Revolusi Mental Jokowi Pupuk Menyuburkan ISIS di Solo dan Daerah Lainnya
Menurut perkiraan sementara, angka anggota ISIS Indonesia mencapai angka pantas , sangat fantastis untuk sebuah gerakan revolusi, sebagaimana perkiraan BIN yang memantau pergerakan ISIS di Indonesia. Di Solo, ISIS erat hubungannya dengan program revolusi mental Jokowi yang sedang berjalan di Solo, terutama berkaitan dengan keberanian Jokowi menggandeng wakil Wali Kota solo dari kalangan minoritas, yang sekarang menggantikan sosok Jokowi, sebagai wali kota Solo. Tentunya tidak bisa di pandang sebelah mata, karena sikap Jokowi memilih oposan dengan kehendak Mayoritas, adalah bagian dari mencedrai perasaan Mayoritas Solo.
Tanpa disadari, Jokowi menjadi pintu sebab yang melahirkan akibat atisapasi orang orang yang tidak setuju dengan gagasan Jokowi di kota Solo, dan bila harus tumbuh subur anggota ISIS di Solo, itu bagian dari hasil revolusi mental Jokowi yang membawa kota Solo dalam kontruksi Minoritas yang mendorong gerakan sakit hati. Sudah pasti mayoritas Islam di Solo, tidak suka dengan gaya Jokowi yang kutu loncat, meninggalkan kepercayaan Masyarakat kota Solo, yang hanya percaya pada Jokowi, bukan wakilnya.
Orang solo tak pernah berpikir, seorang Jokowi akan meninggalkan kota Solo, dan memimpin daerah lain dengan cara dan metode yang lama, sebagaimana diperkenalkan di kota Solo, mengangkat wakil dari Minoritas, lalu di dudukan di kursi mayoritas. Hal itu sama saja dengan menista kaum mayoritas, yang dalam istilah politik Jokowi, kesalahan terletak pada mayoritas, mengapa tidak mempersiapkan kader sejak dini. Juga sebagai sikap mengelak Jokowi dari tuduhan “sengkuni” yang menyulet permusuhan antara Mayoritas Di solo, juga sikap marginalisasi yang digunakan untuk mengurangi hak hak mayoritas, menambah luka hati mereka sehingga mencari pelampiasan dengan masuk anggota ISIS. Prediksi ini dapat dipastikan terjadi, menjadi jawaban kelompok minoritas yang merasakan pemerintahan Jokowi di Kota Solo gagal.
Bisa saja ISIS menjadi pilihan masyarakat islam di Indonesia, bila revolusi mental Jokowi masih saja berjalan. Akan menjadi bayangan rival kekuatan yang dikendalikan Jokowi kelak, kalau sikapnya masih saja menjalankan revolusi mental, sebagaimana juga dilakukan Jokowi di DKI Jakarta juga. Sama dengan yang ditempuh di kota Solo, jokowi mengganding seorang minoritas sebagai wakilnya.
Gebrakan Jokowi yang over dosis bukan saja menyinggung perasaan mayoritas, tetapi sebuah kesengajaan sikap sombong Jokowi sebagai pemimpin daerah yang tidak koporatif, dan tidak pernah menghargai perasaan mayoritas. Dengan alasan menghormati minoritas, Jokowi merusak tatanan mayoritas tanpa memperdulikan perasaan, dengan membuat kesimpulan langkahnya benar, dan mayoritas salah. Ini tentu sikap yang menampar dan meng-injak injak adat dan kebiasaan mayoritas, mengapa hal itu kemudian tidak dilakukan Jokowi terhadap bali atau daerah daerah yang berpandangan dengan mayoritas di Jawa.
Di Jakarta misalnya, lagi lagi jokowi buat retorika baru , begitu setahun di lantik sebagai Gubenur, muncul ide gilanya yang jelas sebagai terjemahan dari Revolusi mentalnya, mengayun langkah politik dengan lost control, meskipun tanpa prestasi, ambisinya yang didukung PDIP, naik ke Kursi satu RI, meninggalkan tanggung jawab dan janji politik dustanya dan sumpah palsunya sebagai Gubenur. Dengan membiarkan kursi Gubenur DKI dikendalikan seorang, juga dari minoritas. Walaupun asalannya sebagai bagian kerja sama dengan Prabowo waktu itu, tetapi hal itu sebenarnya bukan sebuah alasan yang benar, karena sikap Jokowi yang kontroversi itu juga di lakukan di Solo.
Sikapnya yang antagonis yang memancng kemarahan para Ulama di DKI, justru dianggap angin lalu, bahkan cukup dibantah dengan alasan :” Mestinya kelompok Mayoritas mempersiapkan Kadernya”. Di gunakan sebagai senjata pamungkas Jokowi menanggapi penyerahan jabatan Gubenur kepada wakilnya yang akan dilakukan Jokowi kelak. Dan bila ditelaah tanggapan Jokowi itu terkesan, memojokkan kelompok Mayoritas, seolah olah kelompok Mayoritas tidak mampu, justru karena Partai Jokwi yang menjaga Jarak dengan kelompok Mayoritas dan beranggapan mayoritas tidak penting, “Wujuduhu Kaadamihi” [ Adanya sama dengan tidak adanya ]. Sikap sikap Jokowi yang antipati inilah yang bisa melahirkan gagasan gagasan separatisme dalam bernegara, disamping bisa menumbuh suburkan gagasan gagasan yang bisa mengatasnamakan agama, seperti ISIS dan lainnya.
Ditambah lagi dengan langkah revolusi mental Jokowi yang terjadi di Lenteng Agung ” Lurah Susan”, jelas merupakan bagian dari sepak terjang yang sangat mengecewakan Mayoritas. Berbagai keluhan dianggap radio rusak oleh Jokowi, tidak aspiratif dan membiarkan sebab sebab seperti menjadi luka dikalangan Mayoritas. Lenteng Agung yang juga menjadi lokasi Kantror Pusat PDIP, menjadi percontohan dan model Revolusi mental. atau mungkin akan lebih dari sekedar itu kelak yang akan dilakukan Jokowi terhadap Mayoritas di Indonesia.
Jadi kalau Jokowi mengelak bahwa revolusi mental itu sebagaimana banyak dilakukan tokoh komunis, maka sebenarnya sikap Jokowi itu melakukan menyuburkan kepeminpinan minoritas adalah bagian dari langkah langkah komunisme yang sangat membahayakan Negara, dan satu sisi bisa menyuburkan radikalisme di Indonesia, bukan saja dari sisi agama, tetapi juga diktator sipil dan ketidak sempurnaan lainnya yang bisa menimbulkan chaos di Indonesia
Kesempatan Jokowi menjadi orang penting, telah membuai diri Jokowi lupa sopan santun dan tidak mengenal lingkungan. Sebatas karena klaim “ Mumpung Saya Berkuasa”.
Sumber : http://ift.tt/1oc54zH