Suara Warga

Kecurangan Pemilu : Penggemar Jokowi berpotensi " Gigit Jari"

Artikel terkait : Kecurangan Pemilu : Penggemar Jokowi berpotensi " Gigit Jari"

Sebenarnya, dengan pengajuan gugatan pemilu pilpres 2014 ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh pasangan capres no urut 1, potensi gigit jari, tentunya bisa saja terjadi baik pada tim capres no urut 1 maupun no urut 2, tetapi agar lebih menggigit, dan lebih seru, judulnya memakai Jokowi.




MK mempunyai sejumlah wewenang atas sengketa pemilu yang diajukan kepada lembaganya. Menanggapi banyaknya bukti yang diajukan Prabowo, Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA), Said Salahuddin, mengatakan, pelanggaran-pelanggaran pemilu yang bisa diajukan ke MK ada yang bersifat kualitatif dan bersifat kuantitatif.

“Pelanggaran kualitatif itu seperti persoalan-persoalan yang tidak secara langsung mempengaruhi hasil seperti pemilih yang tidak memenuhi syarat atau pemilih yang memilih tidak berdasarkan domisilinya. Sedangkan pelanggaran kuantitatif, bicara pada persoalan angka-angka seperti penggelembungan suara atau pengurangan suara,” ujarnya, Sabtu (26/7/2014).

Untuk lebih hebohnya, dalam artikel ini khusus membahas pelanggaran yang bersifat kualitatif.

Pelanggaran Terstruktur Sistematis dan Masif, termasuk didalamnya antaralain :

1 Politisasi Birokrasi

2 Syarat Administrasi Pencalonan.

3 Politik Uang.

4 Intimidasi.

5 Manipulasi Suara.

6 Kelalaian Petugas Penyelenggara Pemilu.

Sebagaimana diketahui, kubu capres no urut 1, Prabowo Subianto, melakukan gugatan pemilu pilpres 9 Juli 2014 ke Mahkamah Konstitusi ( MK), dengan dugaan terjadi kecurangan pada Pemilu pilpres 9 Juli 2014 yang pada intinya terjadi kecurangan Pemilu secara terstruktur, sistematis dan masif. Laporan tersebut sudah didaftarkan ke MK pada hari Jumat,, 25 Juli 2014 .

Materi gugatan, setidaknya ada 2 yang menonjol.

1. Manipulasi suara : pada gugatan poin 4.8, 4.9 dan 4.10






Pada Pemilu Presiden 9 Juli 2014 yang sudah digelar, terdapat 479.183 TPS, merujuk gugatan poin 4.8, ada 155.000 TPS yang sudah dihitung atau setidaknya sekitar 1/3 TTS dari seluruh jumlah TPS dilaporkan versi pemohon ada penggelembungan suara debanyak 1,5 Juta suara untuk pasangan capres no urut 2 dan pengurangan suara 1,2 Juta suara untuk pasangan capres no urut 2. Jumlah total suara bermasalah menjadi 2,7 juta suara dari 155.000 TPS atau sekitar 17 suara/ TPS.

Apabila data tersebut benar, karena mewakili sekitar 1/3 dari jumlah TPS yang ada maka menurut logika awam, sudah memenuhi unsur kecurangan yang bersifat Kualitatif yaitu Terstruktur, Sistematis dan Masif.

2 Pemilu di Papua.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua memastikanPemilihan Umum (pemilu) Legislatif dan Pemilu Presiden 2014, tak dapat menggunakan sistem noken, khususnya di wilayah pegunungan tengah Papua. Larangan ini dikeluarkan oleh KPU pusat, karena belum adanya regulasi hukum yang mengatur penggunaan sistem noken dalam pemilu legislatif dan presiden.

Tim hukum pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mempertanyakan adanya sistem noken (perwakilan) di wilayah Papua Barat. Masalah perolehan suara di Papua Barat itu masuk dalam berkas gugatan Pemilu Presiden 2014 yang diajukan tim Prabowo-Hatta ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam berkas gugatan yang diunggah di situs resmi MK, Tim Pembela Merah Putih itu menilai adanya pelanggaran bersifat terstruktur dan masif oleh pejabat daerah dan kepala suku di Papua Barat untuk memenangkan pasangan nomor urut dua Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pelanggaran itu terjadi di sembilan kabupaten di Provinsi Papua Barat.




Komisioner Bawaslu Nelson Simanjuntak menjelaskan, berbagai daftar kecurangan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut sama sekali tidak diketahui Bawaslu.

Selama ini, di Papua sejauh pemantauan Bawaslu hanya ada dua distrik yang terjadi kecurangan. “Dengan dicoblos sendiri oleh KPPS dan suara dua distrik ini telah dikosongkan,” tuturnya.

Nantinya di sidang MK, dari Tim pasangan capres no urut 1 apakah bisa membuktikan terjadi kecurangan kualitatif yang terstruktur, sistematis dan masif di 9 kabupaten di Propindi Papua Barat, baik hubungannya dengan sistim Noken ataupun Intimidasi yang dituduhkan.

PENUTUP,

Sebagaimana diketahui, keputusan MK bersifat Final dan mengikat, amar Putusan dapat berupa :

1 Mengabulkan permohonan yang dimohonkan untuk seluruhnya.

2 Mengabulkan permohonan yang dimohonkan untuk sebagian.

3 Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.

Tentu saja sebenarnya kedua kubu, baik kubu pasangan capres no urut 1 maupun no urut 2 harus menunggu hasil gugatan ke MK dengan Harap Harap Cemas dan berpotensi ” gigit jari”.

Marilah kita menunggu hasil gugatan tersebut , apapun hasilnya wajib diterima dan dilaksanakan kedua belah pihak .

Selamat siang dan MERDEKA !!!

Daftar rujukan ;




http://ift.tt/1kuwPmd

http://ift.tt/1oZdRE4

http://ift.tt/1oqvBYW

http://ift.tt/UJ7FUz

http://ift.tt/1maNkyT




Sumber : http://ift.tt/1kuwPmg

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz