Ahok Mundur dari Gerindra, Dampak Manuver Koalisi Merah Putih atas RUU Pilkada
Koalisi Merah Putih tak habis-habisnya membuat manuver. Meskipun ada penolakan keras dari masyarakat, tidak menyurutkan langkah anggota dewan yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih untuk menggunakan kesempatan di titik akhir sebelum lengser. Gerakan memperjuangkan supaya RUU Pilkada kembali dilakukan anggota DPRD (seperti jaman yang lalu) bukan dipilih langsung oleh rakyat sejatinya sedang di’gol’kan. Ini sama halnya dengan langkah mundur. Pertaruhan politis yang lebih dikedepankan ketimbang kepentingan bagi masyarakat banyak. Dengan langkah mereka memperjuangkan supaya Pilkada tidak dipilih langsung oleh rakyat, sebenarnya membuka celah baru bagi terjadinya korupsi. Rentan sekali suara dapat diperjualbelikan oleh anggota dewan demi memenangkan Pilkada. Apa yang dilakukan para anggota dewan terhormat menunjukkan bahwa mereka hanya berpihak pada kepentingan politis bukan rakyat. Entah apa yang ada di otak anggota dewan yang terhormat ini, dan hari ini rakyat berusaha melakukan perlawanan lewat petisi yang terus bergulir.
Hari ini, kembali kejutan baru terjadi dengan mundurnya Basuki Tjahaja Purnama dari partai Gerindra. Partai yang membesut namanya dari pencalonan hingga menuju kursi wakil gubernur DKI jakarta. Apa alasan pengunduran diri pak Ahok?
Dalam berbagai situs media online dikatakan Ahok mundur karena merasa sudah tidak sejalan dengan kesepakatan yang terjadi ketika dia diminta bergabung dan dicalonkan sebagai wagub DKI Jakarta. Sikap Ahok yang berani ini patut diapresiasi dan ditiru oleh pejabat yang pro rakyat.
Kata Ahok, “Anda (Gerindra) yang melanggar perjanjian dengan saya. Dulu anda mengiming-imingi saya, kita harus jadi model di Jakarta bahwa masih ada pejabat publik yang jujur dan kerja keras dari pagi sampai malam dan tidak korupsi serta taat konstitusi. Kita yakin dengan cara ‘jualan’ ini, Gerindra akan besar dan menang. Itulah yang membuat saya keluar dari Golkar”.
Sebaliknya di mata partai Gerindra sikap berani Ahok dipandang sebagai sikap tidak tahu berterima kasih. Meski demikian, Ahok tak gentar dan berkata sebaliknya,”Saya justru berterima kasih. Justru kamu (Gerindra) yang nggak tau terima kasih dong kalau ngomong begitu. Emangnya cuma Gerindra yang nyalonin saya kemarin? Sama PDIP toh. Dicalonin sama dua partai itu juga bukan hanya pemilih PDIP dan Gerindra yang pilih saya kan, kalau cuma orang dari dua partai ya nggak jadi menang Pilkada,” demikian kata Ahok.
Dengan keluar dari Gerindra, otomatis Ahok tidak punya kendaraan politik, tapi dia mempunyai keyakinan kuat akan didukung rakyat. Perlawanan menggoyang pak Ahok masih bisa dilakukan oleh anggota DPRD. Meski begitu, Ahok tetap tak gentar sebagaimana ucapnya,”Saya bertanggung jawab ke rakyat, bukan ke DPRD. Saya bisa tetap menjalankan program untuk kesejahteraan rakyat”.
Di satu sisi gerakan suara dari Koalisi Merah Putih pun tak bulat utuh, masih ada lobby-lobby politik berlangsung ditengah gencarnya upaya menggegolkan RUU Pilkada tsb. Seorang rekan kompasianer menulis artikel yang sungguh menarik “Siapa sebenarnya di belakang RUU Pilkada tak langsung”, sementara hari ini seorang waketum partai Demokrat Johny Allen Marbun mengatakan bahwa pemerintah tidak mendukung rencana bergulirnya RUU Pilkada tsb.
Sudahlah, jangan bermain di air keruh dan mempermainkan kepercayaan rakyat yang telah memilih para pejabat publik. Belajarlah seperti seorang Ahok yang berani memperjuangkan keyakinannya untuk berpihak pada rakyat. Saatnya rakyat bergerak, jangan gunakan kebohongan politik dengan tujuan sesaat. Terpilihnya Jokowi-JK, kemudian MK tidak bergeming terhadap tuntutan Prabowo-Hatta, dan hari-hari ini kembali satu gerakan hendak dipaksakan demi kepentingan politis, tidak heran kemunduranlah yang terjadi di negeri ini. Belum terhitung berapa kekayaan negara yang dirampok pejabat publik lewat korupsi gaya baru pasca bangkitnya era reformasi.
Bravo untuk pak Ahok, maju tak gentar rakyat niscaya mendukung kepemimpinan Anda. Saatnya rakyat bergerak, saatnya pejabat publik pro rakyat jika tidak ingin tergusur. Saatnya kebangkitan baru terjadi di negeri ini. Selamat pak Ahok, Anda memberi contoh pejabat yang berani menyuarakan kepentingan rakyat!
Sumber : http://ift.tt/1qgpB78
Hari ini, kembali kejutan baru terjadi dengan mundurnya Basuki Tjahaja Purnama dari partai Gerindra. Partai yang membesut namanya dari pencalonan hingga menuju kursi wakil gubernur DKI jakarta. Apa alasan pengunduran diri pak Ahok?
Dalam berbagai situs media online dikatakan Ahok mundur karena merasa sudah tidak sejalan dengan kesepakatan yang terjadi ketika dia diminta bergabung dan dicalonkan sebagai wagub DKI Jakarta. Sikap Ahok yang berani ini patut diapresiasi dan ditiru oleh pejabat yang pro rakyat.
Kata Ahok, “Anda (Gerindra) yang melanggar perjanjian dengan saya. Dulu anda mengiming-imingi saya, kita harus jadi model di Jakarta bahwa masih ada pejabat publik yang jujur dan kerja keras dari pagi sampai malam dan tidak korupsi serta taat konstitusi. Kita yakin dengan cara ‘jualan’ ini, Gerindra akan besar dan menang. Itulah yang membuat saya keluar dari Golkar”.
Sebaliknya di mata partai Gerindra sikap berani Ahok dipandang sebagai sikap tidak tahu berterima kasih. Meski demikian, Ahok tak gentar dan berkata sebaliknya,”Saya justru berterima kasih. Justru kamu (Gerindra) yang nggak tau terima kasih dong kalau ngomong begitu. Emangnya cuma Gerindra yang nyalonin saya kemarin? Sama PDIP toh. Dicalonin sama dua partai itu juga bukan hanya pemilih PDIP dan Gerindra yang pilih saya kan, kalau cuma orang dari dua partai ya nggak jadi menang Pilkada,” demikian kata Ahok.
Dengan keluar dari Gerindra, otomatis Ahok tidak punya kendaraan politik, tapi dia mempunyai keyakinan kuat akan didukung rakyat. Perlawanan menggoyang pak Ahok masih bisa dilakukan oleh anggota DPRD. Meski begitu, Ahok tetap tak gentar sebagaimana ucapnya,”Saya bertanggung jawab ke rakyat, bukan ke DPRD. Saya bisa tetap menjalankan program untuk kesejahteraan rakyat”.
Di satu sisi gerakan suara dari Koalisi Merah Putih pun tak bulat utuh, masih ada lobby-lobby politik berlangsung ditengah gencarnya upaya menggegolkan RUU Pilkada tsb. Seorang rekan kompasianer menulis artikel yang sungguh menarik “Siapa sebenarnya di belakang RUU Pilkada tak langsung”, sementara hari ini seorang waketum partai Demokrat Johny Allen Marbun mengatakan bahwa pemerintah tidak mendukung rencana bergulirnya RUU Pilkada tsb.
Sudahlah, jangan bermain di air keruh dan mempermainkan kepercayaan rakyat yang telah memilih para pejabat publik. Belajarlah seperti seorang Ahok yang berani memperjuangkan keyakinannya untuk berpihak pada rakyat. Saatnya rakyat bergerak, jangan gunakan kebohongan politik dengan tujuan sesaat. Terpilihnya Jokowi-JK, kemudian MK tidak bergeming terhadap tuntutan Prabowo-Hatta, dan hari-hari ini kembali satu gerakan hendak dipaksakan demi kepentingan politis, tidak heran kemunduranlah yang terjadi di negeri ini. Belum terhitung berapa kekayaan negara yang dirampok pejabat publik lewat korupsi gaya baru pasca bangkitnya era reformasi.
Bravo untuk pak Ahok, maju tak gentar rakyat niscaya mendukung kepemimpinan Anda. Saatnya rakyat bergerak, saatnya pejabat publik pro rakyat jika tidak ingin tergusur. Saatnya kebangkitan baru terjadi di negeri ini. Selamat pak Ahok, Anda memberi contoh pejabat yang berani menyuarakan kepentingan rakyat!
Sumber : http://ift.tt/1qgpB78