Indonesia Perlu Bangun Industri Pertahanan
Indonesia memiliki sejarah yang panjang dalam membangun Industri Pertahanan, dimana pasang surut dialami sesuai dinamika dan runtutan sejarah berdasarkan kurun waktu mulai dari nasionalisasi perusahaan eks asing (Hindia Belanda dan Inggris) sampai dengan terbentuknya Industri Pertahanan pada Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid-I yang dilanjutkan dengan era Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid-II.
Pemerintah Indonesia (KIB) memandang perlu untuk membangun Industri Pertahanan didasari pada dua hal. Pertama bahwa Indonesia sebetulnya punya sejarah yang panjang dalam membangun kemampuan Industri Pertahanan. Kedua adalah didasari kepada keinginan untuk membangun kekuatan pertahanan yang mandiri tentunya dengan ditopang oleh mandirinya industri pertahanan (mandiri dalam tiga hal: Mandiri dalam membeli, artinya bebas untuk membeli dari negara manapun; Mandiri dalam menggunakan, artinya bebas menggunakan Alutsista yang dipunyai sesuai dengan azas politik dan kebijakan yang dianut oleh pemerintah dan Mandiri dalam mengadakan Alutsista khususnya yang diproduksi oleh Industri Dalam Negeri). selain itu Industri Pertahanan diharapkan nantinya dapat diarahkan untuk dapat menopang pertumbuhan ekonomi nasional (Defence Supporting Economic Growth) dengan munculnya industri-industri pertahanan yang tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan di Dalam Negeri akan tetapi juga berorientasi untuk dapat memenuhi kebutuhan Alpalhankam di kawasan regional maupun internasional.
Membangun pondasi legal formal dalam pembangunan industri pertahanan sudah dimulai dengan dibentuknya Komite Kebijakan Industri pertahanan (KKIP) sebagai bentuk komitmen politik dari pemerintah untuk kembali membangun Industri pertahanan dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2010 tentang KKIP, yang menempatkan Menteri Pertahanan sebagai ketua KKIP.
Seiring dengan komitmen dan dukungan politik antara Pemerintah dan DPR pondasi legal formal tersebut diperkuat dengan terbitnya UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan tanggal 5 Oktober Tahun 2012, dimana status dan keberadaan KKIP diakomodasi dalam UU yang berarti bahwa keanggotaan, peran dan tanggung jawabnya lebih diperkuat dan diperluas melalui penerbitan Perpres 59 Tahun 2013 tentang Organisasi, Tata Kerja, dan Sekretariat KKIP. KKIP tidak lagi diketuai oleh Menteri Pertahanan, tetapi dipimpin langsung oleh Presiden. Adapun tugas dan wewenang KKIP adalah: Merumuskan kebijakan nasional y ang bersifat strategis di bidang industri pertahanan, Menyusun & membentuk rencana induk industri pertahanan yang berjangka menengah dan panjang, Mengkoordinasikan pelaksanaan & pengendalian kebijakan nasional industri pertahanan, Menetapkan kebijakan pemenuhan kebutuhan alpalhankam , Mengkoordinasikan kerja sama luar negeri dalam rangka memajukan & mengembangkan industri pertahanan, Melakukan sinkronisasi penetapan kebutuhan alpalhankam antara pengguna dan industri pertahanan, Menetapkan standar industri pertahanan , Merumuskan kebijakan pendanaan dan/atau pembiayaan industri pertahanan, Merumuskan mekanisme penjualan dan pembelian alpalhankam hasil industri pertahanan ke dan dari luar negeri dan Melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan industri pertahanan secara berkala.
Dengan dasar legal formal tersebut, sesungguhnya sudah cukup menjadi pondasi yang kokoh bagi tiga pilar: Pemerintah (sebagai regulator), pengguna (TNI/Polri/K/L) dan Industri Pertahanan dalam melanjutkan pembangunan Industri Pertahanan sesuai peran, tugas dan wewenang yang diberikan oleh Undang-undang. Kiranya pemerintahan yang akan datang dapat terus melanjutkan apa yang sudah dicanangkan oleh pemerintahan sebelumnya untuk terus memajukan industri pertahanan dalam negeri menuju kemandirian alutsista.
Sumber : http://ift.tt/1tRgiJR