Pesan: Legowolah Pak Prabowo, TV One, dan PKS Piyungan
Hari ini, Kamis 21 Agustus 2014, sebagian besar mata rakyat Indonesia tertuju pada mahkamah Konstitusi. Yaa..tidak lain dan tidak bukan karena hari inilah kita akan mengucapkan “Selamat dating kepada Presiden RI ke-7”.
Sebagaimana yang kita tahu, pasangan capres-cawapres nomor urut 1. Prabowo-Hatta telah mengajukan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum ke Mahkamah Konstitusi. Tak hanya, ke Mahkamah Konstitusi, kubu Prabowo-Hatta juga mengajukan pengaduan kepada Dewan Kehormatana Penyelenggara Pemilu (DKPP). Bahkan, jauh sebelumnya, kubu Prabowo-Hatta juga melaporkan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Mabes Polri, meski sayang, apa yang menjadi laporan kubu Prabowo-Hatta tak dapat ditindak lanjuti oleh kepolisian mengingat apa yang jadi persoalan masih masuk dalam ranah pemilu, belum pada tingkat ranah pidana. Belum selesai putusan MK dibacakan, pasangan Prabowo-Hatta telah pasang “jurus kuda-kuda” menggugat KPU ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Mahkamah Agung (MA). Di sisi lain, “amunisi” lain dipersiapkan di DPR melalui Pansus Pilpres. Tercatat Pansus Pilpres pernah memanggil KPU, namun sayang, KPU belum bersambut karena masih menunggu penyelesaikan perkara di MK.
Sidang MK telah masuk ke agenda putusan. Jauh-jauh hari sebelumnya, saksi dan bukti juga telah dihadirkan di ruang sidang MK. Prabowo Subianto, yang pada kesempatan sidang perdana hadir, “sesumbar” akan mendatangkan puluhan ribu saksi dari Sabang-Merauke untuk menjelaskan dan membuktikan kecurangan KPU sebagai penyelenggara Pemilu yang mengakibatkan kerugian total suara yang seharusnya dimandatkan pada dirinya. Bahkan, 10 truk bukti juga “sumbar” untuk dihadirkan. Apalah daya, dramaturgi sidang MK bergulir dari hari ke hari. Tercatat terdapat saksi Prabowo-Hatta yang grogi “demam panggung”, menangis, hingga diperingatkan keras oleh pak hakim akibat tak jelasnya apa yang disampaikan. Okelah..sekarang mari kita saksikan putusan MK atas pokok-pokok gugatan Prabowo-Hatta. Mari pula kita saksikan apakah setiap pasangan capres-cawapres akan menerima legowo apa yang menjadi putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Ataukah malah kita kembali akan menyaksikan lagi ada pasangan calon yang “menarik diri”?
Yang pasti, putusan MK sudah dijatuhkan. Gugatan-gugatan pokok pasangan Prabowo-Hatta terkait pelanggaran dan kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif yang dilakukan KPU ternyata di”mentah”kan sudah oleh MK. Daftar Pemilih Tetap Tambahan (DPTb), Daftar Pemilih Khusus (DPK), dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKtb) yang dipersoalkan Prabowo-Hatta juga “keok” di MK. Bahkan sebelum putusan MK jatuh, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah mengeluarkan putusan No. 257/DKPP-PKE-III/2014, di mana pokok aduan Prabowo-Hatta ditolak seluruhnya. Komisioner KPU dan Bawaslu pun direhabilitasi. Tudingan terhadap Hadar Nafis Gumay, seorang komisioner KPU juga tak terbukti.
Sekarang berganti sudah. Putusan MK sudah pula jatuh. Palu hakim sudah diketukkan. Dalil-dalil gugatan Prabowo-Hatta tak cukup bias membuktikan kecurangan yang selama ini disumbarkan. Alhasil, Jokowi-JK dikukuhkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih.
Pak Prabowo, inilah sebuah proses penyelenggaraan pemilu. Apa yang ingin kita kehendaki tak selalu jadi kenyataan. Tak perlu sesungguhnya jikalau harus menginstruksikan para kaum ibu untuk sedia dapur umum. Tak perlu juga bersikeras melawan takdir dan kehendak Tuhan. Selanjutnya kepada para simpatisan di belakangnya, sudahlah, sudah..terimalah dengan legowo atas hasil demokrasi konstitusional di negeri kita ini. Termasuk kepada media-media simpatisan dan masuk dalam jajaran koalisi Merah-Putih juga harus belajar menerima kenyataan. TV One dan PKS Piyungan misalnya, yang selama ini dikenal sangat aktif mem-blow up berita yang tak tahu di mana asal usul kebenarannya. Mengatakan saksi Jokowi-JK plonga plongo dan akan diusir hakim, sumbar dengan validnya perolehan real count versinya, tapi hasilnya? Lagi dan lagi…hitungan real count PKS kliru. Bagaimana mau benar, lha wong menjelaskan secara rinci perolehan suara saja tak dapat dilakukan. Iyalah…akan aneh bin ajaib, total suara sahnya sama dengan total suara versi KPU, tapi total presentasenya kurang dari 100%. Lebih aneh dan lucunya, sumbar dengan hasil real count versinya, tapi di sisi lain menggugat penggunaan DPTb, DPK, dan DPKtb. Yaa…menggugat kok masih ikut menggunakan data DPTb, DPK, dan DPKtb?. Sayang..maaf…untuk ketiga kalinya, hasil real count PKS lagi-lagi meleset. Itu harus diakui. Sekarang, momentum yang bagus telah tiba, mari kita hormati putusan MK. Bersikap kstaria dalam ajang “kompetisi” pilpres.
Kalah tanpo wirang, menang tanpo ngasorake….
Pak Jenderal….Ksatria lah…
Para Analis, Pengamat, dan Ahli di bidangnya, yang sering rajin diundang TV One, terimalah denga legowo…
artikel terkait :
Menguji Kualitas Gugatan Prabowo
Kalah Tanpo Wirang, Menang Tanpo Ngasorake
Sumber : http://ift.tt/1kY19pt
Sebagaimana yang kita tahu, pasangan capres-cawapres nomor urut 1. Prabowo-Hatta telah mengajukan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum ke Mahkamah Konstitusi. Tak hanya, ke Mahkamah Konstitusi, kubu Prabowo-Hatta juga mengajukan pengaduan kepada Dewan Kehormatana Penyelenggara Pemilu (DKPP). Bahkan, jauh sebelumnya, kubu Prabowo-Hatta juga melaporkan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Mabes Polri, meski sayang, apa yang menjadi laporan kubu Prabowo-Hatta tak dapat ditindak lanjuti oleh kepolisian mengingat apa yang jadi persoalan masih masuk dalam ranah pemilu, belum pada tingkat ranah pidana. Belum selesai putusan MK dibacakan, pasangan Prabowo-Hatta telah pasang “jurus kuda-kuda” menggugat KPU ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Mahkamah Agung (MA). Di sisi lain, “amunisi” lain dipersiapkan di DPR melalui Pansus Pilpres. Tercatat Pansus Pilpres pernah memanggil KPU, namun sayang, KPU belum bersambut karena masih menunggu penyelesaikan perkara di MK.
Sidang MK telah masuk ke agenda putusan. Jauh-jauh hari sebelumnya, saksi dan bukti juga telah dihadirkan di ruang sidang MK. Prabowo Subianto, yang pada kesempatan sidang perdana hadir, “sesumbar” akan mendatangkan puluhan ribu saksi dari Sabang-Merauke untuk menjelaskan dan membuktikan kecurangan KPU sebagai penyelenggara Pemilu yang mengakibatkan kerugian total suara yang seharusnya dimandatkan pada dirinya. Bahkan, 10 truk bukti juga “sumbar” untuk dihadirkan. Apalah daya, dramaturgi sidang MK bergulir dari hari ke hari. Tercatat terdapat saksi Prabowo-Hatta yang grogi “demam panggung”, menangis, hingga diperingatkan keras oleh pak hakim akibat tak jelasnya apa yang disampaikan. Okelah..sekarang mari kita saksikan putusan MK atas pokok-pokok gugatan Prabowo-Hatta. Mari pula kita saksikan apakah setiap pasangan capres-cawapres akan menerima legowo apa yang menjadi putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Ataukah malah kita kembali akan menyaksikan lagi ada pasangan calon yang “menarik diri”?
Yang pasti, putusan MK sudah dijatuhkan. Gugatan-gugatan pokok pasangan Prabowo-Hatta terkait pelanggaran dan kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif yang dilakukan KPU ternyata di”mentah”kan sudah oleh MK. Daftar Pemilih Tetap Tambahan (DPTb), Daftar Pemilih Khusus (DPK), dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKtb) yang dipersoalkan Prabowo-Hatta juga “keok” di MK. Bahkan sebelum putusan MK jatuh, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah mengeluarkan putusan No. 257/DKPP-PKE-III/2014, di mana pokok aduan Prabowo-Hatta ditolak seluruhnya. Komisioner KPU dan Bawaslu pun direhabilitasi. Tudingan terhadap Hadar Nafis Gumay, seorang komisioner KPU juga tak terbukti.
Sekarang berganti sudah. Putusan MK sudah pula jatuh. Palu hakim sudah diketukkan. Dalil-dalil gugatan Prabowo-Hatta tak cukup bias membuktikan kecurangan yang selama ini disumbarkan. Alhasil, Jokowi-JK dikukuhkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih.
Pak Prabowo, inilah sebuah proses penyelenggaraan pemilu. Apa yang ingin kita kehendaki tak selalu jadi kenyataan. Tak perlu sesungguhnya jikalau harus menginstruksikan para kaum ibu untuk sedia dapur umum. Tak perlu juga bersikeras melawan takdir dan kehendak Tuhan. Selanjutnya kepada para simpatisan di belakangnya, sudahlah, sudah..terimalah dengan legowo atas hasil demokrasi konstitusional di negeri kita ini. Termasuk kepada media-media simpatisan dan masuk dalam jajaran koalisi Merah-Putih juga harus belajar menerima kenyataan. TV One dan PKS Piyungan misalnya, yang selama ini dikenal sangat aktif mem-blow up berita yang tak tahu di mana asal usul kebenarannya. Mengatakan saksi Jokowi-JK plonga plongo dan akan diusir hakim, sumbar dengan validnya perolehan real count versinya, tapi hasilnya? Lagi dan lagi…hitungan real count PKS kliru. Bagaimana mau benar, lha wong menjelaskan secara rinci perolehan suara saja tak dapat dilakukan. Iyalah…akan aneh bin ajaib, total suara sahnya sama dengan total suara versi KPU, tapi total presentasenya kurang dari 100%. Lebih aneh dan lucunya, sumbar dengan hasil real count versinya, tapi di sisi lain menggugat penggunaan DPTb, DPK, dan DPKtb. Yaa…menggugat kok masih ikut menggunakan data DPTb, DPK, dan DPKtb?. Sayang..maaf…untuk ketiga kalinya, hasil real count PKS lagi-lagi meleset. Itu harus diakui. Sekarang, momentum yang bagus telah tiba, mari kita hormati putusan MK. Bersikap kstaria dalam ajang “kompetisi” pilpres.
Kalah tanpo wirang, menang tanpo ngasorake….
Pak Jenderal….Ksatria lah…
Para Analis, Pengamat, dan Ahli di bidangnya, yang sering rajin diundang TV One, terimalah denga legowo…
artikel terkait :
Menguji Kualitas Gugatan Prabowo
Kalah Tanpo Wirang, Menang Tanpo Ngasorake
Sumber : http://ift.tt/1kY19pt