengabdian sebagai anggota dewan yang terhormat, ataukah mengembalikan dan mengamankan kembali pundi-pundi uang yang terlanjur keluar pasca pesta demokrasi tsb?
Hari ini akhirnya majelis hakim persidangan Tipikor memutuskan vonis bagi Anas yang terbukti melakukan korupsi dan tindakan pencucian uang dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda 300 juta rupiah serta mengganti biaya ganti rugi sebesar 57.590.330.508 rupiah dan US$ 5.261.070 (atau pengganti kurungan 2 tahun penjara). Tidak terlalu mengherankan bagi saya yang sempat menulis artikel “Anas vs Nazaruddin (si Pinokio)”. Sejatinya hukuman bagi Anas pasti terjadi, seperti KPK yang tidak sembarangan menetapkan seseorang menjadi tersangka, dan sejarah mencatat belum pernah terjadi KPK salah dalam penetapan “tsk”, paling sedikit diperlukan 2 alat bukti kuat untuk penetapan tersangka tsb .
Kini setelah satu demi satu bintang iklan tagline Demokrat jadi narapidana justru karena perbuatan korupsi, apa yang bisa dibanggakan dan mengembalikan kejayaan Demokrat? Masih adakah?
Tentu saja ada, tinggal apakah ada kemauan dan tekad bahwa sejatinya partai ini didirikan bukan demi tujuan mengumpulkan pundi-pundi uang semata, masih ada hati nurani yang bersih dari anggota partai dan sejatinya partai bekerja bagi kesejahteraan rakyat. Kesempatan tsb masih terbuka ketika partai Demokrat berani menyuarakan dukungan bagi Pilkada Langsung dalam persidangan anggota Dewan pada 25 September 2014 besok tanpa embel-embel apapun. #Dukung Pilkada Langsung untuk kedaulatan rakyat.
Itulah yang menjadi keinginan rakyat, biarlah rakyat memilih kepala daerahnya sendiri bukan diatur-atur oleh anggota DPRD. Besarnya desakan melalui berbagai gerakan dan petisi yang terjadi, salah satunya tercatat dari Perludem (www.perludem.org) seperti dibawah ini;
Partai Demokrat memang sedang mengalami masa keterpurukannya pasca ditetapkannya tersangka satu demi satu anggota dan petinggi partainya, bahkan ada beberapa yang sedang menjalani hukuman di penjara. Dan untuk mengembalikan kejayaan Partai tidak mudah kecuali ada gerakan mendukung hak rakyat. Saatnya Demokrat membuktikan bahwa partai ini didirikan sejatinya memang bagi kesejahteraan rakyat bukan sejahtera bagi anggota maupun petinggi partai.
Selamat malam Indonesia
Sumber : http://ift.tt/1CguQqk
Ironis memang, apa yang dikatakan dalam jargon kampanye tsb sekadar basa-basi sandiwara politikkah? Atau mencari kesempatan membayar jerih lelah perjuangan dan pengabdian sebagai anggota dewan yang terhormat, ataukah mengembalikan dan mengamankan kembali pundi-pundi uang yang terlanjur keluar pasca pesta demokrasi tsb?
Hari ini akhirnya majelis hakim persidangan Tipikor memutuskan vonis bagi Anas yang terbukti melakukan korupsi dan tindakan pencucian uang dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda 300 juta rupiah serta mengganti biaya ganti rugi sebesar 57.590.330.508 rupiah dan US$ 5.261.070 (atau pengganti kurungan 2 tahun penjara). Tidak terlalu mengherankan bagi saya yang sempat menulis artikel “Anas vs Nazaruddin (si Pinokio)”. Sejatinya hukuman bagi Anas pasti terjadi, seperti KPK yang tidak sembarangan menetapkan seseorang menjadi tersangka, dan sejarah mencatat belum pernah terjadi KPK salah dalam penetapan “tsk”, paling sedikit diperlukan 2 alat bukti kuat untuk penetapan tersangka tsb .
Kini setelah satu demi satu bintang iklan tagline Demokrat jadi narapidana justru karena perbuatan korupsi, apa yang bisa dibanggakan dan mengembalikan kejayaan Demokrat? Masih adakah?
Tentu saja ada, tinggal apakah ada kemauan dan tekad bahwa sejatinya partai ini didirikan bukan demi tujuan mengumpulkan pundi-pundi uang semata, masih ada hati nurani yang bersih dari anggota partai dan sejatinya partai bekerja bagi kesejahteraan rakyat. Kesempatan tsb masih terbuka ketika partai Demokrat berani menyuarakan dukungan bagi Pilkada Langsung dalam persidangan anggota Dewan pada 25 September 2014 besok tanpa embel-embel apapun. #Dukung Pilkada Langsung untuk kedaulatan rakyat.
Itulah yang menjadi keinginan rakyat, biarlah rakyat memilih kepala daerahnya sendiri bukan diatur-atur oleh anggota DPRD. Besarnya desakan melalui berbagai gerakan dan petisi yang terjadi, salah satunya tercatat dari Perludem (www.perludem.org) seperti dibawah ini;
- Minggu yang lalu, dalam acara Car Free Day terbentang spanduk sepanjang 20 meter yang dipenuhi tanda tangan masyarakat. Dan keesokan harinya terpampang di halaman depan harian Kompas, Jakarta Post dan media-media lainnya.
- Aksi-aksi serupa bermunculan di berbagai kota baik Aceh, Bandung, Makassar, Bali, Surabaya, Cilacap, Gresik dan kota-kota lainnya.
- Petisi dan surat dibawa ke Istana Negara dan diterima oleh Wantimpres, Bapak Albert Hasibuan dengan respon menyetujui Pilkada Langsung dan akan memberikan rekomendasi kepada Presiden.
- Tidak berselang lama, SBY menyatakan dukung Pilkada Langsung, yang mengubah posisi Fraksi Demokrat sebelumnya.
- Diharapkan fraksi-fraksi lain juga memiliki keinginan yang sama, mendengarkan suara rakyat.
Partai Demokrat memang sedang mengalami masa keterpurukannya pasca ditetapkannya tersangka satu demi satu anggota dan petinggi partainya, bahkan ada beberapa yang sedang menjalani hukuman di penjara. Dan untuk mengembalikan kejayaan Partai tidak mudah kecuali ada gerakan mendukung hak rakyat. Saatnya Demokrat membuktikan bahwa partai ini didirikan sejatinya memang bagi kesejahteraan rakyat bukan sejahtera bagi anggota maupun petinggi partai.
Selamat malam Indonesia
Sumber : http://ift.tt/1CguQqk