Suara Warga

Solusi Progresif Pemerintahan Jokowi JK Dibutuhkan Untuk Atasi Krisis Multidimensi

Artikel terkait : Solusi Progresif Pemerintahan Jokowi JK Dibutuhkan Untuk Atasi Krisis Multidimensi

Kita patut bersyukur ditengah kegelisahan sebagian masyarakat menanti hasil pemenang Pilpres akhirnya pada tanggal 21 Agustus 2014 Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pemutus Perselisihan Hasil Pemilihan Umum berhasil menetapkan hasil persidangan gugatan, keterangan saksi dan pembelaan pihak tergugat KPU dan pihak terkait yakni pasangan Jokowi-JK dengan menolak seluruh gugatan pasangan Prabowo Hatta.

Keputusan MK tersebut telah mengukuhkan kemenangan secara de yure presiden dan wakil presiden terpilih untuk masa bhakti 2014-2019. Sentimen pasarpun menunjukkan reaksi positif dan menjadi tonggak penting bagi langkah awal membangun pemerintahan baru.

Bahwa tantangan dalam melegitimasi kepemimpinan Jokowi - Jusuf Kalla telah dilewati pasca keputusan MK yang bersifat final. Namun kemudian sejumlah tantangan terbesarnya justru baru dimulai ketika pemerintahan baru segera akan merealisaskan janji-janji kampanye 9 program prioritas Nawa Cita.

Saat ini pemerintahan baru Jokowi - JK tengah menghadapi defisit APBN 2015 dengan ruang fiskal yang sempit untuk dapat mengakomodir program-program yang dijanjikan kepada rakyat. Dan kebijakan pemerintahan SBY yang menyisakan waktu beberapa bulan kedepan dengan membatasi kuota BBM subsidi cukup signifikan memberikan dampak sosial ekonomi. Dan jika berlangsung lama tentu akan mengganggu stabilitas politik di awal pemerintahan Jokowi-JK yang akan resmi dilantik pada tanggal 20 Oktober mendatang.

Potensi kerawanan ini jika tidak dikelola dengan bijak akan menjadi bom waktu yg tidak tertutup kemungkinan akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak menginginkan pemerintahan Jokowi - JK berjalan baik. Realitas politik dengan selisih kemenangan hanya 6,3% potensi “gangguan” politik terhadap pemerintahan baru sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu maka solusi jitu dari peran Kantor Transisi dalam memberikan rekomendasi kepada presiden dan wakil presiden terpilih harus dapat mengeliminir kemungkinan resiko yang berdampak atas ekspektasi masyarakat yang tinggi terhadap pemerintahan baru memberikan harapan lebih baik.

Menaikkan harga BBM sebenarnya tidak menyelesaikan akar masalah atas defisit APBN terlebih akan berdampak bagi masyarakat kelas bawah yang telah dibebani kenaikan Tarif Dasar Listrik dan kenaikan LPG 12 kg.

Angka subsidi BBM pun sebenarnya masih longgar karena masih dihitung atas dasar asumsi harga minyak dunia US$ 105 /barel sedangkan kecenderungan harga relatif menurun.

Disisi lain, paradigma baru menuju kedaulatan energi menuntut pemerintahan baru harus berani melepas ketergantungan dari energi fosil, memutus mata rantai “mafia” minyak, transparansi Pertamina yang memonopoli pengelolaan minyak, konversi BBM ke gas untuk mobil dan angkutan massal, mengoptimalkan gas, batubara, panas bumi dan sumber energi terbarukan yg lain sebagai sumber pembangkit listrik.

Melihat performa kepemimpinan Jokowi yang berpengalaman memimpin Jakarta, kita menaruh harapan besar bahwa diawal pemerintahannya Jokowi akan mampu melakukan terobosan-terobosan yang progresif dalam melaksanakan program-program prioritas walaupun dengan keterbatasan APBN. Terobosan-terobosan yang dimaksud dapat dilakukan dengan melibatkan dana korporasi, investor, CSR sepanjang ada jaminan kepercayaan publik dan stabilitas keamanan. Contohnya Pembangunan Tol diatas laut Bali adalah proyek yang didanai konsorsium BUMN. Dan dalam waktu dekat pembangunan Bandara Internasional Kulon Progo yang diproyeksikan akan menggantikan fungsi Bandara Internasional Adisutjipto, Yogyakarta akan menjadi bandara pertama yang dibangun tanpa menggunakan dana APBN yang diestimasi menelan dana Rp 7 triliun pada April 2015.

Dengan modal integritas dan reputasi yang teruji sudah seharusnya kita mempercayakan pengelolaan pemerintah kedepan akan lebih baik. Dan sejumlah tantangan lain yang membutuhkan penyelesaian oleh pemerintahan baru di antaranya (versi PDI Perjuangan):

Tantangan sosial ekonomi: Meningkatnya angka putus sekolah, kemiskinan dan pengangguran masih tinggi

Tantangan ideologis: paham libralisme dan pragmatisme, transaksional, gerakan ekstrimis, fundamentalis yang mengancam ideologi Pancasila, kebhinnekaan dan integrasi NKRI

Tantangan politik: belum adanya pemerataan pembangunan antar wilayah yang berpotensi memperlebar kesenjangan

Tantangan hukum: dengan kehadiran KPK yang sesungguhnya bersifat ad hoc mengindikasikan bahwa kemajuan dalam pemberantasan korupsi belum maksimal, serta birokrasi yang korup.

Itulah sejumlah tantangan yang membutuhkan penyelesaian pemerintahan baru dan oleh karenanya revolusi mental bagi seluruh anak bangsa adalah fondasi untuk membangun Indonesia Hebat yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian dalam budaya Indonesia. Dengan semangat gotong royong ingin mewujudkan negara kesejahteraan semoga dinamika politik pasca Pilpres dan masa transisi pemerintahan berangsur-angsur kondusif.




Sumber : http://ift.tt/1CexNss

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz