Suara Warga

PDIP Parpol Paling Tidak Disukai

Artikel terkait : PDIP Parpol Paling Tidak Disukai

Iseng-iseng ikuti kelakuan orang-orang di medsos dan ikuti kelakuan beberapa media cetak maupun elektronik. Yang paling menyebalkan itu kalau sudah membahas polatak-politik. Tapi juga sekaligus membuat penasaran. Dari 3 hari jalani kegiatan iseng-iseng tak berhadiah itu saya dapati bahwa; dari sekian banyak partai politik di Indonesia, ada dua parpol yang paling terkenal, yaitu PKS dan PDIP.

PKS adalah partai yang paling banyak dibenci, sedangkan PDIP adalah partai yang paling banyak tidak disukai. Apa bedanya dibenci dan tidak disukai? Benci dan tidak suka, batasannya tipis. Hanya yang jelas, benci itu setingkat lebih buruk dari sekadar tidak suka.

Saya bukan simpatisan apalagi kader PKS, tapi saya termasuk yang tidak suka dengan PDIP. PDIP banyak tidak disukai, menurut saya, bukan faktor Jokowi. PDIP tidak disukai tersebab ide-ide sekulernya kian mengkini kian menjadi. Entah karena apa, partai nasionalis yang katanya paling Pancasilais dan paling “empat pilar”-is ini belakangan justru pemikirannya kian jauh dari Pancasila.

Tidak diragukan lagi, bahwa pembentuk karakter unggul rakyat Indonesia sejak dulu adalah ajaran agama. Sejarah panjang perjuangan kemerdekaan justru banyak dikobarkan para ulama, mulai dari berjuang sebagai elit politik hingga yang berjuang di akar rumput. Ajaran Islam tidak ditekankan pada hafalan dalil, tapi langsung mengintegrasikannya pada kehidupan rakyat Indonesia. Itulah cerdasnya ulama terdahulu, ajaran Islam tidak bertentangan dengan sisi kemanusiaan, sehingga ketika diintegrasikan secara bertahap dalam kehidupan, langsung bisa memberi sedahsyat kekuatan.

Hingga akhirnya ketika direnungi, oh iya, ternyata yang sudah dilakukan itu adalah ajaran agama. Bahkan banyak yang tidak sadar, karena nilai-nilai agama itu sedikit demi sedikit sudah membentuk dirinya, nilai agama masuk melalui kehidupan sosial budaya masyarakat, tidak langsung dengan simbol-simbol dan propaganda-propaganda yang dipaksakan. Makanya Islam masuk Indonesia sama sekali tidak menumpahkan darah. Sekali lagi, itulah cerdasnya para ulama terdahulu. Islam sangat mempengaruhi dalam pembentukan karakter bangsa. Semiskin apapun rakyat Indonesia saat itu, hidupnya tetap jujur, santun, dan bergotong royong. Karena karakter berketuhanan, manusiawi, gotong royong ini sudah meng-Indonesia, maka kemudian jangan heran jika bunyi sila pertama dari dasar negara adalah “Ketuhanan”.

Nah, jika sekarang PDIP justru ngotot ingin hilangkan perda yang berbasis syariat, ini pemikiran konyol. Indonesia didirikan untuk menjadi negara yang berketuhanan. Bahkan Soekarno, tokoh yang diklaim seolah-olah hanya milik PDIP adalah salah satu pendiri bangsa yang ikut menyepakati isi piagam Jakarta poin pertama dengan bunyi: “Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, yang jadi cikal bakal dasar negara yang sekarang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Maka ide PDIP yang menentang aturan berbasis syariah Islam, seperti yang sudah saya tulis disini, melanggar Pancasila. Bahkan saya kira telah menafikkan sejarah perjuangan bangsa. Di Indonesia bukan hanya ada Islam, maka semua ajaran agama di luar Islam pun berhak untuk berkontribusi menuangkan ajarannya yang baik bagi pembangunan kehidupan berbangsa melalui aturan. Pancasila membuka lebar-lebar bagi ajaran agama apapun di Indonesia untuk turut membangun Indonesia lebih baik. Karena saya percaya bahwa agama yang benar, pasti ajarannya bermanfaat bagi kehidupan manusia dengan tidak terbatas jaman. Jauh lebih visioner daripada pikiran-pikiran manusia.

Karenanya pikiran PDIP yang menentang syariat Islam juga berarti akan menentang penerapan ajaran agama lain dalam proses legislasi. Penyelenggaraan negara dengan mengabaikan ajaran agama itu sudah menjadikan Indonesia negara sekuler. Sekulerisme sangat bertentangan dengan Pancasila. Orang yang sedang berjuang menjadi orang beragama pasti tidak suka dengan sekulernya pikiran PDIP. Menjalani kehidupan dengan mengabaikan agama itu seperti ingin selesaikan soal rumit matematika tanpa mau gunakan rumusnya. Hingga akhirnya tak kunjung dapat jawaban, lalu jenuh dan memilih nyontek dari yang lain. Indonesia hanya akan jadi negara kebanyakan yang hanya ikut hidup dan tak punya jati diri. Para cendikiawan banyak yang sudah terlanjur ngamrik, segala yang ngamrik dianggap menarik, tanpa sadar perilaku itu hanya akan Indonesia seperti kirik. Karena pada dasarnya Indonesia dan Amrik itu beda, walau sama-sama berdemokrasi tapi sejarahnya berbeda, dasar negaranya berbeda, bahkan karakter demokrasinya juga berbeda.

Sebagai penutup tulisan ini, saya yang walaupun bukan kader atau simpatisan PKS adalah satu dari sekian banyak orang yang nyatakan tidak suka kepada PDIP karena anti Pancasila dengan ide sekulernya. Tentang PKS sebagai partai paling dibenci, nanti menyusul. Hehehe salam..




Sumber : http://ift.tt/1sbvVLr

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz