Suara Warga

Mengeluh Karena Prabowo Kalah…Itu Mainstreammmmm

Artikel terkait : Mengeluh Karena Prabowo Kalah…Itu Mainstreammmmm

Mengeluh karena calon kita kalah, itu mainstream….

Bangga karena calon pilihan kita menang, alahhhhh, itu juga mainstream alias biasa aja

Tadi malam, pas semua orang Indonesia dengar, gugatan yang melelahkan selama sebulan terakhir, akhirnya terjawab

Persisnya malam tadi, Kamis (21/8/2014), pukul 20:45 WIB, Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengucapkan bahwa pada pokoknya Mahkamah menolak gugatan yang diajukan pasangan calon nomor 1 untuk seluruhnya.

Artinya apa? Mahkmah telah melakukan tugasnya hingga selesai. Dan kalau ada yang menilai itu sudah benar atau adil, semua relatif. Adil dan benar bagi pihak yang diuntungkan. Tidak adil bagi pihak yang dirugikan. Ini juga mainstream…

Memang benar, pemilihan presiden tahun 2014 kali ini adalah sejarah. Pertama dua calon bertarung dan nyaris sama kuat. Perbedaan suara tidak terlalu signifikan dan pendukungnya terbelah.

Saya selalu mengatakan masyarakat Indonesia terbagi dua. Pertama masayarakat Rasional dan yang kedua masyarakat Emosional.

Masyarakat Rasional adalah memilih pasangan calon dengan penuh alasan yang bisa dibilang ilmiah dan objektif plus penggunaan slera yang baik.

Beda halnya dengan masyarakat emosional. Memilih calon hanya terbawa suasana dan sekali terbawa suasana saja, dan tidak mempunyai keyakinan penuh, why i vote him? No reason but i just vote. Pantas saja strategi yang disebut pencitraan laku abiss…

Pencitraan bukanlah cara yang jelek, ketika berhadapan dengan komposisi masyarakat mayoritas seperti di Indonesia.

Yang mengolok-olok pencitraan adalah mereka yang tidak pandai membaca situasi dan kondisi.

Lalu apa yang tidak mainstream?

Menurut saya, cukuplah dan akhirilah perdebatan kita tentang Mr Pra n Mr Jo… Prabowo n Jokowi soal jadi presiden.

Ketidakpuasan atas kekalahan. Kekecewaan atas kekalahan itu adalah hal biasa. itu lazim dan lumrah. Tapi, bisakah, sekali-kali kita melawan perasaan-perasaan itu.

Dengan apa? Dengan memupuk cara pandang optimis dan baru atas kekalahan kita. Atas bedanya skenario yang diinginkan dan skenario yang telah ditulis. Kita sudah berkali-kali mendengar, tidak semua apa yang kita inginkan adalah yang terbaik dan sebaliknya.

We absoultely understand it. But we always forget what we understand.

Begitupun juga kepada kita yang merasa senang atas kemenangan sang calon. Rasa bahagia dan syukur juga hal yang mainstream. Biasa saja. no special, to me.

Sejatinya menurut saya, daripada berlama-lama, hepi or sedih atas kenyataan pukul 20:45 tadi malam soal pilpres,

Seharusnya kita jadi bangsa yang move on. Kita harus buang apa yang disebut persaingan antar calon. Kita harus memikirkan level selanjutnya yaitu, bagaimana presiden terpilih dapat memvisualiasasikan semua mimpi dan harapan kita sebagai bangsa.

Visualisasi harapan dan cita-cita ini sangat penting dan urgen. Kalaupun tidak semua, setidaknya sebagian besar mimpi kita tervisualisasikan. Dapat disentuh dengan tangan kecil kita. Kerasa, dan desiran serta aromannya menggoda kita sehingga dapat menikmati.

Mencari-cari alasan untuk bersedih, itu adalah hal biasa.

Mencari-cari alasan untuk kecewa, itu adalah hal biasa.

Mencari-cari alasan untuk ‘terlalu’ bangga, itu adalah hal biasa.

Saya berkeyakinan Indonesia bisa maju. Bisa besar. Semua yang indah-indah tentang Indonesia dapat dirasakan oleh kita semua. Kita bisa menikmati itu semua, terstruktur, sistematis dan massif.

Asalkan, cara berpikir kita mau bergeser. Tidak mainstream. Sudahi semua perdebatan soal siapa yang menjadi siapa? bagaimana siapa menjadi siapa? kapan siapa menjadi siapa?

Tapi kita harus, bagaimana siapa bisa membutikan apa. Bagaimana siapa memvisualiasikan apa yang diinginkan kita semua.

Semoga Indonesia sejahtera dan bahagia.

Jadilah orang yang berpikir jauh berbeda. Beda karena kita tahu impact-nya seperti apa kedepannya. Kendati, banyak orang yang menganggap kita aneh pada waktu-waktu ini. Tapi biarkanlah, mereka sedang berproses memahami kita.

Karena, semua orang yang hebat dan super hebat yang kita kenal sekarang ini, dulu, puluhan tahun sebelum atau ratusan tahun lalu, dia dianggap aneh, sinting, gila or something like that.

“Tidak semua tempat tujuan, harus dilalui dengan jalan yang seharusnya. Ada jalan alternatif, di kala jalan utama terkena bencana. Selama kita yakin, jalan alternatif itu, kendati terlarang, tapi kita bisa buktikan, bahwa hal terlarang itu tidak merusak substansi tujuan akhir, _ M Rodhi Aulia

22 Agustus 2014 Pukul 11:14










Sumber : http://ift.tt/1pYmqiB

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz